Ambon (Antara Maluku) - Sebagian besar nelayan di Kota Tual dan Kabupaten Maluku Tenggara (Malra), Maluku masih takut melaut karena cuaca buruk disertai gelombang besar yang terjadi di perairan kedua wilayah itu sejak dua pekan terakhir.

"Dalam dua pekan terakhir angin bertiup sangat kencang disertai hujan lebat dan gelombang tinggi, sehingga kami belum berani untuk melaut, karena khawatir bisa terjadi musibah," ujar Umar salah seorang nelayan asal Desa Fiditan, Kota Tual, kepada ANTARA, Jumat.

Menurutnya, sebagian besar nelayan pada desa-desa di Kota Tual dan Maluku Tenggara umumnya melaut dengan menggunakan perahu tradisional, maupun dengan kapal berukuran kecil, sehingga khawatir dihantam gelombang tinggi.

"Dalam sepekan terakhir ini gelombang laut di perairan Kota Tual dan Maluku Tenggara yang berhadapan langsung dengan perairan Laut banda dan Arafura, sangat besar diatas tiga meter, sehingga kami tidak berani melaut," ujar nelayan lainnya, Juk Fatkoubun.

Jika ada nelayan yang melaut itu pun hanya dilakukan pada perairan di sekitar desa mereka dan tidak berani melaut jauh-jauh.

Hasil tangkapan mereka pun umumnya hanya digunakan untuk konsumsi keluarganya saja. "Jika beruntung hasil tangkapan bisa lebih banyak, di mana sebagian dijual kepada warga lainnya dan sisanya untuk makan keluarga," ujar Juk Fatkoubun.

Bersadarkan pantauan ANTARA, sebagian nelayan telah menarik bagannya dari tengah laut dan ditambatkan pada selat antara pulau satu dengan lainnya, terutama yang lokasi perairannya tenang dan tidak terkena gelombang, karena khawatir bagannya rusak dihantam gelombang besar.

Sejumlah kapan penumpang yang berukuran kecil dan biasanya berlayar mengangkut penumpang dari desa satu ke desa lainnya, juga terlihat tidak berani berlayar dan hanya ditambatkan di perairan yang tenang dan tidak bergelombang.

"Mudah-mudahan dalam beberapa hari ke depan kondisi cuaca semakin bersahabat, sehingga kami dapat melaut kembali dengan aman, serta hasil tangkapan melimpah dan bisa menghidupi keluarga kami," ujar Umar dan Juk Fotkaubun bersamaan.

Sedikitnya nelayan yang menangkap ikan menyebabkan komoditi unggulan daerah itu di pasaran menjadi berkurang dan harganya cenderung mengalami kenaikkan.

Ketua DPRD Kota Tual, Marthen Waremra mengimbau instansi teknis terkait untuk mengawasi kapal-kapal yang melakukan pelayaran antarpulau maupun nelayan yang akan menangkap ikan di laut saat cuaca buruk dan gelombang tinggi.

"Instansi teknis harus turunj untuk melakukan pemantauan di lapangan dan melarang kapal rakyat maupun nelayan untuk tidak melaut jika cuaca buruk dan gelombang tinggi, guna mencegah timbulnya korban jiwa. Jangan sudah terjadi musibah barulah panik," katanya.

Instansi teknis juga diminta untuk mensosialisasikan laporan perkembangan cuaca yang disampaikan Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG) Bandara Internasional Pattimura Ambon melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Maluku kepada seluruh kabupaten dan Kota, hingga ke masyarakat, sehingga dapat mengantisipasi berbagai kemungkinan kecelakaan di laut.

Waremra mengakui, perairan sekitar Kota Tual dan Maluku Tenggara, saat ini kurang bersahabat karena dipengaruhi gelombang tinggi, sehingga masyarakat diimbau untuk berhati-hati jika melakukan pelayaran, termasuk nelayan yang akan pergi melaut juga diminta memperhatikan kondisi cuaca.

Diminta waspada

Sementara itu, BPBD Maluku memperingatkan masyarakat agar mewaspadai hujan lebat disertai petir yang diprakirakan terjadi di Laut Banda, Aru dan Laut Arafura.

Berdasarkan analisis tinggi gelombang di Laut Aru, Arafura dan perairan Kepulauan Tanimbar berkisar 4 - 6 meter. Sementara di Laut Banda dan Laut Seram mencapai 3 - 4 meter, sedangkan Laut Buru berkisar 2 - 3 meter.

"Jadi penyedia maupun pengguna transportasi laut harus memperhatikan kelaikan armada dan keselamatan pelayaran sehingga musibah laut yang tidak dinginkan tersebut bisa diantispasi sejak dini," kata Sekretaris BPBD Maluku, Kilfy Wakano.

Masyarakat diminta untuk tidak memaksakan diri untuk berlayar bila kondisi laut tidak memungkinkan, baik untuk menangkap ikan maupun bepergian antarpulau.

Sebelumnya, Humas Administrator Pelabuhan (Adpel) Ambon Djoko mengakui telah melarang kapal penumpang yang melayani antarpulau di Maluku berlayar karena tiupan angin kencang mencapai 40 km per jam dan gelombang berkisar 2 - 6 meter hingga 22 Maret 2012.

"Larangan berlayar ini diperpanjang sejak peringatan dini dari BMKG Ambon pada 13 Maret 2012. Kondisi tersebut berbahaya untuk pelayaran kapal - kapal penumpang maupun perintis, kapal motor penyeberangan (KMP), apalagi armada tradsional," tandas Djoko.

Dia menyatakan, para kepala pelabuhan maupun syahbandar telah disosialisasikan agar menaati peringatan dini dari BMKG tersebut guna mengantisipasi kemungkinan terjadi musibah laut tidak diinginkan.

"Maluku memiliki 1.340 buah pulau dengan 92,4 persen dari wilayah Maluku 712.479,65 adalah laut sehingga kelaikan armada maupun keselamatan pelayaran harus diperhatikan," kata Djoko.

Pewarta: James F. Ayal

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2012