Ambon (Antara Maluku) - Dinas Pertanian (Distan) Kabupaten Buru Selatan (Bursel), Maluku batal melakukan pencetakan 100 hektare sawah yang didanai APBN 2013 sehingga dana Rp1,24 miliar dikembalikan ke Kementerian Pertanian sejak Maret 2014.

"Batalnya pencekatan 100 hektare sawah itu karena survei investigasi disain (SID) tidak dibuat sehingga harus membatalkannya," kata Kepala Distan Bursel, Ali Wael, dihubungi dari Ambon, Kamis.

Seluas 100 hektare sawah itu batal dicetak di desa Waemulang, kecamatan Leksula, disamping tidak tersedia sarana bendung untuk jaringan irigasi.

Padahal, potensi lahan sawah di sana berkisar 2.000 - 3.000 hektere.

"Awalnya diprogramkan mencetak 400 hektare sawah pada tahun anggaran 2013. Namun, hanya terealisasi 300 hektare," ujar Ali.

Seluas 300 hektare itu dicetak yakni 105 hektare di dusun Fogi dan sisanya 95 hektare di desa Seka.

Pencetakan 300 hektare sawah itu didanai APBN 2013 melalui Dinas Pertanian Maluku.

"Pengembangan sawah di dusun Fogi dan desa Seka didukung dengan membangun bak embung untuk menampung air maupun sumur resapan," kata Ali.

Dia mengakui, pembangunan sawah 400 hektare itu merupakan program percontohan, menyusul kabupaten ini dimekarkan dari Buru pada 16 September 2008.

"Sebenarnya di Bursel terdapat lahan potensial seluas ribuan hektare untuk pengembangan sawah, namun terbentur sarana dan prasarana irigasi yang baru dibangun," ujar Ali.

Dia menambahkan, berdasarkan koordinasi dengan Dinas Pertanian Maluku diprogramkan pencetakan sawah seluas 1.500 - 2.000 ha di kecamatan Leksula, 1.000 ha di Kepala Madan serta masing- masing 500 ha di Waesama dan Namrole.

Bursel juga mengembangkan padi lahan kering seluas 500 ha di kecamatan Waesama. Hasil panen beberapa waktu lalu mencapai 10 ton gabah kering giling.

Sebelumnya, Kadis Pertanian Maluku, Diana Padang menyatakan, terobosan dilaksanakan untuk mencetak sawah di Kabupaten memiliki prospek ekonomis lainnya sehingga mengantisipasi tidak terpenuhinya target produksi padi sejak 2012 akibat penambangan emas di kawasan Gunung Botak, Kabupaten Buru.

"Pulau Buru sejak 15 tahun terakhir ditetapkan sebagai lumbung padi Maluku dan diharapkan dapat memenuhi kebutuhan beras masyarakat di provinsi ini, tetapi dengan keberadaan pertambangan emas liar semua program yang dilakukan selama ini menjadi mubasir. Petani lebih tergiur menjadi penambang karena pendapatannya berlipat ganda," katanya.

Bahkan, sebanyak lima hingga 10 hektare sawah yang telah ditanam tetapi tidak dipanen oleh petani dan lahannya juga dibiarkan terbengkalai oleh pemiliknya karena telah beralih menjadi penambang emas.

Dampak lain dari penambangan liar Gunung Botak yakni target produksi padi Maluku sebanyak 115 ton gabah kering giling (GKG) tahun 2012 tidak tercapai.

"Hasil produksi padi dari seluruh wilayah Maluku tahun 2012 hanya tercapai 84.270 ton GKG. Hal ini karena 1.000 hektare sawah di Pulau Buru yang tidak ditanami maupun dipanen oleh petani," ujar Diana Padang.

Pewarta: Lexy Sariwating

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2014