Ambon (ANTARA) -
DPRD Maluku memberikan dukungan positif terhadap langkah tegas pemerintah provinsi (pemprov) yang menutup sementara aktivitas penambangan emas ilegal di kawasan Gunung Botak, Kabupaten Buru guna menghindari pencemaran lingkungan akibat penggunaan bahan kimia berbahaya seperti zat merkuri dan sianida.
"Cairan merkuri merupakan logam berat yang digunakan untuk mengikat emas, sedangkan sianida dipakai para penambang guna memisahkan emas dari merkuri atau bijihnya dan sangat berpotensi menyebabkan pencemaran lingkungan," kata Ketua DPRD Maluku Benhur G. Watubun di Ambon, Selasa.
Pencemaran lingkungan akibat penggunaan merkuri menjadi perhatian serius pemerintah, sebab bisa menimbulkan dampak negatif terhadap ekosistem dan kesehatan manusia, terutama bagi masyarakat yang bergantung pada hasil laut di wilayah terdampak.
Untuk itu, kata dia, langkah Gubernur Maluku yang menutup sementara aktivitas pertambangan emas di Gunung Botak merupakan kebijakan yang tepat dalam rangka penataan dan DPRD juga menolak penggunaan merkuri di kawasan itu.
"Pencemaran merkuri dapat terjadi akibat aktivitas pertambangan, terutama pertambangan emas rakyat yang kurang mendapat pengawasan," ujarnya.
Kemudian, kata dia, kalau limbah merkuri sampai ke laut karena terbawa banjir akan merusak ekosistem dan biota laut menjadi tercemar serta meningkatkan risiko kontaminasi pada manusia.
"Terutama melalui konsumsi ikan yang terkontaminasi merkuri dapat menyebabkan gangguan pada sistem saraf pusat, ginjal, sistem imun, dan saluran pencernaan. Kelompok rentan seperti ibu hamil dan anak-anak sangat sensitif terhadap dampak merkuri," ujarnya.
Saat ini pemerintah telah melakukan berbagai upaya dalam mengatasi masalah pencemaran merkuri, termasuk penyusunan kebijakan larangan penggunaannya dalam pertambangan skala kecil dan upaya mengurangi emisi merkuri, sehingga lewat perhatian Pemprov dan DPRD Maluku diharapkan masalah pencemaran dapat ditangani secara serius dan efektif guna melindungi kesehatan masyarakat dan kelestarian lingkungan.
Guru Besar bidang Kimia Anorganik Fakultas MIPA Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon, Prof. Dr. Yusthinus Thobias Male mengatakan zat merkuri yang digunakan para penambang dalam mengeksplorasi emas sudah mengontaminasi ekosistem, dari tanah, air, tumbuhan dan juga hewan.
"Untuk itu belum terlambat dalam mengambil langkah-langkah penanganan untuk menertibkan. Jadi kalau pernah ditutup tahun 2018, tapi karena tidak ada solusi maka aktivitasnya berjalan lagi tiga tahun kemudian, padahal mereka sudah patuh," kata Male.
Dia memperlihatkan hasil penelitian menunjukkan merkuri sudah mengontaminasi ekosistem, namun belum terlambat untuk dilakukan penertiban dan melakukan penambangan dengan teknologi yang benar serta tidak menggunakan bahan berbahaya dan beracun.
Male juga menyinggung soal sinabar atau mineral berwarna merah yang merupakan bijih utama merkuri, di Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB).
"Dari permodelan arus maka diketahui limbah yang keluar ke laut akan sampai ke teluk luar dan bila masalah ini tidak tertangani dengan baik akan menjadi persoalan yang besar," ujarnya.
"Mereka menambangnya di laut lalu sedimennya bakal terdistribusi ke Teluk Piru, lewat Kaibobu hingga ke Kamariang. Jadi mari, ditata dengan baik, supaya jangan sampai sedimen yang mengandung sinabar itu tersebar melalui laut sebab kami telah membuktikannya lewat permodelan arus," tandasnya lagi.
Untuk itu, menurut dia, dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk seluruh biota karena indikasi awal sudah ada pada tanah, tumbuhan dan hewan, walaupun konsentrasinya rendah.