Ambon (Antara Maluku) - Manajemen PT Ciputra Internasional yang membangun permukiman CitraLand di Kelurahan Lateri, Kota Ambon, akan melaporkan ke polisi tentang tindakan Saniri (pemangku adat) Negeri Halong karena menyegel lokasi pengembang itu pada 6 Maret 2015.

Kuasa hukum PT Ciputra Internasional, Adolof Saleky SH di Ambon, Senin, mengatakan, proses hukum baik secara pidana maupun perdata akan ditempuh terhadap tindakan penyegelan itu.

"Kami sedang siapkan langkah - langkah hukum terhadap siapa pun yang melakukan penyegelan terhadap lokasi bisnis properti telah memiliki sertifikat sah diterbitkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Ambon," ujarnya.

Apalagi, tindakan penyegelan tidak berdasarkan dasar maupun bukti hukum sah atas lahan yang sebenarnya merupakan "erparg" telah dikonversi menjadi hak guna bangunan.

"Ini tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan para oknum melakukan penyegelan di Citraland seluas 38 hektare," tegas Adolof.

Proses hukum juga siap dilakukan PT Moderen Multiguna yang mengembangkan bisnis properti Lateri Indah.

Permukiman Lateri Indah, Citraland, Blitz, maupun PT Delapan Beringin turut disegel bersama SD Negeri 1, SD Negeri 2, SD Inpres dan SMP Negeri 9 Lateri.

"Kami miliki sertifikat atas lahan seluas 40 hektare sehingga tindakan penyegelan juga diproses hukum, baik pidana maupun perdata," kata kuasa hukum PT Moderen Multiguna, Lamaeni SH.

Kedua kuasa hukum itu mengakui, masalah lahan dengan Saniri Negeri Halong itu sebenarnya sejak 2010 dengan telah membahasnya bersama DPRD Kota Ambon, Komisi A DPRD Maluku, Komisi III DPR - RI dan BPN Pusat.

Bahkan, pada 14 Juli 2010 Komisi A DPRD Maluku merekomendasikan bahwa polisi berhak memproses hukum siapa pun yang menggangu aktifitas pengemban di dua lokasi tersebut karena lahannya adalah "erparg" sehingga Saniri Negeri Halong tidak miliki dasar maupun bukti kuat.

"Jadi masalah penyegelan ini sedang disiapkan laporannya ke polisi, baik secara pidana maupun perdata karena meresahkan warga yang mendiami lokasi properti tersebut," kata Lamaeni.

Sebelumnya, Raja Negeri Halong, Stella Tupanelay menyesalkan, kinerja dari BPN Kota Ambon yang mengklaim fasilitas disegel merupakan tanah milik negara.

"Kesalahan BPN Kota Ambon yang sebenarnya telah dikoordinasikan bahwa lahan tersebut merupakan petuanan (hak ulayat) Negeri Halong. Namun, tidak digubris, makanya dipasang papan penyegelan di 12 titik," katanya.

Dia mengakui, sebenarnya peringatan telah disampaikan sejak 2008 dan papan larangan dipasang dengan harapan ada penyelesaian dari para pengemban.

"Jadi sebagai pemilik petuanan harus melindungi haknya sehingga para pengemban bisa memenuhi kewajibannya untuk menyelesaikan lahan telah dimanfaatkan selama ini," ujar Stella.

Kuasa Hukum Negeri Halong, Marllen Petta, SH, MHum mengemukakan, saat ini lahan milik kliennya telah diseroboti oleh empat pengemban seluas 1.709 hektare.

"Saniri berkewajiban melindungi hak tanah adat Negeri Halong sehingga langkah yang dilakukan merupakan bagian dari proses penegakan hukum yang tidak bertentangan dengan aturan," katanya.

Ia mempersilahkan empat pengemban untuk menyelesaikan kewajibannya dengan segera karena bila tidak, maka upaya hukum dengan menggugat perdata atau pidana.

"Saya harapkan tidak ada yang mencabut papan tanda larangan tersebut bertuliskan `Dilarang Membangun Dan/Atau Melakukan Kegiatan Apa Pun Di Atas Tanah Petuanan Negeri Halong Tanpa Izin Dari Pemerintah Negeri Halong`, karena akibatnya diproses hukum," kata Marllen Petta.

Pewarta: Alex Sariwating

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2015