Jakarta (ANTARA) - Menteri ESDM Arifin Tasrif mengingatkan kembali peran penting pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT) untuk menurunkan emisi gas rumah kaca di sektor energi, sekaligus mewujudkan net zero emission pada 2060 atau lebih cepat.
"Pada COP26 tahun 2021, Indonesia telah berkomitmen menurunkan emisi gas rumah kaca yang dipertegas bahwa Indonesia mencapai net zero emission pada 2060 atau lebih cepat. Untuk itu, diperlukan upaya memitigasi perubahan iklim dengan menurunkan emisi karbon (dekarbonisasi) dengan tetap menjaga ketahanan energi nasional," kata Menteri Arifin pada acara "The 8th Indonesia International Geothermal Convention & Exhibition (IIGCE) 2022" di Jakarta, Rabu (14/9/2022), seperti dikutip dari laman Kementerian ESDM di Jakarta, Kamis.
Aksi mitigasi yang berperan paling besar dalam menekan emisi gas rumah kaca di sektor energi adalah pengembangan EBT sebagai langkah transisi menuju energi yang lebih bersih, minim emisi, dan ramah lingkungan.
Menteri Arifin mengungkapkan Indonesia memiliki potensi EBT yang melimpah sekitar 3.000 GW dengan potensi panas bumi 24 GW.
Selama lima tahun terakhir, kapasitas pembangkit EBT terus mengalami peningkatan, yang saat ini tercatat 12 GW dengan panas bumi menyumbang 2,2 GW.
"Potensi EBT akan dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk mempercepat transisi energi. Pada 2060, kapasitas pembangkit EBT ditargetkan 700 GW yang berasal dari surya, hidro, bayu, bioenergi, laut, panas bumi, termasuk hidrogen dan nuklir," ujarnya.
Pembangkit panas bumi diperkirakan mencapai 22 GW yang didorong skema bisnis baru dan inovasi teknologi yang kompetitif dan terjangkau, antara lain deep drilling geothermal development, enhanced geothermal system, dan offshore geothermal development.
Menteri Arifin menambahkan, untuk mempercepat dan memperbesar pemanfaatan panas bumi sebagai sumber energi, pemerintah memberlakukan kembali tarif uap panas bumi dan tenaga listrik dan mengusulkan kemudahan proses perizinan penggunaan lahan di hutan konservasi, serta pembebasan pajak bumi dan bangunan.
Menurut dia, peningkatan dan percepatan pengembangan energi bersih membutuhkan beragam teknologi dan dukungan keuangan dari berbagai entitas yang meliputi pemerintah, organisasi internasional, lembaga keuangan, bisnis, serta filantropi.
"Terkait dengan akses penggunaan dan pemanfaatan teknologi harus dibuat lebih inklusif. Oleh karena itu, akses terhadap teknologi dan pembiayaan yang terjangkau harus dijajaki secara masif," katanya.
Baca juga: Menteri ESDM Arifin paparkan progres entitas khusus batu bara