Pengamat pertanian agribisnis dari Universitas Nusa Cendana Kupang, Ir Leta Rafael Levis MRur, mengatakan, ajakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar masyarakat, terutama insan pers, menyosialisasikan diversifikasi atau penganekaragaman pangan non-beras, perlu ditanggapi positif dan ditindaklanjuti. "Menindaklanjuti ajakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini penting karena sumber daya alam yang mengandung sumber daya pangan di Indonesia sangat potensial, namun masih luput dari promosi dan sosialisasi dari media cetak dan elektronik, sehingga baru sebagian penduduk yang mengetahui dan mengonsumsinya," katanya di Kupang, Sabtu. Ia mengatakan hal itu menanggapi ajakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ketika menerima Gubernur NTT Frans Lebu Raya bersama masyarakat pers nasional di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Jumat, berkaitan persiapan Hari Pers Nasional (HPN) pada 9 Februari 2011 di Kupang, ibu kota Provinsi NTT. Kepala Negara dalam kesempatan itu mengajak seluruh insan pers untuk menyosialisasikan diversifikasi pangan non-beras ke publik karena Indonesia termasuk wilayah yang kaya sumber daya alam pangan. "Rata-rata tingkat konsumsi beras di Indonesia mencapai sekitar 120 kilogram per orang per tahun. Kecenderungannya meningkat. Kita, utamanya pers, perlu mensosialisasikan agar ada diversifikasi pangan non-beras," kata Kepala Negara. Apalagi, menurut Presiden, sejumlah daerah di Indonesia termasuk Nusa Tenggara Timur sebenarnya di masa lalu memiliki makanan pokok non-beras, seperti jagung, ubi dan sagu, tetapi masyarakat saat ini lebih banyak yang mengonsumsi nasi atau yang berbahan beras. "Saya gembira masyarakat di sejumlah provinsi kembali mengembangkan tanaman jagung, seperti Gorontalo dan Nusa Tenggara Timur. Bagaimana Pak Frans," tanya Kepala Negara kepada Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), Frans Lebu Raya, yang ikut hadir di Kantor Kepresidenan. Sosialisasi ini, kata Presiden, perlu dibarengi dengan kemampuan setiap daerah untuk mengembangkan lahan tanaman pangan selain padi. Menurut Rafael Leta Levis, deversifikasi pangan ini mutlak dilaksanakan karena merupakan salah satu solusi untuk mengurangi konsumsi beras yang akhir-akhir ini menjadi pangan utama sekitar 4,7 juta jiwa masyarakat di wilayah berpenghasilan pokok jagung, kacang dan umbi-umbian ini. "Saat ini sekitar 80 persen masyarakat di NTT berprofesi sebagai petani. Dari total itu sekitar 68 persen sebagai petani lahan kering. Itu berarti hampir sebagian besar dari mereka berpenghasilan utama jagung, umbi-umbia dan pangan lokal lainnya," katanya. Sehingga, kata Leta Levis, yang juga dosen pada Fakultas Pertanian Undana Kupang itu, sangat tepat kalau diversifikasi yang telah dicanangkan pemerintah pusat perlu disosialisasikan insan pers, mengingat peranan pers sebagai penyebar informasi sekaligus sumber motivasi bagi masyarakat untuk mengonsumsi pangan nonberas. "Sejauh ini pers belum memberikan perhatian secara khusus dan konsisten kepada pangan nonberas sebagai "buffer stock" pangan masa depan," katanya. Mengingat itu, katanya, pada momentun Hari Pers Nasional tahun ini, kalangan pekerja pers perlu memberi ruang untuk menyosialisasikan diversifikasi pangan nonberas dalam berbagai liputannya, sehingga menyadarkan masyarakat petani agar tidak mengangtungkan kebutuhan pemenuhan pangan setiap hari pada beras.

Pewarta:

Editor :


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2011