Tanggal 5 Oktober 2024, Tentara Nasional Indonesia (TNI) memasuki usia 79 tahun. Selama itu pula, TNI telah bertransformasi mengikuti perkembangan zaman dalam dunia pertahanan.
Sifat adaptif itu cukup menolong TNI dalam tugas mengembang utamanya mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Ragam peristiwa militer sudah dilalui instansi yang dahulu bernama Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) ini.
Dari mulai operasi militer di Timor Timur pada 1975, operasi militer di Aceh tahun 1990-1998 dan 2003-2004, penanganan aksi terorisme, hingga yang paling baru menghadapi separatis Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua.
Tidak hanya itu, TNI juga banyak campur tangan dalam operasi militer selain perang (OMSP) di bidang kemanusiaan.
Beberapa yang paling menonjol ialah pengiriman pasukan perdamaian ke Lebanon, pengiriman pasukan dan tim medis saat terjadi bencana alam atau kecelakaan skala besar, membantu menyebarkan vaksin saat pandemi COVID-19, hingga terlibat dalam pengamanan dan pengantaran logistik pemilu.
Selain semakin matang karena banyak operasi militer dan non-militer yang dijalani, TNI juga mengalami perkembangan pesat di bidang pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista).
Alutsista itu, mulai dari kendaraan tempur di darat, pesawat jet dan hercules, tank amfibi, KRI, hingga kapal selam, mengalami peningkatan kuantitas dan kualitas.
Semua itu dilakukan demi mengedepankan sikap adaptif dan modern agar pertahanan Indonesia semakin kuat di tengah ancaman kekuatan militer negara lain yang juga kian meningkat.
Hanya saja, saat ini, yang ada di depan mata bukan lagi perang dengan senjata, bukan lagi adu daya ledak rudal atau putar strategi penyerbuan pasukan.
Saat ini, dunia sedang menghadapi fenomena perang siber, perang tanpa senjata yang dapat merobohkan suatu negara.
Perang siber ini terjadi di dunia maya dan mengandalkan serangan menggunakan informasi propaganda, spionase dan sabotase sistem keamanan data sebuah pemerintahan.
Melalui serangan informasi yang telah didesain, masyarakat yang ada di negara tersebut dapat terdoktrin. Kondisi ini dapat membuat sebuah negara menjadi carut marut dan akhirnya hancur hanya karena propaganda.
Sebenarnya, perang siber atau cyber war merupakan isu yang sudah lama diperbincangkan. Di beberapa kesempatan, fenomena ini pun kerap terjadi.
Hal yang membuat kondisi semakin parah, yakni perang siber akan terus berkembang seiring dengan perkembangan teknologi.
Hal ini lah yang kini menjadi perhatian khusus TNI, sehingga berupaya membentuk matra baru, yakni angkatan siber.
Kekuatan baru
Terpilihnya Prabowo Subianto menjadi Presiden RI tampaknya menjadi angin segar untuk kemajuan TNI di masa depan.
Hal tersebut dikarenakan Prabowo yang memiliki latar belakang militer dinilai akan membuka ruang lebih besar bagi TNI untuk terus berkembang lebih bagus lagi.
Prabowo juga dianggap lebih paham dengan konsep pertahanan masa depan, sehingga dia akan merancang rencana yang relevan untuk memperkuat TNI, termasuk dalam pembentukan Angkatan Siber ini.
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan HAM Hadi Tjahjanto mengatakan Presiden Joko Widodo atau Jokowi dan Presiden terpilih Prabowo subianto sudah setuju akan pembentukan matra ke empat ini.
Jokowi dan Prabowo telah melihat pertahanan siber sebagai sesuatu yang harus diprioritaskan di masa depan.
Karenanya, kini bola ada di tangan Prabowo. Apakah dia akan serius membangun angkatan siber atau ini hanya akan menjadi isu yang seperti bumbu masak saja, terasa kuat di lidah namun cepat menghilang ditelan waktu.
Pengamat militer dan Co-Founder Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi melihat angkatan siber ini akan menjadi kekuatan baru militer Indonesia yang cukup menjanjikan.
Angkatan siber dianggap dapat menjadi ujung tombak negara dalam menghadapi serangan informasi yang berbau propaganda.
Meskipun demikian, membangun angkatan siber tidak semudah membuat rumah pasir di pantai. Semua membutuhkan landasan pikiran, hukum, sumber daya manusia (SDM) kredibel, dan tentu saja biaya yang tidak sedikit.
Tantangan
Perencanaan pembentukan matra siber harus dilakukan secara matang. Langkah jangka panjang dan jangka pendek harus diperhitungkan dengan matang oleh pemerintah.
Langkah pertama yang harus disusun pemerintah adalah dasar hukum. Ini akan menjadi kerangka utama dalam menentukan tugas pokok angkatan siber dalam menjalankan tugas keamanan negara.
UU yang mengatur kerja siber juga harus jelas dan tersosialisasi dengan baik demi terhindar dari benturan dengan lembaga lain yang punya tugas serupa, yakni Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).
Selain itu, pemerintah juga harus memastikan UU Siber tidak akan menjadi bumerang lantaran membatasi ruang masyarakat sendiri dalam beraktivitas di dunia siber. Karenanya, penyusunan UU angkatan siber haruslah transparan dan melibatkan akademisi, tokoh masyarakat.
Setelah UU dan peraturan teknis telah diatur dengan matang, barulah pemerintah masuk ke dalam sistem perekrutan personel angkatan siber.
Ada beberapa pendekatan perekrutan yang bisa dilakukan TNI. Pertama, merekrut prajurit tingkatan tamtama, bintara, hingga perwira, sesuai kompetensinya untuk mengikuti pendidikan tentang pertahanan siber. Hal ini dilakukan guna mencetak prajurit yang berkualitas di dunia siber.
Pendekatan selanjutnya, TNI bisa melakukan perekrutan masyarakat sipil yang memang memiliki kompetensi di bidang siber. Perekrutan tersebut bisa dilakukan dari tingkat SMA atau SMK sederajat, hingga di tingkat universitas.
Tentunya, rekrutan dari masyarakat sipil ini juga harus mengikuti pelatihan mendalam tentang pertahan siber guna mempertajam keahliannya.
Personel yang berlatar belakang sipil maupun militer juga harus melewati seleksi yang ketat di bidang keahlian maupun kepribadian. Hal tersebut harus dilakukan lantaran para personel itu akan dipercayai untuk menangani data-data strategis nasional yang tidak boleh bocor.
Jika nantinya angkatan siber dipenuhi dengan personel berlatar belakang militer dan sipil, maka pemerintah harus memberlakukan keseragaman etos kerja yang sama. Hal tersebut dinilai perlu dilakukan lantaran kedua belah pihak datang dari budaya kerja dan kultur yang berbeda.
Perbedaan itu harus dihilangkan agar dapat selaras demi terciptanya etos kerja yang efektif dan efisien di tubuh angkatan siber.
Terakhir, pemerintah harus totalitas dalam menggelontorkan anggaran dalam jumlah besar untuk angkatan siber. Hal tersebut haruslah dilakukan lantaran butuh modal besar dalam mendukung berjalannya angkatan siber.
Modal terbesar itu dibutuhkan untuk pengadaan teknologi super canggih untuk menunjang kerja dan rangkaian program pelatihan dan pendidikan untuk membentuk SDM yang berkualitas.
Penggelontoran dana dalam jumlah besar itu pun harus dilakukan secara konsisten, lantaran butuh waktu lima sampai 10 tahun untuk memastikan angkatan siber matang dan dapat bekerja secara efektif.
Dukungan politik
Seperti yang telah dijelaskan, kehadiran Prabowo sebagai presiden diperkirakan akan mempermulus dukungan akan terbentuknya angkatan siber.
Hal itu, mulai dari dukungan politik hingga anggaran. Dukungan politik menjadi salah satu yang tidak boleh dilupakan lantaran UU yang menjadi kerangka kerja angkatan siber merupakan produk politik dari Senayan.
Jika dukungan itu tidak dimiliki, diperkirakan akan sulit bagi pemerintah untuk memulai pembangunan angkatan siber TNI.
Tidak sampai di situ, presiden terpilih Indonesia untuk periode 2024-2029 itu juga dikenal sebagai pemimpin yang memiliki koneksi atau jejaring yang baik di dunia internasional. Hal ini merupakan angin segar bagi TNI lantaran terbukanya kesempatan membangun diplomasi militer dengan negara-negara lain.
Diplomasi bisa dilakukan dalam berbagai bentuk, seperti kerja sama militer yang mencakup latihan perang dan kerja sama penguatan kawasan hingga pertukaran ilmu pengetahuan tentang pertahanan.
Ini akan menjadi celah bagi TNI untuk belajar tentang penguatan siber dari negara-negara lain atau bahkan menjalin kerja sama di bidang pertahanan ruang digital.
Kini, pemerintahan ke depan akan menjadi penentu akan dibawa ke mana wacana angkatan siber ini. Tentunya seluruh pihak berharap aspek-aspek pemerintah akan semakin maju, termasuk di bidang pertahanan. Kehadiran angkatan siber diharapkan menjadi jawaban untuk memperkuat sistem pertahan demi menjaga kedaulatan NKRI.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: 79 tahun TNI perkuat pertahanan tanpa laras panjang
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2024
Sifat adaptif itu cukup menolong TNI dalam tugas mengembang utamanya mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Ragam peristiwa militer sudah dilalui instansi yang dahulu bernama Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) ini.
Dari mulai operasi militer di Timor Timur pada 1975, operasi militer di Aceh tahun 1990-1998 dan 2003-2004, penanganan aksi terorisme, hingga yang paling baru menghadapi separatis Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua.
Tidak hanya itu, TNI juga banyak campur tangan dalam operasi militer selain perang (OMSP) di bidang kemanusiaan.
Beberapa yang paling menonjol ialah pengiriman pasukan perdamaian ke Lebanon, pengiriman pasukan dan tim medis saat terjadi bencana alam atau kecelakaan skala besar, membantu menyebarkan vaksin saat pandemi COVID-19, hingga terlibat dalam pengamanan dan pengantaran logistik pemilu.
Selain semakin matang karena banyak operasi militer dan non-militer yang dijalani, TNI juga mengalami perkembangan pesat di bidang pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista).
Alutsista itu, mulai dari kendaraan tempur di darat, pesawat jet dan hercules, tank amfibi, KRI, hingga kapal selam, mengalami peningkatan kuantitas dan kualitas.
Semua itu dilakukan demi mengedepankan sikap adaptif dan modern agar pertahanan Indonesia semakin kuat di tengah ancaman kekuatan militer negara lain yang juga kian meningkat.
Hanya saja, saat ini, yang ada di depan mata bukan lagi perang dengan senjata, bukan lagi adu daya ledak rudal atau putar strategi penyerbuan pasukan.
Saat ini, dunia sedang menghadapi fenomena perang siber, perang tanpa senjata yang dapat merobohkan suatu negara.
Perang siber ini terjadi di dunia maya dan mengandalkan serangan menggunakan informasi propaganda, spionase dan sabotase sistem keamanan data sebuah pemerintahan.
Melalui serangan informasi yang telah didesain, masyarakat yang ada di negara tersebut dapat terdoktrin. Kondisi ini dapat membuat sebuah negara menjadi carut marut dan akhirnya hancur hanya karena propaganda.
Sebenarnya, perang siber atau cyber war merupakan isu yang sudah lama diperbincangkan. Di beberapa kesempatan, fenomena ini pun kerap terjadi.
Hal yang membuat kondisi semakin parah, yakni perang siber akan terus berkembang seiring dengan perkembangan teknologi.
Hal ini lah yang kini menjadi perhatian khusus TNI, sehingga berupaya membentuk matra baru, yakni angkatan siber.
Kekuatan baru
Terpilihnya Prabowo Subianto menjadi Presiden RI tampaknya menjadi angin segar untuk kemajuan TNI di masa depan.
Hal tersebut dikarenakan Prabowo yang memiliki latar belakang militer dinilai akan membuka ruang lebih besar bagi TNI untuk terus berkembang lebih bagus lagi.
Prabowo juga dianggap lebih paham dengan konsep pertahanan masa depan, sehingga dia akan merancang rencana yang relevan untuk memperkuat TNI, termasuk dalam pembentukan Angkatan Siber ini.
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan HAM Hadi Tjahjanto mengatakan Presiden Joko Widodo atau Jokowi dan Presiden terpilih Prabowo subianto sudah setuju akan pembentukan matra ke empat ini.
Jokowi dan Prabowo telah melihat pertahanan siber sebagai sesuatu yang harus diprioritaskan di masa depan.
Karenanya, kini bola ada di tangan Prabowo. Apakah dia akan serius membangun angkatan siber atau ini hanya akan menjadi isu yang seperti bumbu masak saja, terasa kuat di lidah namun cepat menghilang ditelan waktu.
Pengamat militer dan Co-Founder Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi melihat angkatan siber ini akan menjadi kekuatan baru militer Indonesia yang cukup menjanjikan.
Angkatan siber dianggap dapat menjadi ujung tombak negara dalam menghadapi serangan informasi yang berbau propaganda.
Meskipun demikian, membangun angkatan siber tidak semudah membuat rumah pasir di pantai. Semua membutuhkan landasan pikiran, hukum, sumber daya manusia (SDM) kredibel, dan tentu saja biaya yang tidak sedikit.
Tantangan
Perencanaan pembentukan matra siber harus dilakukan secara matang. Langkah jangka panjang dan jangka pendek harus diperhitungkan dengan matang oleh pemerintah.
Langkah pertama yang harus disusun pemerintah adalah dasar hukum. Ini akan menjadi kerangka utama dalam menentukan tugas pokok angkatan siber dalam menjalankan tugas keamanan negara.
UU yang mengatur kerja siber juga harus jelas dan tersosialisasi dengan baik demi terhindar dari benturan dengan lembaga lain yang punya tugas serupa, yakni Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).
Selain itu, pemerintah juga harus memastikan UU Siber tidak akan menjadi bumerang lantaran membatasi ruang masyarakat sendiri dalam beraktivitas di dunia siber. Karenanya, penyusunan UU angkatan siber haruslah transparan dan melibatkan akademisi, tokoh masyarakat.
Setelah UU dan peraturan teknis telah diatur dengan matang, barulah pemerintah masuk ke dalam sistem perekrutan personel angkatan siber.
Ada beberapa pendekatan perekrutan yang bisa dilakukan TNI. Pertama, merekrut prajurit tingkatan tamtama, bintara, hingga perwira, sesuai kompetensinya untuk mengikuti pendidikan tentang pertahanan siber. Hal ini dilakukan guna mencetak prajurit yang berkualitas di dunia siber.
Pendekatan selanjutnya, TNI bisa melakukan perekrutan masyarakat sipil yang memang memiliki kompetensi di bidang siber. Perekrutan tersebut bisa dilakukan dari tingkat SMA atau SMK sederajat, hingga di tingkat universitas.
Tentunya, rekrutan dari masyarakat sipil ini juga harus mengikuti pelatihan mendalam tentang pertahan siber guna mempertajam keahliannya.
Personel yang berlatar belakang sipil maupun militer juga harus melewati seleksi yang ketat di bidang keahlian maupun kepribadian. Hal tersebut harus dilakukan lantaran para personel itu akan dipercayai untuk menangani data-data strategis nasional yang tidak boleh bocor.
Jika nantinya angkatan siber dipenuhi dengan personel berlatar belakang militer dan sipil, maka pemerintah harus memberlakukan keseragaman etos kerja yang sama. Hal tersebut dinilai perlu dilakukan lantaran kedua belah pihak datang dari budaya kerja dan kultur yang berbeda.
Perbedaan itu harus dihilangkan agar dapat selaras demi terciptanya etos kerja yang efektif dan efisien di tubuh angkatan siber.
Terakhir, pemerintah harus totalitas dalam menggelontorkan anggaran dalam jumlah besar untuk angkatan siber. Hal tersebut haruslah dilakukan lantaran butuh modal besar dalam mendukung berjalannya angkatan siber.
Modal terbesar itu dibutuhkan untuk pengadaan teknologi super canggih untuk menunjang kerja dan rangkaian program pelatihan dan pendidikan untuk membentuk SDM yang berkualitas.
Penggelontoran dana dalam jumlah besar itu pun harus dilakukan secara konsisten, lantaran butuh waktu lima sampai 10 tahun untuk memastikan angkatan siber matang dan dapat bekerja secara efektif.
Dukungan politik
Seperti yang telah dijelaskan, kehadiran Prabowo sebagai presiden diperkirakan akan mempermulus dukungan akan terbentuknya angkatan siber.
Hal itu, mulai dari dukungan politik hingga anggaran. Dukungan politik menjadi salah satu yang tidak boleh dilupakan lantaran UU yang menjadi kerangka kerja angkatan siber merupakan produk politik dari Senayan.
Jika dukungan itu tidak dimiliki, diperkirakan akan sulit bagi pemerintah untuk memulai pembangunan angkatan siber TNI.
Tidak sampai di situ, presiden terpilih Indonesia untuk periode 2024-2029 itu juga dikenal sebagai pemimpin yang memiliki koneksi atau jejaring yang baik di dunia internasional. Hal ini merupakan angin segar bagi TNI lantaran terbukanya kesempatan membangun diplomasi militer dengan negara-negara lain.
Diplomasi bisa dilakukan dalam berbagai bentuk, seperti kerja sama militer yang mencakup latihan perang dan kerja sama penguatan kawasan hingga pertukaran ilmu pengetahuan tentang pertahanan.
Ini akan menjadi celah bagi TNI untuk belajar tentang penguatan siber dari negara-negara lain atau bahkan menjalin kerja sama di bidang pertahanan ruang digital.
Kini, pemerintahan ke depan akan menjadi penentu akan dibawa ke mana wacana angkatan siber ini. Tentunya seluruh pihak berharap aspek-aspek pemerintah akan semakin maju, termasuk di bidang pertahanan. Kehadiran angkatan siber diharapkan menjadi jawaban untuk memperkuat sistem pertahan demi menjaga kedaulatan NKRI.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: 79 tahun TNI perkuat pertahanan tanpa laras panjang
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2024