Ambon (Antara Maluku) - Ketua DPD PDI Perjuangan Maluku Edwin Adrian Huwae mengatakan, berbicara Pancasila sebagai dasar negara Indonesia tidak terlepas dari sosok mantan Presiden RI, Bung Karno.
"Untuk memahami Pancasila secara utuh, kita harus menyalami benang merah alur pemikiran Bung Karno, dan setidaknya dapat dirunut mulai dari pembelaan Bung Karno di hadapan pengadilan kolonial yang dikenal dengan Indonesia Menggugat sampai pidato 17 Agustus 1964 tentang trisakti," kata Edwin di Ambon, Senin.
Penjelasan Edwin disampaikan saat memperingati lahirnya Pancasila yang ke 70 tanggal 1 Juni 2015 di Kantor DPD PDI Perjuangan Maluku.
Dari benang merah itu, kata Edwin, akan ditemukan dialektika pemikiran Bung Karno tentang idealisasi sebuah negara merdeka dan bagaimana menjadikan sebuah negara itu merdeka.
"Di sinilah kita akan menemukan bahwa Pancasila itu hasil perenungan panjang Bung Karno terhadap budaya dan kepribadian yang hidup serta berkembang dalam keseharian rakyat Indonesia," tegasnya.
Dalam perkembangannya sejak disahkan menjadi dasar negara tanggal 17 Agustus 1945, Pancasila telah mengalami pasang surut berkaitan dengan eksistensinya sebagai falsafah dan pandangan hidup bangsa.
Selanjutnya pada kurun waktu 1965-1998, Pancasila telah dijadikan simbol kekuasaan bahkan didistenifikasi berdasarkan kehendak kekuasaan semata dalam kerangka pembangunan nasional.
Lalu di era reformasi, kata Edwin, atas nama pembebasan seolah melupakan Pancasila dan menganggapnya sebagai badan usaha yang tidak relevan dengan modernasisasi.
"Akibatnya dengan mata telanjang kita melihat banyak kerusakan dalam berbagain aspek kehidupan nasional yang membawa kita pada cengkeraman neoliberalisme dan neokapitalisme serta terbangunnya fundamentalisme yang merupakan ancaman besar bagi bansga dan negara," tndas Edwin.
Dua unsur yang ditambah dengan fundamentalisme dalam menemukan medannyasecara besar di bangsa yang sangat majemuk ini sehingga kedaulatan rakyatdilanggar oleh politik transaksional, keberdikarian rakyat dipencundangi olehpraktek kotor pemilik modal dan kepribadian bangsa digerus oleh arus modernisasi yang membawa individualisme dan semangat egoisme semppit.
Itulah sebabnya, mengapa nilai-nilai pancasila perlu direvitalisasi secarakontinyu.
Menurut Edwin, revitalisasi nilai ini berarti kita ingin menegaskan kembali bahwa nilai Pancasila merupakan dasar bagi penyelenggaraan kehidupan kenegaraan dan kemasyarakatan dalam berbagai dimensinya, baik politik, hukum, ekonomi, pemerintahan dan sosial budaya.
Revitalisasi berarti ada keinginan membangun kesadaran segenap potensi kolektif bangsa agar supaya bangga sebagai bangsa yang besar karena memiliki dasar filosofi kebangsaan yang mempersatukan bangsa Indonesia yang demikian besar dan majemuk dengan beragam etnis, bahasa, budaya, dan agama.
Pancasila yang telah digali bung Karno 70 tahun lalu sesungguhnya merupakan bintang petunjuk bagi bangsa Indonesia untuk mencapai cita-cita nasional yaitu rakyat yang adil dan makmur melalui jalan trisaksi, berdaulat secara politik, berdikari secara ekonomi, berkepribadian di bidang kebudayaan.
"Maka berkenan dengan momentum HUT ini, saya ajak seluruh PDIP dan tokoh pemuda untuk terus membangun kesadaran rakyat tentang pentingnya menghayati dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila sebagai nilai luhur bangsa, sebagai filosofi dan pandangan hidup berbangsa serta bernegara," kata Edwin yang juga Ketua DPRD Maluku ini.
Sebagai rakyat Maluku, budaya pela gando9ng, ain ni ain, kalwedo kidabela harus dimaknai sebagai kearifan lokal bidang tata sarinya Pancasila, sebab hanya di dalam negara Pancasila, budaya ini akan menumbuhkan kelestarian dan kebesaran dasar negara tersebut.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2015
"Untuk memahami Pancasila secara utuh, kita harus menyalami benang merah alur pemikiran Bung Karno, dan setidaknya dapat dirunut mulai dari pembelaan Bung Karno di hadapan pengadilan kolonial yang dikenal dengan Indonesia Menggugat sampai pidato 17 Agustus 1964 tentang trisakti," kata Edwin di Ambon, Senin.
Penjelasan Edwin disampaikan saat memperingati lahirnya Pancasila yang ke 70 tanggal 1 Juni 2015 di Kantor DPD PDI Perjuangan Maluku.
Dari benang merah itu, kata Edwin, akan ditemukan dialektika pemikiran Bung Karno tentang idealisasi sebuah negara merdeka dan bagaimana menjadikan sebuah negara itu merdeka.
"Di sinilah kita akan menemukan bahwa Pancasila itu hasil perenungan panjang Bung Karno terhadap budaya dan kepribadian yang hidup serta berkembang dalam keseharian rakyat Indonesia," tegasnya.
Dalam perkembangannya sejak disahkan menjadi dasar negara tanggal 17 Agustus 1945, Pancasila telah mengalami pasang surut berkaitan dengan eksistensinya sebagai falsafah dan pandangan hidup bangsa.
Selanjutnya pada kurun waktu 1965-1998, Pancasila telah dijadikan simbol kekuasaan bahkan didistenifikasi berdasarkan kehendak kekuasaan semata dalam kerangka pembangunan nasional.
Lalu di era reformasi, kata Edwin, atas nama pembebasan seolah melupakan Pancasila dan menganggapnya sebagai badan usaha yang tidak relevan dengan modernasisasi.
"Akibatnya dengan mata telanjang kita melihat banyak kerusakan dalam berbagain aspek kehidupan nasional yang membawa kita pada cengkeraman neoliberalisme dan neokapitalisme serta terbangunnya fundamentalisme yang merupakan ancaman besar bagi bansga dan negara," tndas Edwin.
Dua unsur yang ditambah dengan fundamentalisme dalam menemukan medannyasecara besar di bangsa yang sangat majemuk ini sehingga kedaulatan rakyatdilanggar oleh politik transaksional, keberdikarian rakyat dipencundangi olehpraktek kotor pemilik modal dan kepribadian bangsa digerus oleh arus modernisasi yang membawa individualisme dan semangat egoisme semppit.
Itulah sebabnya, mengapa nilai-nilai pancasila perlu direvitalisasi secarakontinyu.
Menurut Edwin, revitalisasi nilai ini berarti kita ingin menegaskan kembali bahwa nilai Pancasila merupakan dasar bagi penyelenggaraan kehidupan kenegaraan dan kemasyarakatan dalam berbagai dimensinya, baik politik, hukum, ekonomi, pemerintahan dan sosial budaya.
Revitalisasi berarti ada keinginan membangun kesadaran segenap potensi kolektif bangsa agar supaya bangga sebagai bangsa yang besar karena memiliki dasar filosofi kebangsaan yang mempersatukan bangsa Indonesia yang demikian besar dan majemuk dengan beragam etnis, bahasa, budaya, dan agama.
Pancasila yang telah digali bung Karno 70 tahun lalu sesungguhnya merupakan bintang petunjuk bagi bangsa Indonesia untuk mencapai cita-cita nasional yaitu rakyat yang adil dan makmur melalui jalan trisaksi, berdaulat secara politik, berdikari secara ekonomi, berkepribadian di bidang kebudayaan.
"Maka berkenan dengan momentum HUT ini, saya ajak seluruh PDIP dan tokoh pemuda untuk terus membangun kesadaran rakyat tentang pentingnya menghayati dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila sebagai nilai luhur bangsa, sebagai filosofi dan pandangan hidup berbangsa serta bernegara," kata Edwin yang juga Ketua DPRD Maluku ini.
Sebagai rakyat Maluku, budaya pela gando9ng, ain ni ain, kalwedo kidabela harus dimaknai sebagai kearifan lokal bidang tata sarinya Pancasila, sebab hanya di dalam negara Pancasila, budaya ini akan menumbuhkan kelestarian dan kebesaran dasar negara tersebut.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2015