Pengembangan tanaman rumput laut di perairan Maluku sangat menggembirakan terutama diperairan teluk Kotania, Wael, Pulau Osi, Kabuparten Seram Bagian Barat (SBB). Hal itu dapat dibuktikan dengan dikembangkannya rumput laut pada lokasi seluas 14 hektar dan sudah berlangsung sejak Oktober 2010 lalu, kata Peneliti rumput laut dari Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia (LIPI) Ambon, Saleh Papalia, kepada ANTARA di Ambon, Selasa. "Selama uji coba berlangsung dampaknya juga cukup besar terutama di tingkat pemasaran dimana terjadi kenaikan harga dari yang biasanya Rp7.000 menjadi 20.000 per kilogram, dan ini sangat menguntungkan," ujarnya. Papalia menjelaskan, di beberapa lokasi pengembangan tersebut para petani dibagi atas beberapa kelompok dan hasil panen setiap kelompok bisa mencapai dua ton atau menghasilkan uang sebanyak Rp40 juta. Pada sisi lain selama ini yang menjadi kendala adalah masalah pasar yang terkadang tidak mendukung masyarakat petani, jadi kadangkala petani tidak bertahan untuk mengembangkannya. Menurut Papalia, produktivitas biomassa Eucheuma cottonii yang dicapai selama tiga periode penelitian di perairan Wael, Teluk Kotania, Kabupaten Seram Bagian Barat mendapatkan umur panen yang baik dan tepat adalah 40 hari dengan jumlah panen emat kali setahun "Puncak pertumbuhannya dicapai pada minggu kelima dan identik dengan laju pertumbuhan harian," katanya. Oleh karena itu, lanjutnya, rumput laut sangat ideal dikembangkan dalam upaya pemberdayaan masyarakat wilayah pesisir maupun dalam skala usaha. Papalia menambahkan, biota penempel yang tercatat selama penelitian didominasi oleh jenis Hypnea servicornis, Acanthophora specivera (Rhodophyta), kemudian Chaetomorpha sp, Enteromorpha sp (Chlorophyta) dan Cyanophyta. Sedangkan kelompok moluska oleh Ostrea sp, Ballanus sp, amphipoda dan tunikata, kata Papalia. Sedangkan hewan pemangsa yang tercatat selama penelitian didominasi oleh ikan-ikan herbivore seperti Siganidae, Acanthuridae, Scaridae.

Pewarta:

Editor :


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2010