Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Moh Abdi Suhufan menyampaikan pentingnya menuntaskan persoalan pasokan BBM untuk nelayan guna mengoptimalkan pemulihan sektor perikanan nasional.
"Pemulihan sektor kelautan dan perikanan masih belum optimal karena sejumlah faktor penghambat internal dan eksternal. Internal disebabkan pasokan BBM yang terbatas dalam dua bulan ini," katanya ketika dihubungi ANTARA di Jakarta, Jumat.
Menurut Abdi, permasalahan keterbatasan pasokan BBM dinilai mengganggu aktivitas penangkapan ikan, serta realisasi belanja dari kementerian terkait belum optimal membantu menggerakkan perekonomian nelayan.
Sedangkan untuk faktor eksternal, lanjutnya, hal itu disebabkan melemahnya pasar ekspor, mahalnya logistik dan tarif ekspor yang belum ditangani dengan baik.
Abdi dalam kesempatan lainnya juga telah mengungkapkan, akibat mahalnya harga BBM membuat pelaku usaha perikanan yang terdiri dari pemilik kapal, koperasi dan perusahaan menyiasati sistem operasional penangkapan ikan, seperti membuat pemilik kapal mengurangi volume keberangkatan kapal penangkap ikan dengan menggunakan sistem bergilir.
Sistem bergilir tersebut, lanjutnya, dapat membantu pemilik kapal menghemat biaya produksi tapi menekan ABK karena waktu bekerja menjadi tidak pasti, sehingga ABK menganggur dan tidak mendapatkan upah karena perjanjian kerja berlaku jika kapal telah meninggalkan pelabuhan.
Terkait dengan persoalan teknis yang mengemuka seperti salah sasaran, distribusi yang tidak lancar, penyelundupan, minimnya sarana dan prasarana dan permainan sejumlah oknum pihaknya meminta pemerintah membentuk tim pemantau.
Sebelumnya, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menjanjikan pihaknya akan melakukan monitoring dan evaluasi penyaluran BBM bersubsidi untuk nelayan skala kecil yakni yang mencari ikan dengan kapal di bawah 10 gross tonnase (GT).
Moeldoko menyampaikan hal tersebut usai menyaksikan penandatanganan nota kesepakatan terkait penyederhanaan prosedur penyaluran BBM bersubsidi untuk nelayan di Gedung Bina Graha, Jakarta, Selasa (26/7/2022).
“Dengan adanya nota kesepakatannya ini, diharapkan akses nelayan kecil mendapat BBM subsidi lebih terbuka dan lebih mudah. KSP (Kantor Staf Presiden) tentu akan melakukan monitoring dan evaluasi di lapangan,” kata Moeldoko.
Kantor Staf Presiden menginisiasi kesepakatan penyederhanaan prosedur penyaluran BBM bersubsidi untuk nelayan, antara kementerian/lembaga terkait bersama enam pemerintah daerah. Kesepakatan ini menjawab persoalan nelayan dengan kapal di bawah 10 GT yang kesulitan mengakses BBM bersubsidi.
Kesepakatan tersebut melibatkan Kementerian ESDM, BPH Migas, PT Pertamina Persero, dan enam pemerintah daerah yakni Provinsi Kepulauan Riau, Kota Medan, Kota Bitung, serta Kabupaten Maluku Tengah, Cilacap, dan Sukabumi.
"BPH Migas menyebut serapan kuota BBM bersubsidi untuk nelayan masih kecil. Nah, ini kan tidak sinkron karena itu KSP menginisiasi kesepakatan tersebut,” kata dia.
Berdasarkan hasil verifikasi lapangan KSP, Moeldoko menyebut salah satu kendala yang dihadapi nelayan dalam mengakses BBM subsidi adalah hambatan administrasi. Nelayan harus memiliki surat rekomendasi yang di dalamnya berisi banyak syarat lampiran.
Baca juga: Pentingnya perkuat pendataan hasil tangkapan perikanan skala kecil di Maluku
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2022
"Pemulihan sektor kelautan dan perikanan masih belum optimal karena sejumlah faktor penghambat internal dan eksternal. Internal disebabkan pasokan BBM yang terbatas dalam dua bulan ini," katanya ketika dihubungi ANTARA di Jakarta, Jumat.
Menurut Abdi, permasalahan keterbatasan pasokan BBM dinilai mengganggu aktivitas penangkapan ikan, serta realisasi belanja dari kementerian terkait belum optimal membantu menggerakkan perekonomian nelayan.
Sedangkan untuk faktor eksternal, lanjutnya, hal itu disebabkan melemahnya pasar ekspor, mahalnya logistik dan tarif ekspor yang belum ditangani dengan baik.
Abdi dalam kesempatan lainnya juga telah mengungkapkan, akibat mahalnya harga BBM membuat pelaku usaha perikanan yang terdiri dari pemilik kapal, koperasi dan perusahaan menyiasati sistem operasional penangkapan ikan, seperti membuat pemilik kapal mengurangi volume keberangkatan kapal penangkap ikan dengan menggunakan sistem bergilir.
Sistem bergilir tersebut, lanjutnya, dapat membantu pemilik kapal menghemat biaya produksi tapi menekan ABK karena waktu bekerja menjadi tidak pasti, sehingga ABK menganggur dan tidak mendapatkan upah karena perjanjian kerja berlaku jika kapal telah meninggalkan pelabuhan.
Terkait dengan persoalan teknis yang mengemuka seperti salah sasaran, distribusi yang tidak lancar, penyelundupan, minimnya sarana dan prasarana dan permainan sejumlah oknum pihaknya meminta pemerintah membentuk tim pemantau.
Sebelumnya, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menjanjikan pihaknya akan melakukan monitoring dan evaluasi penyaluran BBM bersubsidi untuk nelayan skala kecil yakni yang mencari ikan dengan kapal di bawah 10 gross tonnase (GT).
Moeldoko menyampaikan hal tersebut usai menyaksikan penandatanganan nota kesepakatan terkait penyederhanaan prosedur penyaluran BBM bersubsidi untuk nelayan di Gedung Bina Graha, Jakarta, Selasa (26/7/2022).
“Dengan adanya nota kesepakatannya ini, diharapkan akses nelayan kecil mendapat BBM subsidi lebih terbuka dan lebih mudah. KSP (Kantor Staf Presiden) tentu akan melakukan monitoring dan evaluasi di lapangan,” kata Moeldoko.
Kantor Staf Presiden menginisiasi kesepakatan penyederhanaan prosedur penyaluran BBM bersubsidi untuk nelayan, antara kementerian/lembaga terkait bersama enam pemerintah daerah. Kesepakatan ini menjawab persoalan nelayan dengan kapal di bawah 10 GT yang kesulitan mengakses BBM bersubsidi.
Kesepakatan tersebut melibatkan Kementerian ESDM, BPH Migas, PT Pertamina Persero, dan enam pemerintah daerah yakni Provinsi Kepulauan Riau, Kota Medan, Kota Bitung, serta Kabupaten Maluku Tengah, Cilacap, dan Sukabumi.
"BPH Migas menyebut serapan kuota BBM bersubsidi untuk nelayan masih kecil. Nah, ini kan tidak sinkron karena itu KSP menginisiasi kesepakatan tersebut,” kata dia.
Berdasarkan hasil verifikasi lapangan KSP, Moeldoko menyebut salah satu kendala yang dihadapi nelayan dalam mengakses BBM subsidi adalah hambatan administrasi. Nelayan harus memiliki surat rekomendasi yang di dalamnya berisi banyak syarat lampiran.
Baca juga: Pentingnya perkuat pendataan hasil tangkapan perikanan skala kecil di Maluku
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2022