Jalalabad (Antara Maluku) - Lebih dari 20 polisi Afghanistan dan puluhan gerilyawan Taliban tewas ketika ratusan militan menyerang konvoi polisi dan militer di Afghanistan timur, Jumat, kata sejumlah pejabat.
Pertempuran sengit lima jam di distrik Sherzad di provinsi Nangarhar itu terjadi setelah konvoi tersebut diserang ketika kembali dari operasi untuk menyelamatkan seorang politikus yang diancam oleh Taliban.
"Itu pertempuran yang sengit dan gerilyawan menggunakan senjata-senjata berat dan ringan untuk menyerang konvoi pasukan keamanan kami di distrik Sherzad," kata deputi kepala kepolisian Nangarhar, Masoom Khan Hashemi, kepada AFP.
"Kami kehilangan 22 polisi berani kami, namun militan memperoleh pelajaran mengenai kekuatan kami. Serangan mereka dipukul mundur dan 60 gerilyawan mereka tewas," kata Hashemi, dengan menambahkan bahwa 16 militan lagi tewas selama operasi penyelamatan politikus.
Keterangan itu dikonfirmasi oleh juru bicara provinsi Ahmadzia Abdulzai.
Namun, Taliban mengklaim hanya kehilangan lima anggota mereka dan 84 prajurit pemerintah tewas dalam pertempuran itu.
Taliban pada April meluncurkan "ofensif musim semi" tahunan mereka dengan janji melancarkan serangan-serangan bom bunuh diri untuk menimbulkan korban maksimum dan memperingatkan warga Afghanistan yang bekerja untuk pemerintah agar menjauh.
Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan pemberontakan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh invasi pimpinan AS pada 2001 karena menolak menyerahkan pemimpin Al Qaida Osama bin Laden, yang dituduh bertanggung jawab atas serangan di wilayah Amerika yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001.
Sekitar 130.000 personel Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) pimpinan NATO yang berasal dari puluhan negara dikirim ke Afghanistan untuk membantu pemerintah Kabul memerangi pemberontakan Taliban dan sekutunya.
Gerilyawan Taliban sangat bergantung pada penggunaan bom pinggir jalan dan serangan bunuh diri untuk melawan pemerintah Afghanistan dan pasukan asing yang ditempatkan di negara tersebut.
Bom rakitan yang dikenal sebagai IED (peledak improvisasi) mengakibatkan 70-80 persen korban di pihak pasukan asing di Afghanistan, menurut militer.
Pada Oktober 2011, Taliban berjanji akan berperang sampai semua pasukan asing meninggalkan Afghanistan.
Presiden Afghanistan Hamid Karzai dan negara-negara Barat pendukungnya telah sepakat bahwa semua pasukan tempur asing akan kembali ke negara mereka pada akhir 2014, namun Barat berjanji memberikan dukungan yang berlanjut setelah masa itu dalam bentuk dana dan pelatihan bagi pasukan keamanan Afghanistan.
NATO bertujuan melatih 350.000 prajurit dan polisi Afghanistan pada akhir 2014 untuk menjamin stabilitas di negara itu, namun tantangan-tantangan tetap menghadang dalam proses peralihan itu.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2013
Pertempuran sengit lima jam di distrik Sherzad di provinsi Nangarhar itu terjadi setelah konvoi tersebut diserang ketika kembali dari operasi untuk menyelamatkan seorang politikus yang diancam oleh Taliban.
"Itu pertempuran yang sengit dan gerilyawan menggunakan senjata-senjata berat dan ringan untuk menyerang konvoi pasukan keamanan kami di distrik Sherzad," kata deputi kepala kepolisian Nangarhar, Masoom Khan Hashemi, kepada AFP.
"Kami kehilangan 22 polisi berani kami, namun militan memperoleh pelajaran mengenai kekuatan kami. Serangan mereka dipukul mundur dan 60 gerilyawan mereka tewas," kata Hashemi, dengan menambahkan bahwa 16 militan lagi tewas selama operasi penyelamatan politikus.
Keterangan itu dikonfirmasi oleh juru bicara provinsi Ahmadzia Abdulzai.
Namun, Taliban mengklaim hanya kehilangan lima anggota mereka dan 84 prajurit pemerintah tewas dalam pertempuran itu.
Taliban pada April meluncurkan "ofensif musim semi" tahunan mereka dengan janji melancarkan serangan-serangan bom bunuh diri untuk menimbulkan korban maksimum dan memperingatkan warga Afghanistan yang bekerja untuk pemerintah agar menjauh.
Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan pemberontakan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh invasi pimpinan AS pada 2001 karena menolak menyerahkan pemimpin Al Qaida Osama bin Laden, yang dituduh bertanggung jawab atas serangan di wilayah Amerika yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001.
Sekitar 130.000 personel Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) pimpinan NATO yang berasal dari puluhan negara dikirim ke Afghanistan untuk membantu pemerintah Kabul memerangi pemberontakan Taliban dan sekutunya.
Gerilyawan Taliban sangat bergantung pada penggunaan bom pinggir jalan dan serangan bunuh diri untuk melawan pemerintah Afghanistan dan pasukan asing yang ditempatkan di negara tersebut.
Bom rakitan yang dikenal sebagai IED (peledak improvisasi) mengakibatkan 70-80 persen korban di pihak pasukan asing di Afghanistan, menurut militer.
Pada Oktober 2011, Taliban berjanji akan berperang sampai semua pasukan asing meninggalkan Afghanistan.
Presiden Afghanistan Hamid Karzai dan negara-negara Barat pendukungnya telah sepakat bahwa semua pasukan tempur asing akan kembali ke negara mereka pada akhir 2014, namun Barat berjanji memberikan dukungan yang berlanjut setelah masa itu dalam bentuk dana dan pelatihan bagi pasukan keamanan Afghanistan.
NATO bertujuan melatih 350.000 prajurit dan polisi Afghanistan pada akhir 2014 untuk menjamin stabilitas di negara itu, namun tantangan-tantangan tetap menghadang dalam proses peralihan itu.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2013