Jakarta (ANTARA) - Nama Batiksoul Guitars mungkin sudah tidak asing lagi di kalangan para kolektor gitar, baik di dalam dan luar negeri, karena memiliki ciri khas yakni menggabungkan teknik batik tradisional ke dalam alat musik.
Pendiri Batiksoul Guitar, Guruh Sabdo Nugroho mengatakan bahwa usaha yang dirintis sejak 2011 di Solo ini ingin membuat gitar butik kelas dunia namun berciri khas Indonesia.
Batik pun dipilih menjadi trademark dari Batiksoul untuk lebih mengenalkan merek produk mereka ke dunia. Meski demikian, tidak semua gitar yang diproduksi selalu bermotif.
"Itu dulu saya pakai untuk mengangkat brand saja, biar exposure ke luar lebih mengangkat jadi enggak semua gitar yang kita buat bermotik batik," ujar Guruh kepada ANTARA, Sabtu.
Gitar yang dibuat oleh Batiksoul merupakan buatan tangan, yang menggabungkan teknik tradisional dan teknik standar luthier (istilah untuk pembuatan gitar dunia). Guruh mengaplikasikan teknik batik tradisional pewarna alam pada media premium tonewood instrumen gitar khususnya gitar akustik.
Untuk melakukan teknik membatik tradisional pada kayu ini bukanlah hal yang mudah. Oleh karenanya, Guruh membutuhkan waktu hingga kurang lebih dua tahun untuk riset dan pengembangan.
"Sampai saat ini baru Batiksoul yang gitar bermotif batik benar-benar motif batik bukan digambar tapi dengan batik tulis pewarna alam," kata Guruh.
Baca juga: Erika, "duta batik" dari Ambon di Kota Oryol Rusia
Produk dari Batiksoul pun tidak dijual secara massal. Setiap model gitar, hanya dibuat satu unit dan memiliki sertifikat.
Gitar Batiksoul dijual mulai harga 2.500-5.000 dolar Amerika atau senilai Rp35 juta-Rp70 juta untuk seri eksklusif. Sementara seri premium gitar akustik mulai dari 1.200-1.600 dolar Amerika atau setara Rp17 juta-Rp22 juta, premium gitarlele 750-1.000 dolar Amerita atau Rp10 juta-Rp14 juta dan premium ukulele 650-850 dolar Amerika atau Rp9 juta-Rp12 juta.
Produk Batiksoul sendiri sudah dipasarkan hingga 20 negara seperti Singapura, Malaysia, Thailand, Australia, Amerika Serikat, Kanada, Prancis, Italia, Belanda dan lainnya.
Gitar-gitar ini pernah digunakan oleh musisi seperti Tohpati, Franky Sihombing, Ras Muhammad, Adera hingga Tantowi Yahya. Bahkan menjadi salah satu gitar koleksi dari Barack Obama dan Presiden Joko Widodo.
Bertahan di era pandemi
Pandemi COVID-19 yang terjadi sejak tahun 2020, mempengaruhi di hampir semua industri. Para eksportir kesulitan untuk mengirim barang ke luar negeri lantaran kenaikan harga pengiriman yang mencapai 1.000 persen.
Akan tetapi, Guruh mengatakan bahwa ekspor gitarnya ke luar negeri tidak terlalu berpengaruh dengan harga pengiriman barang meski terdapat kenaikan. Menurut Guruh, kenaikan tersebut hanya berkisar antara 20-30 persen saja lantaran produknya masuk kategori ritel.
Penjualan Batiksoul ke pasar luar negeri justru meningkat saat pandemi. Guruh mengatakan pada tahun 2020-2021, permintaan gitar terus berdatangan khususnya dari musisi yang menerapkan sistem bekerja dari rumah.
"Kelas gitar itu kan ada segmen-segmennya sendiri, kalau bagi orang luar negeri mungkin enggak terasa bagi mereka karena mereka sudah biasa dengan barang-barang seperti ini, beda dengan yang target marketnya menengah ke bawah," kata Guruh.
Akan tetapi, untuk penjualan di pasar lokal malah menurun tajam. Menurut Guruh, musisi Indonesia sangat terdampak dengan pandemi COVID-19.
"Market lokal kita merosot tajam. Ada perbedaan dari segi pendapatan juga kan dengan musisi luar negeri. Kalau yang keluar malah naik karena target kita kan kolektor," ujarnya.
Baca juga: Mencetak talenta digital Maluku, dimulai dari sekolah
Strategi dan tantangan
Bermain di bisnis yang masuk pada kategori segmentasi khusus cukup mendatangkan tantangan bagi Batiksoul. Guruh mengatakan merek gitarnya harus bisa berinovasi dalam segi model agar tidak menimbulkan kebosanan bagi kolektor atau pengguna.
Tak hanya itu, Guruh juga harus mampu mempertahankan kualitas dari gitar buatannya. Sebab, di era digital dan sosial media, kesalahan kecil pun bisa menjadi besar dan akan berdampak pada penjualan.
Sejak awal berdiri, Batiksoul sudah berjualan secara online baik melalui e-commerce ataupun website. E-commerce yang digunakan juga khusus para kolektor dan musisi.
Batiksoul juga memiliki strategi pasar lain, yakni menggandeng mitra resmi di tiap negara serta mempekerjakan musisi di luar negeri sebagai sambung lidah dari Batiksoul.
"Nanti mereka menyarikan pembeli di sana, itu lebih cepat daripada kita masuk ke authorized dealer. Kita juga ingin lebih banyak main di konsep dan model, memperbanyak portfolio model, pameran, karena semakin banyak dikenal, semakin tinggi value brand-nya," jelas Guruh.
Sebagai bagian dari Usaha Kecil Menengah (UKM) yang sudah memiliki nama di luar negeri, Guruh berharap masyarakat semakin menyukai produk dalam negeri karena kualitasnya tidak kalah dengan luar negeri.
Guruh juga berpesan kepada para pelaku UKM yang ingin memulai usaha atau mengembangkan bisnisnya agar menentukan secara jelas target pasar yang ingin dijangkau. Sebab, hal ini akan mempengaruhi jumlah penjualan.
"UKM yang produknya membutuhkan SDM khusus harus menyasar target yang pas, kadang UKM memaksakan jumlah produksi padahal belum tentu hasil dan target pasarnya pas, itu yang saya amati selama ini," ujar Guruh.
Selain itu, Guruh menyarankan agar pelaku UKM untuk meningkatkan kualitas produk dan beralih ke pasar digital. Hal ini sangat mempengaruhi peningkatan penjualan terlebih dalam situasi pandemi COVID-19.
Baca juga: Gotong royong, angkat marwah usaha mikro ke kancah nasional, semangat Gernas BBI di Maluku