Ambon (ANTARA) - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Maluku terus berupaya mencegah peredaran dan perdagangan tumbuhan satwa liar (TSL) melalui sosialisasi kepada masyarakat di Desa Tamilouw, Kabupaten Maluku Tengah.
“Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan, para rimbawan dari Seksi Konservasi Wilayah II Masohi tetap semangat menjalankan tugas mereka dengan turun langsung ke masyarakat untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga keanekaragaman hayati,” kata Polisi Kehutanan (Polhut) BKSDA Maluku Seto, di Ambon, Sabtu.
Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya perlindungan terhadap tumbuhan dan satwa liar guna menjaga keseimbangan ekosistem dan kelestarian hutan.
Dalam sosialisasi ini, tim tidak hanya memberikan penyuluhan secara lisan, tetapi juga membagikan poster informatif yang memuat pesan-pesan konservasi. Materi yang disampaikan menyoroti dampak negatif perburuan, perdagangan ilegal, serta eksploitasi tumbuhan dan satwa liar terhadap lingkungan dan kehidupan manusia.
Menurut Seto, kesadaran masyarakat menjadi faktor kunci dalam upaya perlindungan keanekaragaman hayati.
"Melalui ini, kami berharap masyarakat semakin memahami peran penting mereka dalam menjaga kelestarian alam. Jika tumbuhan dan satwa liar terus dieksploitasi tanpa pengawasan, maka dampaknya bisa sangat merugikan ekosistem kita," ujarnya.
Selain mengedukasi warga, kegiatan ini juga bertujuan membangun kerja sama antara BKSDA dan masyarakat dalam mengawasi serta melaporkan aktivitas ilegal yang berpotensi merusak lingkungan. Diharapkan, dengan adanya sosialisasi ini, masyarakat Tamilouw semakin proaktif dalam mendukung upaya konservasi di wilayah mereka.
BKSDA Maluku menegaskan bahwa perlindungan terhadap tumbuhan dan satwa liar bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga kewajiban bersama seluruh elemen masyarakat.
Dengan semangat “Melindungi Alam, Melestarikan Kehidupan," upaya pelestarian keanekaragaman hayati harus terus digalakkan demi menjaga keseimbangan alam bagi generasi mendatang.
Berdasarkan ketentuan Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya bahwa, Barangsiapa dengan Sengaja menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi (Pasal 21 ayat (2) huruf a), diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp100 juta (Pasal 40 ayat (2)).