Ambon (Antara Maluku) - Bupati Maluku Tenggara, Andrias Rentanubun menjajaki penerbangan langsung pulau Kei - Denpasar, Bali dengan memanfaatkan Bandara Ibra yang telah diresmikan pengoperasiannya pada akhir 2013.

"Bandara Ibra saat ini miliki landasan pacu sepanjang 1,6 kilometer sehingga memungkinkan untuk penerbangan langsung dari maupun ke Denpasar," katanya, dihubungi dari Ambon, Selasa.

Apalagi, Kementerian Perhubungan memprogramkan landasan pacu Bandara Ibra diperpanjang hingga 2.300 meter.

"Peluang strategis ini perlu dimanfaatkan untuk menjajaki penerbangan langsung Kei - Denpasar dengan menawarkan maspakai yang siap mengoperasikan pesawat berbadan besar," ujar Bupati.

Penjajakan ini pun berkaitan dengan warga beragama Hindu di Kabupaten Maluku Tenggara merupakan keturunan langsung dari Bali.

Permukiman mereka saat ini di Tanimbar Kei dengan warganya tetap memeluk agama Hindu yang ritualnya merupakan peninggalan leluhur.

"Jadi peluang membuka rute penerbangan yang strategis untuk mendorong pengembangan pariwisata maupun sektor lainnya nantinya diusulkan ke maspakai Garuda Indonesia Air Lines. Garuda juga saat ini telah menerbangi Ambon - Bandara Ibra," tegas Bupati.

Bandara tersebut memiliki panjang 1.600 meter dan dilengkapi dengan sejumlah fasilitas pendukung, diantaranya areal parkir pesawat, ruang tunggu berkapasitas besar serta mampu didarati pesawat berbadan cukup besar dengan kapasitas 80 orang penumpang.

Pengoperasian Bandara Ibra dengan sasaran melayani penerbangan komersial dari dan ke Ambon maupun provinsi Papua, sekaligus menggantikan Bandara Dumatubun Langgur yang selama ini melayani penerbangan perintis dan dialih fungsikan untuk kepentingan TNI Angkatan Udara.

Warga Kabupaten Maluku Tenggara yang beragama Hindu memiliki Tom-Tad yakni hikayat - hikayat lisan yang disertai dengan benda -benda warisan tertentu sebagai penjamin keakuratannya.

Sebagian besar hikayat ini dibumbui dongeng atau lambang - lambang dan dianggap sepenuhnya benar secara harafiah oleh pribumi kepulauan ini pada umumnya.

Menurut hikayat setempat, leluhur orang Kei berasal dari Bal (Bali), wilayah kerajaan Majapahit di kawasan Barat Nusantara. Konon dua perahu utama berlayar dari pulau Bali, masing-masing dinahkodai oleh Hala`ai Deu dan Hala`ai Jangra.

Setibanya di kepulauan Kei, dua perahu ini berpisah. Perahu rombongan Jangra menepi di Desa Ler - Ohoylim, pulau Kei Besar, sedangkan perahu rombongan Deu berlabuh untuk pertama kalinya di Desa Letvuan, Pulau Kei Kecil.

Letvuan dijadikan pusat pemerintahan, tempat dikembangkannya hukum adat Larvul Ngabal (Darah merah dan tombak Bali) atas gagasan Putri Dit Sakmas. Bukti hubungan dengan Bali ini di Kei kecil mencakup beberapa benda warisan dan sebuah tempat berlabuh yang dinamakan Bal Sorbay (Bali-Surabaya), yakni tempat perahu keluarga kerajaan itu dulu berlabuh.

Pewarta: Alex Sariwating

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2015