Ternate (Antara Maluku) - Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Ternate, Maluku Utara (Malut), Rabu, menjatuhkan vonis delapan tahun penjara kepada Wakil Bupati (Wabub) Halmahera Selatan (Halsel), Rusdan Haruna dalam kasus korupsi dana bantuan sosial (Bansos) senilai Rp4,8 miliar.

Vonis itu sesuai dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) karena terdakwa terbukti bersalah menyelewengkan dana bansos senilai Rp4,8 miliar melalui APBD tahun 2010.

Wakil Bupati Halsel ditetapkan sebagai tersangka oleh Majelis Hakim Tipikor pada Pengadilan Negeri Ternate, melalui pasal 18 Jo Primer pasal 2 dan pasal 3 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.

Sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Miniardi,SH tersebut banyak memberi pertimbangan, termasuk yang bersangkutan masih mempunyai istri dan anak-anak.

Selain kurungan badan, Majelis Hakim juga menvonis yang bersangkutan dengan hukuman denda sebesar Rp 200 juta, subsider 3 bulan kurungan dan membayar uang pengganti sebanyak Rp3,2 milyar subsider dua tahun kurungan.

Sidang tersebut dipimpin Majelis Hakim Ketua, Miniardi SH, Hakim Anggota I, M. Mahim SH dan Hakim Anggota II, Lasuardi I Tobing, dibantu Panitera Pengganti, Isra Abas SH.

Wakil Bupati Halsel bersama pendukungnya tidak menerima keputusan Majelis Hakim Tipikor tersebut dan mengancam JPU karena dianggap telah memeras orang nomor dua di Halsel itu dengan iming-iming kasus ini tak diproses.

Rusdan Haruna ketika dikonfirmasi membeberkan pengakuannya tersebut saat menjalani sidang pembacaan vonis atas kasus korupsi dana bantuan social senilai Rp4,8 miliar di Kabupaten Halmahera Timur tahun 2010 di Pengadilan Tipikor Ternate.

"Wakajati Malut mengatakan kepada saya sediakan uang Rp2 miliar jika ingin kasus ini dihentikan. Saat ikut mendengarkan permintaan Wakajati tersebut," ujarnya.

Rusdan yang dalam kasus ini ia masih sebagai Kepala Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Aset Daerah (DPPAD) Kabupaten Halmahera Timur mengaku hanya mampu memenuhi Rp500 juta dari permintaan Wakajati tersebut.

Namun, Wakajati Malut menolak uang tersebut dengan alasan ada pihak yang sudah memberikan uang lebih besar dari jumlah itu dengan permintaan kasus tetap dilanjutkan, namun pihak yang memberi uang itu tidak disebutkan, ujarnya.

"Karena saya tidak sanggup menyediakan uang Rp2 miliar akhirnya kasus tersebut tetap dilanjutkan oleh Kejati Malut, bahkan hanya dalam kurun waktu satu bulan saya langsung ditahan sebagai tersangka tanpa izin dari Presiden," tambahnya.

Oleh karena itu, dengan putusan Majelis Hakim Tipikor tersebut, dirinya akan banding atas vonis Majelis Hakim Tipikor itu, karena vonis yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim sangat tidak adil, namun sebagai warga negara yang baik, dirinya akan tetap mengikuti proses hukum yang berlaku.

Pewarta: Abdul Fatah

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2013