Kebijakan pemerintah melalui Kementerian Perikanan dan Kelautan di era pemerintahan Presiden Jokowi boleh dibilang banyak membuat gebrakan besar yang bertujuan memajukan kesejahteraan ekonomi rakyat.

Salah satu sasaran peningkatan perekonomin rakyat itu adalah masyarakat pesisir yang kebanyakan berprofesi sebagai nelayan.

Berbagai kebijakan pemerintah pun memihak kepada rakyat kecil.

Lihat saja Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudji Astuti yang mengeluarkan moratorium bidang perikanan sejak akhir 2014 telah membuat banyak pengusaha perikanan kelas atas, yang bekerja sama dengan perusahaan asing, menjadi kalang kabut.

Sebab fakta membuktikan, selama ini anak buah kapal (ABK) yang bekerja pada ratusan armada kapal penangkap ikan yang beroperasi di perairan Indonesia, termasuk Laut Aru dan Laut Arafura adalah warga negara asing.

Kondisi ini juga diperparah lagi dengan terungkapnya kasus dugaan penjualan manusia di Benjina, Kabupaten Kepulauan Aru akhir tahun yang dibongkar media asing.

Gelombang pemulangan ABK asing dari berbagai negara seperti Thailand, Myanmar, Laos, Korea dan Tiongkok, serta Kamboja pun dijalankan baik yang perusahaan perikanan tempat mereka bekerja berpangkalan di Ambon maupun Benjina dan Kota Tual.

Proses pemulangan ini berjalan baik, setelah pihak Imigrasi kelas 1 Ambon, Imigrasi Tual, organisasi internaisonal untuk migrasi (IOM) yang berkoordinasi dengan pihak kedutaan besar melakukan pendataan para ABK.

Sejak Oktober 2014 hingga 11 Septeber 2015, sedikitnya ada 1.416 ABK asing dari enam negara yang telah didata dan dikembalikan, khususnya dari Kota Ambon.

"Ribuan ABK asing ini telah didata secara resmi dan dikembalikan ke negara asal pascapemberlakukan moratorium bidang perikanan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan akhir tahun lalu," kata Kepala Imigrasi Ambon, Nanang Koesdarjanto.

Kebijakan moratorium ini bertujuan untuk melakukan penertiban izin penangkapan ikan oleh armada kapal milik pengusaha Indonesia maupun yang bekerja sama dengan negara lain seperti Thailand.

Seluruh armada kapal penangkap ikan pun ditarik dan berlabuh di kawasan teluk dalam Pulau Ambon sejak akhir tahun lalu.

Menurut Nanang, dari 1.416 ABK asing yang telah dipulangkan ini terdiri dari warga Thailand 805 orang, Tiongkok 187 orang, Korea 17 orang, Myanmar 147 orang, Kamboja 234 orang serta Laos sebanyak 26 orang.

"Umumnya mereka dilengkapi dokumen keimigrasian, seperti ratusan ABK Myanmar namun tidak memiliki surat jalan sehingga difasilitasi IOM dan berkoordinasi dengan pihak Kedutaan Besar (Kedubes) Myanmar untuk didata," katanya.

Kemudian sebelum diberangkatkan ke Yangon melalui Jakarta, IOM melakukan mediasi dan negosiasi dengan pihak perusahaan tempat ABK bekerja untuk melakukan pembayaran gaji.

"Ribuan ABK asing ini didata serta dipulangkan dari Kota Ambon, sedangkan untuk Kabupaten Kepulauan Aru danm sekitarnya ditangani Imigrasi Tual," kata Nanang menjelaskan.


Dampak Jangka Pendek

Fraksi Partai Nasdem DPRD Maluku lebih menyoroti dampak jangka pendek dari kebijakan pemerintah yang mengeluarkan moratorium bidang perikanan yang telah menimbulkan sejumlah permasalahan untuk diseriusi secepatnya.

"Kebijakan moratorium dari Menteri Kelautan dan Perikanan memang sangat positif untuk jangka panjang, sebaliknya untuk jangka pendek justru membawa sejumlah persoalan baru yang perlu diantisipasi segera," kata Ketua F-Nasdem DPRD Maluku, Abdullah Marasabessy.

Berbagai persoalan yang timbul akibat moratorium bidang perikanan di Maluku antara lain turunnya volume ekspor ikan secara drastis, laboratorium perikanan sejumlah pelabuhan perikanan yang telah dibangun tidak bisa beroperasi, terjadi pemutusan hubungan kerja atas karyawan perusahaan tanpa ikan.

Oleh karena itu, pemerintah daerah diharapkan dapat meminta perhatian serius dari pihak pusat terhadap dampak jangka pendek dari kebijakan moratorium dimaksud.

Menurut Abdullah, untuk jangka panjangnya memang tidak jadi masalah karena pemerintah menginginkan kesejahteraan para nelayan kecil dan pesisir di Tanah Air bisa mendapatkan kesempatan lebih besar untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi keluarganya dari hasil perikanan laut.

Kemudian pemerintah juga memberikan kesempatan bagi pemilik modal dari luar negeri untuk berinvestasi dalam bidang pengolahan hasil perikanan laut dan tentunya ikut membuka peluang kerja.

Tetapi perlu dipertimbangkan pula dampak jangka pendek dari moratorium yang telah mengakibatkan volume dan realisasi nilai ekspor Maluku turun jauh dan berakibat terhadap makin besarnya nilai devisit neraca perdagangan Maluku.

Karena tingginya besaran nilai defisit ini disebabkan rendahnya nilai ekspor yang semakin tidak berimbang dengan nilai impor barang dari luar negeri seperti bahan bakar mineral, tekstil, atau suku cadang kendaraan bermotor atau mesin-mesin lainnya.

"Fraksi Partai Nasdem juga minta kejelasan terkait Perpres tentang penetapan Maluku sebagai Lumbung Ikan Nasional (LIN), karena Perpres ini menjadi payung hukum bagi keberpihakan program persiapan infrastruktur pendukung Maluku sebagai lumbung ikan nasional," ujarnya.

Kepala Sekolah Usaha Menengah Perikanan (SUPM) Waiheru, Achmad Jais Elly, mengatakan, kebijakan moratorium bidang perikanan yang dikeluarkan Kementerian Kelautan dan Perikanan akan membuka peluang investasi bagi pengusaha asing yang lebih difokuskan pada bidang pengolahan hasil laut.

"Nantinya pemerintah hanya memberikan peluang investasi bagi orang asing untuk bidang pengolahan, sedangkan nelayan Indonesia akan diprioritaskan dalam usaha penangkapan ikan," ujarnya.

Pemerintah melihat tingkat ekonomi para nelayan kecil dan menengah di Indonesia selama ini tidak bisa berkembang secara baik, karena potensi kekayaan alam laut lebih banyak mendatangkan keuntungan besar bagi negara lain yang bekerja sama dengan pemilik modal besar di Tanah Air.

Lewat kebijakan moratorium, kata Achmad Jais, pemerintah secara perlahan melakukan pembenahan dalam bidang regulasi dan menertibkan berbagai pelanggaran yang terjadi selama ini, termasuk membatasi para investor asing untuk bergerak dalam budang usaha penangkapan ikan.

Kebijakan ini juga diharapkan semakin membuka lowongan kerja bagi ribuan tenaga kerja bagi Warga Negara Indonesia (WNI) khususnya di Provinsi Maluku untuk mendapatkan kesempatan kerja guna meningkatkan kesejahteraan mereka. 

Pewarta: Daniel Leonard

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2015