Ambon (ANTARA) - Kepala sub-direktorat peringatan dini Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Abdul Muhari menegaskan, pengeboran panas bumi tidak memicu aktivitas gempa bumi.
Ia mengatakan di Ambon, Selasa, sebelumnya beredar pendapat warga di beberapa wilayah di Maluku seperti Suli, Tulehu dan Liang, Kabupaten Maluku Tengah (Malteng) yang menduga aktivitas pengeboran energi panas bumi yang dilakukan sejak 2010, merupakan salah satu faktor pemicu gempa bumi yang dialami warga kota Ambon, hingga Pulau Seram.
"Aktivitas gempa merupakan aktivitas dari bidang patahan di bumi, bukan karena aktivitas lainnya, " katanya.
Ia menjelaskan, pergerakan bidang gempa dipengaruhi oleh tekanan atau regangan bidang-bidang yang saling bersinggungan, bukan faktor eksternal yang bersifat lokal.
"Analoginya jika beberapa meja disusun saling bersinggungan, ketika satu sisi meja didorong maka seluruh meja akan bergerak. Bidang gempa adalah sisi meja, sedangkan episenter adalah titik awal mendorong meja," katanya.
Menurut dia, sejauh ini belum ada kajian yang memperlihatkan ada efek dari kegiatan pengeboran dalam memicu kejadian gempa bumi.
Kejadian gempa Ambon murni fenomena sesar aktif, bukan faktor lain.
BNPB saat ini bekerja sama dengan ITB dan BMKG memasang 11 seismograf untuk melakukan pemantauan dan penelitian di wilayah Ambon dan sekitarnya.
Muhari menjelaskan, pemantauan dan penelitian tersebut bertujuan untuk dapat memetakan dengan lebih detail karakteristik sesar aktif di Ambon agar mitigasi ke depan lebih terarah dan terukur.
Sementara itu data pos komando penanganan darurat bencana gempa Maluku per 28 Oktober 2019 mencatat korban meninggal 41 jiwa, luka ringan 226, luka berat 2 dan mengungsi 103.301 jiwa.
Selain dampak korban, gempa juga menyebabkan kerusakan dengan total rumah rusak berjumlah 12.137 unit dengan rincian rumah rusak berat (RB) 2.712 unit, rusak sedang (RS) 3.317 unit dan rusak ringan (RR) 6.108 unit, serta kerusakan fasilitas umum dan sosial sebanyak 730 unit.
Perkiraan kerugian mencapai sebesar Rp170 milyar untuk sektor perumahan dan Rp376 milyar untuk fasum dan fasos.