Ambon (Antara Maluku) - Lembaga Partisipasi Pembangunan Masyarakat (LPPM) Ambon mendesak DPRD Provinsi Maluku untuk segera mengesahkan Peraturan Daerah (Perda) inisiatif Penaggulangan HIV/Aids yang telah dirancang sejak 2012.

"Sudah dua dekade sejak ditemukannya kasus HIV/Aids di Maluku pada Agustus 1994, tapi kami belum juga mempunyai perda yang bisa menjadi payung hukum besar untuk penaggulangan HIV/Aids," kata Noni Rafiang Tuharea, Koordinator Program Penjangkauan HIV/Aids LPPM di Ambon, Rabu.

Ia mengatakan naskah akademik Perda inisiatif penanggulangan HIV/Aids telah selesai digodok oleh tim yang dipimpin Direktur LPPM Ambon Pieter Wairissal, dan sudah diserahkan kepada DPRD sejak 2012 tapi belum juga disahkan hingga kini.

"Pemerintah daerah, seperti kebakaran jenggot ketika bicara tentang angka-angka kasus HIV/Aids di Maluku, tapi hingga kini perda inisiatif itu masih tetap menjadi Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda), tidak jelas kapan akan disahkan," katanya.

Noni menyatakan, mengingat banyaknya kendala dalam proses kerja penaggulangan HIV/Aids di Maluku, perda inisiatif itu harus segera disahkan guna mengatur sistem kerja dan upaya yang lebih maksimal dalam penaggulangan HIV/Aids.

"Ini bukan hanya sekedar Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) yang disediakan untuk HIV/Aids, tapi dengan adanya perda, minimal teman-teman dari Jaringan Orang Terinfeksi HIV/Aids (JOTHI) tidak akan lagi mengeluh kekurangan stok obat Anti Retroviral Virus (ARV) seperti yang terjadi sebulan lalu," ucapnya.

Lebih lanjut ia mengatakan habisnya stok obat ARV di Klinik Pulau Pombo RSUD Dr. Haulussy dan Klinik Berkah RS Alfatah Ambon pada Januari - Februari 2014, sangat meresahkan karena dapat memicu resistensi virus HIV terhadap tubuh Orang Dengan HIV/Aids (ODHA).

"Stock out ARV di Ambon bukan yang pertama kalinya terjadi, sebelum-sebelumnya malah terjadi berbulan-bulan, ini dapat memicu reseistensi terhadap ARV lini I, itu artinya ODHA akan membutuhkan ARV lini II dan tentu saja harganya lebih mahal karena belum diproduksi di Indonesia," ucapnya.

Sementara itu, Direktur Yayasan Arika Mahina, Ina Soselisa menyangkan lambatnya DPRD Maluku dalam mengesahkan Perda Penanggulangan HIV/Aids.

"Kami jangan menarik ulur dengan persoalan masyarakat, HIV/Aids adalah epidemi yang dapat menyebar kepada siapa saja tanpa pandang bulu, maka perlu penanganan yang serius untuk menanggulanginya," katanya.

Ia menambahkan bahwa fenomena tingginya jumlah ibu rumah tangga di Maluku yang terinfeksi HIV melebihi Wanita Pekerja Seksual (WPS), pemerintah daerah harus segera mengantisipasi hal tersebut.

"Ini fenomena, ibu rumah tangga yang lebih banyak kena Aids dibandingkan WPS, saya kira pemerintah jangan hanya diam saja dengan hal ini," katanya.

Pewarta: Shariva Alaidrus

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2014