Ambon (Antara Maluku) - Majelis Latupati (Pemangku Adat) Maluku intensif memfasilitasi perdamaian antarwarga desa Haria - Porto, pulau Saparua, kabupaten Maluku Tengah yang bertikai.

Sekretaris Majelis Latupati Maluku, Jhon Pattisahusiwa, di Ambon, Minggu, mengatakan, fasilitasi dilakukan karena pertikaian antardua desa bertetangga itu telah terjadi sejak 15 Agustus 2011.

Sebelumnya juga terjadi pada 20 September 2011, 26 November 2011, 8 Februari 2012 dan 7 - 8 Maret 2012.

"Jadi telah difasilitasi pertemuan untuk mencari akar masalah, memutuskan langkah penanganan dan mendorong pembangunan maupun rehabiltasi rumah warga yang terbakar atau rusak," ujarnya.

Pattisahusiwa yang juga Ketua Latupati Kecamatan Saparua mengakui tidak jemu memediasi perdamaian antardua desa bertangga tersebut karena telah jatuh korban cukup banyak, baik meninggal maupun luka berat dan ringan, selain merusak fasilitas umum, sosial dan rumah warga.

"Kami menyadarkan basudara (saudara) Haria dan Porto agar menghentikan pertikaian karena kenyataan hanya meninggalkan penderitaan kepada masyarakat," katanya.

Apalagi telah terjalin pernikahan antarwarga Haria dan Porto sehingga sebenarnya tidak perlu bertikai karena jalinan kekerabatan tersebut sudah mengikat tali persaudaraan.

"Masyarakat Haria - Porto sudah saatnya menahan diri agar tidak mudah terprovokasi untuk bertikai dan menyerahkan penanganannya kepada personil Brimob maupun TNI-AD yang dikerahkan di perbatasan dua desa tersebut," tandas Pattisahusiwa.

Sebelumnya, Gubernur Maluku Karel Albert Ralahalu menyarankan segala bentuk tindakan kekerasan antarwarga Porto dan Haria segera dihentikan karena tidak membawa untung tapi justru menyengsarakan masyarakat.

Pemprov Maluku juga telah mengfasilitasi pertemua kedua belah pihak di Ambon pada Jumat (9/3) sehingga sejumlah kesepakatan perlu disosialisasikan dan diimplematasikan kepada masing - masing warga.

"Ada beberapa masukan yang perlu diimplementasikan segera antara lain semua jenis senjata tajam dan senjata rakitan maupun bom rakitan segera diserahkan kepada aparat keamanan," katanya.

Ia minta juga agar kontak senjata antara dua negeri dihentikan  karena  orang yang memiliki senjata  dengan bebas melanggar hukum, bisa dikenakan sanksi pidana dan di penjara sesuai perundang-undangan yang berlaku sehingga harus diserahkan secara ikhlas dalam semangat persaudaraan.

"Saya minta kepada kedua belah pihak untuk secara sukarela menyerahkan senjata yang dimiliki kepada aparat keamanan, sehingga tercipta suasana yang lebih kondusif dan kalau tidak menyerahkannya, tentu akan berhadapan dengan hukum. Karena itu, semua pihak baik pemimpin kedua negeri, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, tokoh agama, agar dapat memberikan pencerahan dan arahan yang baik kepada warganya," kata Gubernur Ralahalu.

Pewarta: Lexy Sariwating

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2012