Ambon (Antara Maluku) - Fatimah Wamnebo, terdakwa pembuat sertifikat tanah asli tapi palsu (Aspal), dituntut hukuman 2,6 tahun penjara oleh jaksa penuntut umum (JPU) di Pengadilan Negeri Ambon, Kamis.
"Terdakwa secara sah dan meyakinkan telah melakukan perbuatan pidana berupa pembuatan sertifikat aspal atas tanah seluas 60 hektare milik orang lain yang berlokasi di Namlea, Kabupaten Buru," kata JPU, J. Pattipeilohy di Ambon, Kamis.
Pembacaan tuntutan JPU disampaikan dalam persidangan lanjutan di Kantor Pengadilan Negeri Ambon yang dipimpin ketua majelis hakim, Glenny de Fretes, SH.
Objek sengketa berupa sebidang tanah seluas 60 hektare di Namlea, Ibu Kota Kabupaten Buru ini sebenarnya milik orang lain atas nama Ny. Emy Luhu, namun terdakwa sengaja merebutnya dengan cara memproses penerbitan sertifikat aspal untuk tujuan penipuan.
Lahan yang disengketakan ini kemudian dijual kepada masyarakat untuk membangun rumah, sehingga perbuatan ini dinilai sangat merugikan pemilik lahan sesungguhnya.
"Untuk itu kami meminta majelis hakim PN Ambon memvonis terdakwa selama 2,6 tahun penjara dan memerintahkan yang bersangkutan tetap ditahan," kata JPU.
Akibat tindakan terdakwa yang merugikan tersebut, keluarga Emy Luhu melaporkan persoalan ini ke Polda Maluku dan penyidik melakukan pemeriksaan, kemudian menyita dokumen sertifikatnya untuk diuji keasliannya ke Puslabfor dan Kriminal Polda Sulsel.
Keluarga korban awalnya juga mengaku resah dengan sikap terdakwa yang jarang hadir selama proses persidangan berlangsung sejak 9 Desember 2013 sampai saat ini.
Sebab dari sembilan kali proses sidang di PN Ambon, terdakwa hanya hadir pada sidang perdana, itu pun diantar jaksa dengan mobil pangkalan dan bukannya mobil tahanan Kejaksaan.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2014
"Terdakwa secara sah dan meyakinkan telah melakukan perbuatan pidana berupa pembuatan sertifikat aspal atas tanah seluas 60 hektare milik orang lain yang berlokasi di Namlea, Kabupaten Buru," kata JPU, J. Pattipeilohy di Ambon, Kamis.
Pembacaan tuntutan JPU disampaikan dalam persidangan lanjutan di Kantor Pengadilan Negeri Ambon yang dipimpin ketua majelis hakim, Glenny de Fretes, SH.
Objek sengketa berupa sebidang tanah seluas 60 hektare di Namlea, Ibu Kota Kabupaten Buru ini sebenarnya milik orang lain atas nama Ny. Emy Luhu, namun terdakwa sengaja merebutnya dengan cara memproses penerbitan sertifikat aspal untuk tujuan penipuan.
Lahan yang disengketakan ini kemudian dijual kepada masyarakat untuk membangun rumah, sehingga perbuatan ini dinilai sangat merugikan pemilik lahan sesungguhnya.
"Untuk itu kami meminta majelis hakim PN Ambon memvonis terdakwa selama 2,6 tahun penjara dan memerintahkan yang bersangkutan tetap ditahan," kata JPU.
Akibat tindakan terdakwa yang merugikan tersebut, keluarga Emy Luhu melaporkan persoalan ini ke Polda Maluku dan penyidik melakukan pemeriksaan, kemudian menyita dokumen sertifikatnya untuk diuji keasliannya ke Puslabfor dan Kriminal Polda Sulsel.
Keluarga korban awalnya juga mengaku resah dengan sikap terdakwa yang jarang hadir selama proses persidangan berlangsung sejak 9 Desember 2013 sampai saat ini.
Sebab dari sembilan kali proses sidang di PN Ambon, terdakwa hanya hadir pada sidang perdana, itu pun diantar jaksa dengan mobil pangkalan dan bukannya mobil tahanan Kejaksaan.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2014