Sebanyak 18.000 lebih siswa SMA dan sekolah sederajat di Provinsi Maluku Utara (Malut) mengikuti Ujian Nasional (UN) pada 13-15 April 2015, dengan harapan hasilnya tidak akan seburuk UN tahun-tahun sebelumnya.

Hasil UN SMA sederajat di Malut selama ini selalu masuk kategori buruk, terutama dari segi kualitas kelulusan.

Tahun 2014 misalnya, kualitas hasil UN SMA sederajat di daerah ini berada di urutan 33 dari seluruh provinsi di Indonesia.

Pengamat pendidikan dari Universitas Khairun Ternate Syahrir Muhammad menilai buruknya kualitas hasil UN SMA sederajat di provinsi penghasil rempah-rempah ini tidak semata-mata karena rendahnya pemahaman siswa terhadap materi pelajaran yang diujikan, tetapi juga akibat faktor lain.

Faktor lain yang mengkibatkan buruknya kualitas hasil lulusan UN di Malut selama ini di antaranya rendahnya kompetensi guru dan ini terbukti dari hasil uji kompetensi guru di Malut yang berada diurutan ke-26 dari seluruh provinsi di Indonesia.

Rendahnya kompetensi guru di Malut itu memiliki korelasi dengan rendahnya pemahaman siswa terhadap materi pelajaran yang diujikan di UN, karena sesuai hasil penilitian, prestasi belajar siswa sangat ditentukan oleh kompetensi guru yang mengajarnya.

Syahrir Muhammad melihat penyebab rendahnya kompetensi guru di provinsi kepulauan ini, di antaranya disebabkan banyaknya guru yang belum berkualifikasi sarjana, yakni sebanyak 8.000 lebih dari sekitar 21.000 guru di daerah ini.

Kondisi tersebut kemudian diperparah dengan minimnya kegiatan pelatihan terhadap guru serta tidak maksimalnya pengawasan terhadap guru dalam melaksanakan tugas, terutama di wilayah terpencil.

Pemerintah selama ini telah memberikan tunjangan profesi kepada guru, tetapi tunjangan itu ternyata tidak memberi kontribusi besar terhadap peningkatan profesionalisme guru serta kesadaran untuk melaksanakan tugas mengajar sesuai dengan target yang ditetapkan dalam kurikulum.

Faktor lain yang juga mengakibatkan buruknya kualitas hasil UN di Malut selama ini, menurut Syahrir Muhammad, adalah terbatasnya sarana dan prasarana pendidikan, seperti laboratorium dan perpustakaan serta fasilitas penunjang lainnya.

Sarana laboratorium misalnya, sesuai standar pelaksanaan pendidilan di setiap sekolah minimal memiliki tiga laboratorium terutama laboratorium IPA, Fisika dan Kimia, tetapi sekolah di daerah ini umumnya hanya memiliki satu laboratorium dan itu pun peralatannya tidak memadai.

Jumlah tenaga guru di Malut yang terbatas serta penyebarannya yang tidak merata, juga memberi kontribusi terhadap rendahnya kualitas hasil UN di Malut, karena bagaimana mungkin proses belajar mengajar di sekolah bisa berjalan maksimal jika gurunya hanya dua atau tiga orang.


Rekruitmen Guru

Legislator Partai Golkar di DPRD Malut Edi Langkara mengatakan proses rekruitmen guru di Malut selama ini yang kelulusannya lebih dipengaruhi faktor kedekatan dengan penjabat pemda atau uang pelicin tanpa melihat kemampuannya, mengakibatkan guru bersangkutan tidak profesional ketika mengajar.

Adanya intervensi politik dari pemerintah daerah setempat terhadap guru, terutama menjelang pelaksanaan pilkada atau pemilihan legislatif, ikut pula memberi dampak negatif terhadap upaya mengoptimalkan peran guru dalam mengajar.

Pengalaman selama ini menunjukan banyak guru yang dimutasi ke daerah terpencil hanya karena tidak mendukung calon bupati/wali kota tertentu dan banyak guru yang diangkat menjadi kepala sekolah walau tidak memiliki kemampuan hanya yang bersangkutan dianggap mendukung saat pelaksanaan pilkada.

Syahrir Muhammad dan Edi Langkara sama-sama berpendapat bahwa untuk meningkatkan kualitas hasil UN di Malut, termasuk memajukan sektor pendidikan secara keseluruhan di daerah ini maka tidak ada jalan lain kecuali pemda harus membenahi semua permasalahan tersebut.

Selain itu, pemda juga harus konsisten melaksanakan ketentuan undang-undang yakni pengalokasian anggaran minimal 20 persen dari APBD serta memastikan penggunaan dana itu untuk kepentingan pendidikan.

Semua pihak di Malut, terutama kalangan dunia usaha dan masyarakat harus pula berpartisipasi dalam memajukan kualitas pendidikan di daerah ini, karena kalau hanya mengharapkan dari pemda setempat jelas sulit diwujudkan.

Kepala Dinas Pendidikan dan Pengajaran (Dikjar) Malut Achmad Rakib mengakui masalah rendahnya kompetensi guru, terbatasnya tenaga guru dan penyebarannya tidak merata dan terbatasnya sarana pendidikan merupakan kendala utama dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan di Malut termasuk kualitas hasil UN.

Namun, Pemprov Malut bersama seluruh pemkab/pemkot di daerah ini terus melakukan berbagai terobosan untuk mengatasi semua permasalahan tersebut, terutama yang terkait dengan masalah rendahanya kompetensi guru dan terbatasnya sarana dan prasarana pendidikan.

Khusus untuk mengatasi masalah rendahnya kompetensi guru, Pemprov Malut pada APBD 2015 telah mengalokasikan dana sebesar Rp3 miliar untuk kegiatan pelatihan guru, belum termasuk kegiatan pelatihan yang dananya langsung dari pemerintah pusat.

Pemprov Malut, kata Achmad Rakib, juga pada APBD 2015 mengalokasikan dana Rp50 miliar lebih dan pada perubahan APBD nanti akan ditambah menjadi Rp100 miliar untuk beasiswa bagi para dosen dan guru di Malut yang akan melanjutkan jenjang pendidikan S1, S2 dan S3.

Begitu pula untuk pembangunan sarana dan prasarana pendidikan, seperti pembangunan ruang belajar, laboratorium, perpustakaan terus dilakukan, sedangkan khusus untuk mengatasi masalah keterbatasan guru akan disiasati dengan cara menempatkan guru kontrak di seluruh wilayah Malut melalui program Malut Pintar.

Pewarta: La Ode Aminuddin

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2015