Ambon (Antara Maluku) - Komisi Pemilihan Umum daerah Kabupaten Kepulauan Aru dan Kabupaten Seram Bagian Timur diduga telah melanggar aturan main saat berlangsung proses pendaftaran bakal calon kepala daerah yang akan mengikuti pilkada serentak 9 Desember 2015.
"Dugaan pelanggaran itu terjadi pada saat pasangan bakal calon kepala daerah yang mendaftar dengan menggunakan rekomendasi dari Partai Golkar dan PPP ada yang diterima dan ada yang ditolak, padahal ada duaisme dalam internal parpol tersebut," kata Koordinator Mollucas Democratization Voice (MDV) Rezal Sangaji di Ambon, Kamis.
MDV yang merupakan sebuah LSM pemerhati masalah demokrasi di Maluku ini menyoroti kinerja komisi pemilihan umum yang tidak independen dan sengaja meloloskan para bakal calon kepala daerah yang mengantongi rekomendasi partai yang secara internalnya terjadi dualisme kepemimpinan.
Menurut Rezal, sampai saat ini belum ada tim dari dua kubu berbeda baik di Golkar maupun PPP telah melakukan islah dan sepakat memberikan dukungan rekomendsi kepada salah satu dari sekian bakal calon kepala daerah yang mendaftar.
"Kami tidak mencampuri urusan internal partai, namun buktinya ada rekomendasi dari partai Golkar versi Agung Laksono diberikan kepada dr Johan Gonga lalu ditolak KPUD, kemudian menerima rekomendasi versi Aburizal Bakrie yang diberikan kepada Abraham Gainauw di Kepulauan Aru, dan kondisi ini sama dengan yang terjadi di Kabupaten SBT," katanya.
Kondisi serupa juga terjadi pada Partai Persatuan Pembangunan yang memberikan rekomendasi dari kedua kubu kepada setiap pasangan bakal calon kepala daerah yang berbeda.
Untuk proses pendaftaran di Kabupaten Kepulauan Aru, KPUD setempat juga berlaku tidak adil terhadap setiap pasangan, karena sengaja mengulur waktu khusus kepada Abraham Gainauw untuk mendaftar.
Seharusnya penutupan pendaftaran pada 28 Juli 2015 itu pukul 16.10 WIT, tetapi KPUD sengaja mengulur waktu khusus kepada Gainauw-Djafar Hamu untuk mendaftar pukul 19.00 WIT dengan membawa rekomendasi Gerindra dan Golkar versi Agung Laksono.
"KPUD harus lebih bersifat profesional serta konsisten dan apa pun alasannya, mereka harus bersandar pada aturan yang berlaku," kata Rezal.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2015
"Dugaan pelanggaran itu terjadi pada saat pasangan bakal calon kepala daerah yang mendaftar dengan menggunakan rekomendasi dari Partai Golkar dan PPP ada yang diterima dan ada yang ditolak, padahal ada duaisme dalam internal parpol tersebut," kata Koordinator Mollucas Democratization Voice (MDV) Rezal Sangaji di Ambon, Kamis.
MDV yang merupakan sebuah LSM pemerhati masalah demokrasi di Maluku ini menyoroti kinerja komisi pemilihan umum yang tidak independen dan sengaja meloloskan para bakal calon kepala daerah yang mengantongi rekomendasi partai yang secara internalnya terjadi dualisme kepemimpinan.
Menurut Rezal, sampai saat ini belum ada tim dari dua kubu berbeda baik di Golkar maupun PPP telah melakukan islah dan sepakat memberikan dukungan rekomendsi kepada salah satu dari sekian bakal calon kepala daerah yang mendaftar.
"Kami tidak mencampuri urusan internal partai, namun buktinya ada rekomendasi dari partai Golkar versi Agung Laksono diberikan kepada dr Johan Gonga lalu ditolak KPUD, kemudian menerima rekomendasi versi Aburizal Bakrie yang diberikan kepada Abraham Gainauw di Kepulauan Aru, dan kondisi ini sama dengan yang terjadi di Kabupaten SBT," katanya.
Kondisi serupa juga terjadi pada Partai Persatuan Pembangunan yang memberikan rekomendasi dari kedua kubu kepada setiap pasangan bakal calon kepala daerah yang berbeda.
Untuk proses pendaftaran di Kabupaten Kepulauan Aru, KPUD setempat juga berlaku tidak adil terhadap setiap pasangan, karena sengaja mengulur waktu khusus kepada Abraham Gainauw untuk mendaftar.
Seharusnya penutupan pendaftaran pada 28 Juli 2015 itu pukul 16.10 WIT, tetapi KPUD sengaja mengulur waktu khusus kepada Gainauw-Djafar Hamu untuk mendaftar pukul 19.00 WIT dengan membawa rekomendasi Gerindra dan Golkar versi Agung Laksono.
"KPUD harus lebih bersifat profesional serta konsisten dan apa pun alasannya, mereka harus bersandar pada aturan yang berlaku," kata Rezal.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2015