Ambon (Antara Maluku) - Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Maluku diminta menyikapi laporan dugaan penggunaan gelar Magister Managemen Pemerintahan (MMP) ilegal oleh Bupati Seram Bagian Timur (SBT) Abdullah Vanath.

Direktur SBT Media Centre Abdul Djabar Tianotak di Ambon, Senin, mengatakan, pihaknya telah menyampaikan laporan sejak Oktober 2012, namun kasus tersebut kurang disikapi polisi.

"Bahkan, ada berkembang informasi bahwa Bupati SBT sempat menjamu salah satu petinggi Polda Maluku di rumah makan Dedes, Kota Ambon dan sejak itu tidak ada lagi perkembangan penanganan kasusnya," kata Abdul Djabar.

Ia menyatakan keheranan karena laporan pihaknya itu tidak disikapi sebagaimana seharusnya, padahal dirinya dan sejumlah pelapor lain telah dimintai keterangan di Ditreskrimum Polda Maluku.

Abdul Djabar mengatakan gelar MMP pada nama Abdullah Vanath itu tercantum pada gambar baliho dan spanduk sosialisasi diri yang bersangkutan dalam mengikuti proses pilkada Maluku yang akan berlangsung tanggal 11 Juni 2013.

"Spanduk dan baliho itu diturunkan ketika kami mengajukan laporan dugaan penggunaan ijazah palsu. Tapi setelah "makan bersama", spanduk dan baliho itu kembali dipasang," katanya.

Dalam kasus dugaan gelar ilegal Abdullah Vanath, pelapor yang terdiri dari Abdul Djabar dan Pemred "Spektrum Maluku" Levinus Kariuw telah diperiksa penyidik Ditreskrimum Polda Maluku, sementara Ketua DPD GP Ansor Kota Ambon Daim Baco Rahawarin mencabut laporannya.

Abdullah Vanath dilaporkan bersama enam pejabat di Kabupaten SBT sebagai terlapor I, sedangkan pimpinan UTS sebagai terlapor II.

Terlapor I lainnya adalah Ketua DPRD SBT Ramly Arey, Kepala Kantor Pelayanan Publik Satu Pintu Sidik Rumaloak, Sekretaris DPRD SBT Moksen Albram, Kepala BKD Nurbandi Latarissa, Ketua Komisi C DPRD SBT Udin Rumasilan, dan Kadis Pendidikan Ahmad Rumaratu karena memiliki gelar yang sama dengan Bupati Abdullah Vanath.

Terlapor II adalah Rektor UTS Yulianti, SH, MM dan Direktur Pascasajana UTS DR.Dra.EC. Hj.Samiatun, MM.

Dalam laporannya, Abdul Djabar menyatakan terlapor I dan II diduga berkonspirasi untuk menyelenggarakan pendidikan program studi Magister Management.

Terlapor I menggunakan titel MMP tidak sesuai dengan nomenklatur pemberian gelar oleh Ditjen Dikti Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan diperkuat keterangan mantan Ketua Kopertis Wilayah XII, Ahmad Rahawarin.

Begitu pun terlapor II menerapkan kelas jauh yang ternyata telah dilarang Kopertis Wilayah XII, menindaklanjuti surat edaran Dirjen Dikti maupun Direktur Kelembagaan Kemendiknas.

Apalagi, terlapor I tidak menjalani kuliah yang wajar, selanjutnya ujian pada 25 Februari 2012 dan besoknya (26/2) diwisuda.

Kabid Humas Polda Maluku AKBP Hassan Mukadar saat diminta penjelasan mengaku telah mengingatkan penyidik Ditreskrimum agar transparan soal penanganan kasus tersebut.

Pewarta: Lexy Sariwating

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2013