Ambon, 22/9 (Antara Maluku) - Ratusan pengungsi korban jebolnya dam alami Waiela mengeluhkan janji pemerintah memberikan bantuan sebesar Rp59 juta per kepala keluarga sejak tahun lalu hingga saat ini tidak pernah diterima.
"Yang baru diterima hanya Rp25 juta, itu pun merupakan dana bantuan dari Badan Penanggulangan Bencana Nasional," kata koordinator pengungsi Negeri Lima, Jus Uluputty di Ambon, Senin.
Padahal, saat kunjungan mantah Menkokesra saat itu bersama Karateker Gubernur Maluku dan Bupati Maluku Tengah ke lokasi bencana, telah dijanjikan kepada 522 KK korban jebolnya bendungan alami Waiela akan mendapatkan bantuan dana.
Bahkan karaketer Gubernur Maluku dan Bupati Malteng telah mengeluarkan surat keputusan untuk memberikan bantuan dana bagi para pengungsi.
"Apakah kita perlu menunggu Menkokesra yang baru atau karateker gubernur Maluku baru bisa mendapatkan dana bantuan yang sudah dijanjkan," ujarnya dengan
nada kesal.
Sementara anggota Fraksi PKS DPRD Maluku, Suhfi Majid mengatakan, soal SK Bupati dan gubernur yang dikeluarkan sebenarnya tidak memiliki ikatan yang memadai, jadi tidak ada ikatan apa-apa dari dua SK dimaksud.
"Ceritera dari SK Bupati mengatakan bahwa Negeri Lima kita bantu tetapi uang untuk bantuannya berasal dari pemerintah di tingkat pusat, lalu pertanyaannya siapa yang harus meminta dana itu," katanya.
Maka bupati yang harus bertanggung jawab, meski menerbitkan SK tetapi tidak
berjuang yang sama saja mubazir namanya.
Kemudian ada SK dari mantan karateker Gubernur Maluku Saud Situmorang yang membuat kategorisasi kerusakan, dimana ada bangunan warga yang rusak berat dan ringan.
Khusus untuk yang kategori rusak berat sebanyak 408 rumah menjadi kewenangan pemerintah di tingkat pusat dalam menanggulanginya, dan rusak ringan hanya lima rumah yang harus ditangani pemerintah provinsi.
SK dikeluarkan tahun 2014 tetapi SK ini tidak punya makna apa-apa untuk menyelesaikan masalah pengungsi korban jebolnya Dam Waiela di Negeri Lima karena tidak ada langkah yang dilanjutkan untuk memperjuangkan bantuan dana.
"Meski 1.000 SK pun tidak ada maknanya membantu persoalan pengungsi di
Negeri Lima dan langkah yang harus dilakukan adalah DPRD provinsi berkoordinasi dengan gubernur guna memanggil Bupati Malteng, terlepas apakah ini menjadi kewenangan kita atau bukan supaya bisa memastikan," tandasnya.
Dia juga memberikan contoh dana Inpres 06 bisa keluar karena gubernur saat itu
berbicara dengan DPR dan memperjuangkan persoalan ini bertahun-tahun, sekarang ada SK tapi tidak ada langkah maka diyakini tidak ada uang satu rupiah pun dicairkan untuk pengungsi Negeri Lima.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2015
"Yang baru diterima hanya Rp25 juta, itu pun merupakan dana bantuan dari Badan Penanggulangan Bencana Nasional," kata koordinator pengungsi Negeri Lima, Jus Uluputty di Ambon, Senin.
Padahal, saat kunjungan mantah Menkokesra saat itu bersama Karateker Gubernur Maluku dan Bupati Maluku Tengah ke lokasi bencana, telah dijanjikan kepada 522 KK korban jebolnya bendungan alami Waiela akan mendapatkan bantuan dana.
Bahkan karaketer Gubernur Maluku dan Bupati Malteng telah mengeluarkan surat keputusan untuk memberikan bantuan dana bagi para pengungsi.
"Apakah kita perlu menunggu Menkokesra yang baru atau karateker gubernur Maluku baru bisa mendapatkan dana bantuan yang sudah dijanjkan," ujarnya dengan
nada kesal.
Sementara anggota Fraksi PKS DPRD Maluku, Suhfi Majid mengatakan, soal SK Bupati dan gubernur yang dikeluarkan sebenarnya tidak memiliki ikatan yang memadai, jadi tidak ada ikatan apa-apa dari dua SK dimaksud.
"Ceritera dari SK Bupati mengatakan bahwa Negeri Lima kita bantu tetapi uang untuk bantuannya berasal dari pemerintah di tingkat pusat, lalu pertanyaannya siapa yang harus meminta dana itu," katanya.
Maka bupati yang harus bertanggung jawab, meski menerbitkan SK tetapi tidak
berjuang yang sama saja mubazir namanya.
Kemudian ada SK dari mantan karateker Gubernur Maluku Saud Situmorang yang membuat kategorisasi kerusakan, dimana ada bangunan warga yang rusak berat dan ringan.
Khusus untuk yang kategori rusak berat sebanyak 408 rumah menjadi kewenangan pemerintah di tingkat pusat dalam menanggulanginya, dan rusak ringan hanya lima rumah yang harus ditangani pemerintah provinsi.
SK dikeluarkan tahun 2014 tetapi SK ini tidak punya makna apa-apa untuk menyelesaikan masalah pengungsi korban jebolnya Dam Waiela di Negeri Lima karena tidak ada langkah yang dilanjutkan untuk memperjuangkan bantuan dana.
"Meski 1.000 SK pun tidak ada maknanya membantu persoalan pengungsi di
Negeri Lima dan langkah yang harus dilakukan adalah DPRD provinsi berkoordinasi dengan gubernur guna memanggil Bupati Malteng, terlepas apakah ini menjadi kewenangan kita atau bukan supaya bisa memastikan," tandasnya.
Dia juga memberikan contoh dana Inpres 06 bisa keluar karena gubernur saat itu
berbicara dengan DPR dan memperjuangkan persoalan ini bertahun-tahun, sekarang ada SK tapi tidak ada langkah maka diyakini tidak ada uang satu rupiah pun dicairkan untuk pengungsi Negeri Lima.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2015