Relatif banyak investor dari dalam dan luar negeri yang berminat berinvestasi di Maluku Utara (Malut) setelah melihat besarnya potensi sumber daya alam yang dimiliki provinsi dengan luas 145.000 kilometer persegi ini.

Namun, para investor tersebut masih menunda untuk merealisasikan investasinya di Malut karena infrastruktur yang tersedia di provinsi berpenduduk sekitar 1.000.000 jiwa ini masih terbatas, terutama infrastruktur listrik yang merupakan faktor utama dalam operasional suatu kegiatan usaha.

"Mitra saya seorang investor dari Jakarta sejak 5 tahun lalu ingin sekali berinvestasi di bidang industri perikanan di Kabupaten Halmahera Barat. Akan tetapi, sampai sekarang dia belum mau merealisasikan investasinya itu karena dukungan listrik masih terbatas," kata Hendri, pengusaha di Malut.

Para investor yang ingin berinvestasi di suatu daerah, umumnya tidak melihat potensi sumber daya alam di daerah itu, tetapi juga dukungan infrastruktur bagi operasional kegiatan usaha yang akan mereka bangun, terutama listrik.

Mereka biasanya hanya menyediakan dana untuk infrastruktur usaha dan operasional usaha. Sementara itu, terkait dengan infrastruktur penunjang, seperti listrik, mereka mengharapkan prasarana itu dari PLN atau pemda. Pasalnya, untuk membangun pembangkit listrik sendiri, membutuhkan dana yang relatif sangat besar.

Anggota DPRD Provinsi Malut dari Partai Golkar, Edi Langkara, menilai alasan para investor menunda realisasi investasinya di provinsi itu karena terbatasnya listrik itu sangat logis.

Oleh karena itu, pemprov dan seluruh pemkab/pemkot di daerah ini harus segera mencari solusi terkait dengan keterbatasan listrik untuk kebutuhan investasi itu.

Pemenuhan kebutuhan listrik, terutama untuk investasi, tidak bisa hanya mengandalkan dari PT PLN karena perusahaan milik negara itu tampaknya masih sulit untuk menyediakan listrik untuk kebutuhan investasi, bahkan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga dan perkantoran saja masih kewalahan.

Hal lain yang juga harus menjadi pertimbangan semua pihak terkait di Malut dalam upaya memenuhi kebutuhan listrik untuk investasi adalah pemanfaatan potensi energi listrik terbarukan yang ada di daerah ini, di antaranya potensi panas bumi (geotermal), karena sumber energi listrik dari panas bumi ini tidak membutuhkan biaya operasional yang mahal sehingga bisa dijual dengan harga murah kepada investor.

"Sesuai data yang ada di provinsi ini ada potensi panas bumi yang sangat besar. Akan tetapi, mengapa potensi itu belum dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan listrik di Malut? Kalau potensi itu sudah dimanfaatkan menjadi sumber listrik, saya yakin investor akan berlomba merealisasikan investasinya di Malut," katanya.

Potensi panas bumi di Malut tersebar di sejumlah daerah, di antaranya di Kabupaten Halmahera Utara, Halmahera Barat, dan Halmahera Selatan yang keseluruhannya diprediksi bisa menghasilkan energi listrik sampai 400 megawatt.

Khusus potensi panas bumi di Kabupaten Halmahera Barat memang sudah dalam tahap eksploitasi. Namun, belum diketahui kapan bisa dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan listrik di daerah itu, padahal kabupaten ini merupakan salah satu daerah di Malut yang masih mengalami krisis listrik.


Program Prioritas

Gubernur Malut Abdul Gani Kasuba mengakui bahwa keterbatasan listrik menjadi salah satu masalah untuk mempercepat pembangunan di daerahnya, termasuk pemanfaatan potensi sumber daya alam dengan melibatkan para investor.

Oleh karena itu, masalah keterbatasan listrik itu menjadi salah satu prioritas pemprov setempat untuk dicarikan solusinya, di antaranya dengan mempercepat pemanfaatan potensi panas bumi menjadi sumber listrik.

Pemprov terus berkoordinasi dengan berbagai kementerian di pusat untuk mempercepat pemanfaatan potensi panas bumi di Malut, terutama di empat lokasi yang sesuai hasil penilitian mampu menghasilkan listrik masing-masing berkapasitas 100 megawatt.

"Kami juga terus berupaya mencari investor, baik dari dalam maupun luar negeri, yang berminat menggarap potensi panas bumi tersebut menjadi pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Kami akan memberikan berbagai kemudahan kepada investor yang berminat menggarap potensi itu," katanya.

Kemudahan serupa juga akan diberikan kepada investor yang berminat menggarap potensi sumber daya alam lainnya di Malut yang bisa dimanfaatkan menjadi sumber energi listrik, seperti sumber daya sungai menjadi pembangkit listrik tenaga air dan sumber daya matahari menjadi pembangkit listrik tenaga surya (PLTS).

Pemprov Malut juga terus mendorong PT PLN untuk meningkatkan kapasitas listriknya yang saat ini baru mencapai sekitar 40 megawatt, baik dengan menambah kapasitas pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) maupun dengan membangun pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).

Pengamat energi di Malut Asghar Saleh memandang perlu ada keseriusan dari pemerintah pusat, khususnya mengenai penetapan harga jual listrik dari investor yang membangun PLTU kepada PT PLN, guna mempercepat pemanfaatan potensi panas bumi di Malut menjadi sumber energi listrik.

Selama ini investor kurang serius membangun PLTU karena harga beli yang ditetapkan PLN dinilai relatif sangat murah dan dianggap investor tidak bisa menutupi biaya investasi dan operasional yang dikeluarkan untuk membangun PLTU.

Rencana Presiden RI Joko Widodo membentuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang khusus menanggani pemanfaatan potensi panas bumi menjadi sumber listrik, menurut dia, merupakan hal yang sangat bagus karena bisa memberi keleluasaan dan menghilangkan berbagai hambatan dalam pemanfaatan potensi panas bumi menjadi sumber listrik.

"Presiden Joko Widodo sebaiknya segera merealisasikan rencananya itu dan sebaiknya ikut melibatkan pemerintah daerah yang memiliki potensi panas bumi agar jika terjadi hambatan di daerah bisa cepat dituntaskan," ujarnya.

Pewarta: La Ode Aminuddin

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2015