Para pemuda dari 34 provinsi yang tergabung dalam Laskar Rempah di program Muhibah Budaya Jalur Rempah 2022 dengan menggunakan KRI Dewaruci, melakukan aksi sosial penanaman anakan pala dan kenari di Banda Neira, Pulau Banda, Kabupaten Maluku Tengah.
"Penanaman pohon kenari dan pala ini sekaligus sebagai media kampanye untuk peremajaan kedua tanaman rempah ini, mengingat tang ada di Pulau Banda saat ini usianya sudah sangat tua," kata Ketua Umum Perkumpulan Pemuda Banda Naira Muda (Perbamu), Isra Prasetya Idris, di Banda Neira, Selasa.
Aksi penanaman anakan pohon pala dan kenari yang dilakukan para peserta Muhibah Budaya Jalur Rempah, dilakukan di sekitar areal Benteng Belgica di Pulau Neira. Benteng tersebut merupakan salah satu cagar budaya yang dibangun pada 4 September 1611 atas perintah Gubernur Jenderal VOC Pieter Both.
Menurut Isra, penanaman pohon pala dan kenari sebetulnya direncanakan dilaksanakan di Pulau Banda besar dan hutan pala di kawasan Mangku Batu, namun dialihkan karena kondisi cuaca yang tidak bersahabat, yakni hujan disertai angin kencang.
Baca juga: Delapan kampung adat di Pulau Banda gelar "Buka Puang Negeri", keunikan budaya Banda Neira
Aksi penanaman tersebut, menurut Isra sebagai bentuk kampanye untuk menumbuhkan kembali semangat menanam masyarakat di Kepulauan Banda, terutama terhadap tanaman kenari yang populasinya semakin semakin sedikit disamping telah berusia sangat tua dan tidak produktif.
"Orang Banda tidak perlu diajari menanam pala juga mereka akan melakukan sendiri dan menjadi kegiatan sehari-hari, karena pala merupakan komoditi unggulan penopang ekonomi keluarga, tetapi pohon kenari perlu diremajakan dan direvitalisasi karena jumlahnya terus berkurang dan merosot karena sudah berusia tua," ujarnya.
Baca juga: Muhibah budaya jalur Rempah tiba di Kepulauan Banda, perjalanan jangan sebatas nostalgia
Tanaman kenari, merupakan tanaman pelindung bagi pohon pala, juga merupakan salah satu tanaman produktif kendati umur pohonnya telah di atas 100 tahun.
Menurut Isra, keberadaan pohon kenari sebagai tanaman pelindung pohon pala sangat bermanfaat untuk meningkatkan produktivitas tanaman pala, terutama menyerap cuaca dingin dan lembab yang terjadi saat musim timur, atau saat buah pala berusia 4,5 bulan sehingga tidak mudah gugur.
"Jadi aksi ini untuk menyadarkan dan memasyarakatkan gerakan menanam kembali pala dan kenari yang merupakan komoditas unggulan dan jati diri masyarakat di Kepulauan Banda," katanya.
Sedangkan para Laskar Rempah yang mengikuti program Muhibah Budaya Jalur Rempah mengaku bergembira dan bangga karena bisa turut serta mengampanyekan gerakan menanam pala dan kenari di Pulau tempat pengasingan Tokoh Proklamator Mohammad Hatta itu.
"Saya sangat senang sekali karena selain ikut kampanye revitalisasi dan peremajaan tanaman pala dan kenari, juga bangga dapat menginjakkan kaki di Pulau Banda, pulau yang paling diburu diburu bangsa Eropa di abad 17," ujar Laskar Rempah asal Sulawesi Tengah, Jeane Pombaela.
Menurut dia Kepulauan Banda layak sebagai titik Nol Jalur Rempah Indonesia, karena selain hasil rempah pala yang melimpah, juga karena bukti dan tapak sejarah masa lampau baik berupa bangunan tua, rumah pengasingan, maupun perkebunan pala jaman kolonial, yang sebagian besar masih terawat dengan baik.
"Mudah-mudahan kekayaan alam serta berbagai peninggalan sejarah di jaman kolonial ini dapat terus dipelihara, dirawat dan dan dilestarikan sebagai cagar budaya yang sangat bernilai, serta menarik perhatian masyarakat internasional untuk berkunjung ke Pulau Banda," katanya.
Baca juga: Kemendikbudristek dukung pelestarian tarian Cakalele di Pulau Banda, khasanah budaya Maluku
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2022
"Penanaman pohon kenari dan pala ini sekaligus sebagai media kampanye untuk peremajaan kedua tanaman rempah ini, mengingat tang ada di Pulau Banda saat ini usianya sudah sangat tua," kata Ketua Umum Perkumpulan Pemuda Banda Naira Muda (Perbamu), Isra Prasetya Idris, di Banda Neira, Selasa.
Aksi penanaman anakan pohon pala dan kenari yang dilakukan para peserta Muhibah Budaya Jalur Rempah, dilakukan di sekitar areal Benteng Belgica di Pulau Neira. Benteng tersebut merupakan salah satu cagar budaya yang dibangun pada 4 September 1611 atas perintah Gubernur Jenderal VOC Pieter Both.
Menurut Isra, penanaman pohon pala dan kenari sebetulnya direncanakan dilaksanakan di Pulau Banda besar dan hutan pala di kawasan Mangku Batu, namun dialihkan karena kondisi cuaca yang tidak bersahabat, yakni hujan disertai angin kencang.
Baca juga: Delapan kampung adat di Pulau Banda gelar "Buka Puang Negeri", keunikan budaya Banda Neira
Aksi penanaman tersebut, menurut Isra sebagai bentuk kampanye untuk menumbuhkan kembali semangat menanam masyarakat di Kepulauan Banda, terutama terhadap tanaman kenari yang populasinya semakin semakin sedikit disamping telah berusia sangat tua dan tidak produktif.
"Orang Banda tidak perlu diajari menanam pala juga mereka akan melakukan sendiri dan menjadi kegiatan sehari-hari, karena pala merupakan komoditi unggulan penopang ekonomi keluarga, tetapi pohon kenari perlu diremajakan dan direvitalisasi karena jumlahnya terus berkurang dan merosot karena sudah berusia tua," ujarnya.
Baca juga: Muhibah budaya jalur Rempah tiba di Kepulauan Banda, perjalanan jangan sebatas nostalgia
Tanaman kenari, merupakan tanaman pelindung bagi pohon pala, juga merupakan salah satu tanaman produktif kendati umur pohonnya telah di atas 100 tahun.
Menurut Isra, keberadaan pohon kenari sebagai tanaman pelindung pohon pala sangat bermanfaat untuk meningkatkan produktivitas tanaman pala, terutama menyerap cuaca dingin dan lembab yang terjadi saat musim timur, atau saat buah pala berusia 4,5 bulan sehingga tidak mudah gugur.
"Jadi aksi ini untuk menyadarkan dan memasyarakatkan gerakan menanam kembali pala dan kenari yang merupakan komoditas unggulan dan jati diri masyarakat di Kepulauan Banda," katanya.
Sedangkan para Laskar Rempah yang mengikuti program Muhibah Budaya Jalur Rempah mengaku bergembira dan bangga karena bisa turut serta mengampanyekan gerakan menanam pala dan kenari di Pulau tempat pengasingan Tokoh Proklamator Mohammad Hatta itu.
"Saya sangat senang sekali karena selain ikut kampanye revitalisasi dan peremajaan tanaman pala dan kenari, juga bangga dapat menginjakkan kaki di Pulau Banda, pulau yang paling diburu diburu bangsa Eropa di abad 17," ujar Laskar Rempah asal Sulawesi Tengah, Jeane Pombaela.
Menurut dia Kepulauan Banda layak sebagai titik Nol Jalur Rempah Indonesia, karena selain hasil rempah pala yang melimpah, juga karena bukti dan tapak sejarah masa lampau baik berupa bangunan tua, rumah pengasingan, maupun perkebunan pala jaman kolonial, yang sebagian besar masih terawat dengan baik.
"Mudah-mudahan kekayaan alam serta berbagai peninggalan sejarah di jaman kolonial ini dapat terus dipelihara, dirawat dan dan dilestarikan sebagai cagar budaya yang sangat bernilai, serta menarik perhatian masyarakat internasional untuk berkunjung ke Pulau Banda," katanya.
Baca juga: Kemendikbudristek dukung pelestarian tarian Cakalele di Pulau Banda, khasanah budaya Maluku
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2022