Ambon (Antara Maluku) - Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy menyatakan Pemerintah Kota Ambon saat ini masih minim sumber daya pengawas tenaga kerja.

"Minimnya pegawai pengantar tenaga kerja, mediator dan pengawas tenaga kerja ini merupakan masalah serius yang dihadapi Pemkot Ambon untuk mengawasi persoalan tenaga kerja," katanya saat Rapat Koordinasi Daerah Pengawasan Ketenagakerjaan, di Ambon, Jumat.

Menurut dia, saat ini pihaknya hanya memiliki tiga tenaga pengawas tenaga kerja yang terdiri atas dua pejabat struktural dan satu tenaga administrasi pendukung.

"Jumlah tersebut belum mencukupi untuk melakukan pengawasan. Minimal dibutuhkan tujuh orang tenaga untuk melakukan pengawasan normatif di setiap perusahaan," katanya.

Dinas Tenaga Kerja Kota Ambon tahun 2013 mencatat sebanyak 3.366 perusahaan terdaftar melakukan aktivitas, yang terbagi atas 12 perusahaan besar, 78 perusahaan sedang dan 3.276 perusahaan kecil.

Kota Ambon, kata Richard, tidak memiliki sumber daya alam yang signifikan, tetapi setidaknya tiga bidang sektor besar yang menonjol yaitu perdagangan, perikanan, dan sektor pariwisata.

Sektor perdagangan yaitu rumah makan dan 364 perusahaan bangunan dan kontruksi 1.351, jasa kemanusiaan sosial dan perorangan 244 perusahaan dan 177 perusahaan di bidang angkutan dan publikasi, dan sektor persewaan dan jasa sebanyak 101 perusahaan.

Sektor industri dan pengelolaan 89, perikanan dan perburuhan sebanyak 30, listrik gas dan air 10 perusahaan.

"Jumlah perusahaan diimbangi dengan jumlah tenaga kerja yang bekerja pada sembilan sektor utama sebanyak 18.531 orang, yang terbagi atas laki-laki 11.944 orang dan perempuan sebanyak 6.587 orang," ujarnya.

Ia menjelaskan, kurangnya sumber daya pengawas yang berkualitas menuntut pihaknya untuk mengusulkan tiga orang pegawai mengikuti pendidikan dan latihan teknis pegawai.

"Tiga pegawai diusulkan untuk mengikuti pelatihan yakni satu untuk penyidik pegawai negeri sipil (PPNS), pengawas tenaga dan satu administrasi pengawas," kata Richard.

Ditambahkannya, penambahan tenaga pengawas dilakukan untuk mengawasi perusahaan dan pengusaha agar tidak terjadi diskriminasi terhadap hak tenaga kerja.

"Kami telah menetapkan upah minimum provinsi (UMP), tetapi kenyataan yang terjadi hampir seluruh perusahaan belum mampu menerapkan aturan tersebut. Kalau dipaksaan maka akan terjadi PHK secara besar-besaran, karena dari sisi kontribusi, perusahaan belum mampu mencapai target pendapatan yang signifikan, sementara tenaga sangat banyak," katanya.

Pewarta: Penina Mayaut

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2014