Kalaulah ber-"selfie" itu dimaknai sebagai berfoto ria sendiri atau bersama teman di tempat dengan latar belakang yang ingin dikenang dan juga dibagikan ke semua orang, termasuk saudara, kerabat, dan handai tolan, barangkali itulah kesempatan yang tidak mau dilewatkan warga Kota Ambon pada saat-saat ini di Jembatan Merah Putih (JMP).
Maklum, jembatan sepanjang 1.140 meter yang melintasi udara di atas Teluk Ambon tersebut baru diresmikan penggunaannya oleh Presiden RI Joko Widodo, Senin (4/4), setelah dibangun hampir 6 tahun sejak pencanangannya pada bulan Juni 2011.
"Ya, ini kan salah satu kebanggaan Kota Ambon dan Maluku. Wajarlah kalau kita senang jembatan ini sudah jadi dan bisa digunakan," kata Simon Siwabessy saat ditemui usai ber-"selfie" di tengah-tengah jembatan, mengambil latar pilar-pilar dan besi baja penahannya.
Selain Simon, banyak warga masyarakat yang memarkir kendaraan mereka, baik motor maupun mobil, di tepi untuk berfoto bersama dan juga sendiri-sendiri.
Merry Hentihu, karyawan swasta, mengaku sengaja naik ke atas jembatan untuk berfoto sebelum pergi ke kantor.
"Dari rumah saya berangkat pagi supaya sampai di kantor tidak terlambat," katanya.
Seperti halnya Simon, wanita muda ini pun segera menyebarkan foto-foto "selfie"-nya ke Facebook dan Twitter.
Di belakang tempat Merry berdiri, sisa-sisa acara peresmian yang digelar di bagian tengah jembatan masih terlihat, termasuk spanduk ucapan selamat datang untuk Presiden Joko Widodo dan rombongan yang belum dilepas dari dinding pembatas.
Pagi itu, Selasa (5/4), hanya satu ruas jalan jembatan yang dibuka, mungkin karena kerja pembersihan bekas acara belum tuntas.
Dari atas jembatan, tidak terlihat lagi kapal feri yang biasa memberikan jasa penyeberangan Galala-Poka melintas di perairan teluk. Pihak ASDP Ambon menyatakan bahwa KMP Gabus, KMP Tenggiri, dan KMP Teluk Ambon yang melayani rute itu akan dialihkan ke tempat lain yang membutuhkan.
Selama ini, penyeberangan Galala-Poka memang menjadi alternatif akses jalan dari Pusat Kota Ambon menuju kawasan Bandara Internasional Pattimura atau sebaliknya, selain jalan darat yang menyisir tepi Teluk Ambon. Dengan dibukanya JMP untuk kendaraan umum, jarak dan waktu tempuh dari dan ke dua kawasan itu pun menjadi lebih dekat dan singkat.
Banyak pihak, termasuk pemerintah daerah, tentu berharap terbukanya akses jalan itu akan meningkatkan minat wisatawan dan para pemilik modal berkunjung dan berinvestasi di Kota Ambon.
Cukup Lama
Kegembiraan warga Kota Ambon dan Maluku pada umumnya atas peresmian JMP cukup wajar. Betapa pun pembangunan jembatan ini memakan waktu cukup lama sehingga menimbulkan kegemasan.
Awalnya jembatan yang dibangun oleh PT Wika itu direncanakan selesai dikerjakan dalam waktu 3 tahun dan akan diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebelum turun tahta pada tahun 2014. Apa lacur, hingga kursi RI 1 diduduki Joko Widodo, pengerjaannya masih berlanjut kira-kira selama 2 tahun.
Rencana peresmian pun tertunda hingga beberapa kali, paling akhir ketika berlangsung Pesta Paduan Suara Tingkat Nasional di Kota Ambon, Oktober 2015. Penyambungan bentangan tengah yang dijadwalkan saat "Malam Old and New" di penghujung tahun lalu pun gagal akibat gempa 5,2 skala Richter yang menggunjang Kota Ambon.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, saat meninjau JMP pada malam menjelang tahun 2016, mengakui bahwa pembangunan jembatan itu memerlukan ketelitian yang luar biasa. Sekali saja salah, pekerjaan harus dimulai dari nol lagi.
Meskipun demikian, dia yakin jembatan itu akan benar-benar rampung pengerjaannya pada bulan Maret 2016, dan tinggal menunggu peresmian. Kini, apa yang dia katakan terbukti sudah.
Jembatan Merah Putih dibangun dengan biaya APBN sebesar Rp731,5 miliar dengan tipe jembatan "cable stayed double pylon" dengan umur (ketahanan) diperkirakan 100 tahun. Kealotan pembangunannya disebabkan banyak faktor, termasuk pertimbangan tinggi jembatan yang harus memungkinkan bagi kapal-kapal perang TNI AL melewatinya.
Akan tetapi, semua itu sudah berlalu dan dapat dilalui dengan gemilang. Tinggal sekarang bagaimana pemerintah, baik Kota Ambon maupun Maluku, melakukan terobosan-terobosan guna meningkatkan iklim investasi dan kemajuan usaha kepariwisataan demi menggenjot pertumbuhan ekonomi daerah.
Rencana perusahaan Spacecon dari Korea Selatan membangun Victoria Park Hotel berlantai 40 mungkin bisa didesak untuk dipercepat. Demikian pula, dengan rencana Lippo Group membangun Siloam Hospital.
Terbukanya JMP setidaknya mendukung rencana Spacecon yang juga ingin membangun kawasan pusat perbelanjaan di sekitar hotel dan penerbangan langsung Seoul-Ambon guna memperlancar arus barang dan jasa.
Dari sisi kepariwisataan, Pulau Ambon memiliki banyak objek wisata pantai, air panas, dan juga peninggalan sejarah seperti Benteng Amsterdam, Gereja Portugis, dan Masjid Wapaue yang diperkirakan berusia lebih dari 400 tahun.
Ada juga pesona seni adat dan budaya, seperti Panas Pela, Timba Laor, Pukul Sapu dan lain-lain, yang dapat dijual kepada masyarakat internasional.
Bila selama ini akses jalan dari pusat Kota Ambon ke Bandara Pattimura dan sebaliknya menjadi faktor kemalasan wisatawan dan pengusaha datang ke kota ini, sekarang tentu itu sudah lenyap dengan kehadiran JMP.
"Bottleneck"
Kehadiran JMP di satu sisi memang mempercepat jarak dan waktu tempuh Pusat Kota Ambon-Bandara Internasional Pattimura. Namun, perlu juga diantisipasi potensi kemacetan arus lalu lintas, khususnya di kawasan Batu Merah yang merupakan daerah "bottleneck" (jalan menyempit) dan menanggung beban terminal bayangan angkutan kota.
Dibukanya JMP tentu memperlancar laju kendaraan menuju Kota Ambon. Akan tetapi, ketika memasuki area "turun-turun" Batumerah, ruas jalan sudah tidak selebar sebelumnya. Kondisi ini jelas berpotensi menimbulkan kendaraan bertumpuk dan kemacetan parah.
Solusi yang mungkin bisa dipertimbangkan adalah menghilangkan terminal bayangan angkutan kota Batumerah dan membuat jembatan penyeberangan bagi pejalan kaki, mengingat di jalan tersebut mobilitas warga menyeberang sangat tinggi, baik untuk aktivitas sehari-hari maupun sembahyang di Masjid Agung An`Nur.
Tambahan lagi, kawasan Batumerah selama ini juga merupakan pusat penjualan panganan kecil dan toko cendera mata khas Maluku, seperti perahu cengkih dan kerang mutiara. Pada hari-hari tertentu, apalagi saat puasa ramadhan, relatif banyak orang beraktivitas di sana.
Semua pihak tentu berharap JMP yang menjadi jawaban bagi para wisatawan dan investor tidak bermuara pada persoalan baru. Oleh karena itu, pemerintah daerah harus cepat memikirkannya agar Ambon yang cantik dan manis memang dapat dipeluk predikatnya.
Satu hal yang pasti, saat ini JMP yang merupakan jembatan terpanjang di Indonesia timur pasti menjadi salah satu hal yang dapat dibanggakan. Ia juga menambah koleksi ikon Kota Ambon setelah Patung Pattimura, Lapangan Merdeka, Gong Perdamaian Dunia, Patung Martha Christina, Patung Johannes Leimena, dan sebagainya.
Saat malam tiba, dari atas jembatan itu siapa saja bisa menikmati keindahan Teluk Ambon dan sebagian wajah Ibu Kota Maluku.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2016
Maklum, jembatan sepanjang 1.140 meter yang melintasi udara di atas Teluk Ambon tersebut baru diresmikan penggunaannya oleh Presiden RI Joko Widodo, Senin (4/4), setelah dibangun hampir 6 tahun sejak pencanangannya pada bulan Juni 2011.
"Ya, ini kan salah satu kebanggaan Kota Ambon dan Maluku. Wajarlah kalau kita senang jembatan ini sudah jadi dan bisa digunakan," kata Simon Siwabessy saat ditemui usai ber-"selfie" di tengah-tengah jembatan, mengambil latar pilar-pilar dan besi baja penahannya.
Selain Simon, banyak warga masyarakat yang memarkir kendaraan mereka, baik motor maupun mobil, di tepi untuk berfoto bersama dan juga sendiri-sendiri.
Merry Hentihu, karyawan swasta, mengaku sengaja naik ke atas jembatan untuk berfoto sebelum pergi ke kantor.
"Dari rumah saya berangkat pagi supaya sampai di kantor tidak terlambat," katanya.
Seperti halnya Simon, wanita muda ini pun segera menyebarkan foto-foto "selfie"-nya ke Facebook dan Twitter.
Di belakang tempat Merry berdiri, sisa-sisa acara peresmian yang digelar di bagian tengah jembatan masih terlihat, termasuk spanduk ucapan selamat datang untuk Presiden Joko Widodo dan rombongan yang belum dilepas dari dinding pembatas.
Pagi itu, Selasa (5/4), hanya satu ruas jalan jembatan yang dibuka, mungkin karena kerja pembersihan bekas acara belum tuntas.
Dari atas jembatan, tidak terlihat lagi kapal feri yang biasa memberikan jasa penyeberangan Galala-Poka melintas di perairan teluk. Pihak ASDP Ambon menyatakan bahwa KMP Gabus, KMP Tenggiri, dan KMP Teluk Ambon yang melayani rute itu akan dialihkan ke tempat lain yang membutuhkan.
Selama ini, penyeberangan Galala-Poka memang menjadi alternatif akses jalan dari Pusat Kota Ambon menuju kawasan Bandara Internasional Pattimura atau sebaliknya, selain jalan darat yang menyisir tepi Teluk Ambon. Dengan dibukanya JMP untuk kendaraan umum, jarak dan waktu tempuh dari dan ke dua kawasan itu pun menjadi lebih dekat dan singkat.
Banyak pihak, termasuk pemerintah daerah, tentu berharap terbukanya akses jalan itu akan meningkatkan minat wisatawan dan para pemilik modal berkunjung dan berinvestasi di Kota Ambon.
Cukup Lama
Kegembiraan warga Kota Ambon dan Maluku pada umumnya atas peresmian JMP cukup wajar. Betapa pun pembangunan jembatan ini memakan waktu cukup lama sehingga menimbulkan kegemasan.
Awalnya jembatan yang dibangun oleh PT Wika itu direncanakan selesai dikerjakan dalam waktu 3 tahun dan akan diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebelum turun tahta pada tahun 2014. Apa lacur, hingga kursi RI 1 diduduki Joko Widodo, pengerjaannya masih berlanjut kira-kira selama 2 tahun.
Rencana peresmian pun tertunda hingga beberapa kali, paling akhir ketika berlangsung Pesta Paduan Suara Tingkat Nasional di Kota Ambon, Oktober 2015. Penyambungan bentangan tengah yang dijadwalkan saat "Malam Old and New" di penghujung tahun lalu pun gagal akibat gempa 5,2 skala Richter yang menggunjang Kota Ambon.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, saat meninjau JMP pada malam menjelang tahun 2016, mengakui bahwa pembangunan jembatan itu memerlukan ketelitian yang luar biasa. Sekali saja salah, pekerjaan harus dimulai dari nol lagi.
Meskipun demikian, dia yakin jembatan itu akan benar-benar rampung pengerjaannya pada bulan Maret 2016, dan tinggal menunggu peresmian. Kini, apa yang dia katakan terbukti sudah.
Jembatan Merah Putih dibangun dengan biaya APBN sebesar Rp731,5 miliar dengan tipe jembatan "cable stayed double pylon" dengan umur (ketahanan) diperkirakan 100 tahun. Kealotan pembangunannya disebabkan banyak faktor, termasuk pertimbangan tinggi jembatan yang harus memungkinkan bagi kapal-kapal perang TNI AL melewatinya.
Akan tetapi, semua itu sudah berlalu dan dapat dilalui dengan gemilang. Tinggal sekarang bagaimana pemerintah, baik Kota Ambon maupun Maluku, melakukan terobosan-terobosan guna meningkatkan iklim investasi dan kemajuan usaha kepariwisataan demi menggenjot pertumbuhan ekonomi daerah.
Rencana perusahaan Spacecon dari Korea Selatan membangun Victoria Park Hotel berlantai 40 mungkin bisa didesak untuk dipercepat. Demikian pula, dengan rencana Lippo Group membangun Siloam Hospital.
Terbukanya JMP setidaknya mendukung rencana Spacecon yang juga ingin membangun kawasan pusat perbelanjaan di sekitar hotel dan penerbangan langsung Seoul-Ambon guna memperlancar arus barang dan jasa.
Dari sisi kepariwisataan, Pulau Ambon memiliki banyak objek wisata pantai, air panas, dan juga peninggalan sejarah seperti Benteng Amsterdam, Gereja Portugis, dan Masjid Wapaue yang diperkirakan berusia lebih dari 400 tahun.
Ada juga pesona seni adat dan budaya, seperti Panas Pela, Timba Laor, Pukul Sapu dan lain-lain, yang dapat dijual kepada masyarakat internasional.
Bila selama ini akses jalan dari pusat Kota Ambon ke Bandara Pattimura dan sebaliknya menjadi faktor kemalasan wisatawan dan pengusaha datang ke kota ini, sekarang tentu itu sudah lenyap dengan kehadiran JMP.
"Bottleneck"
Kehadiran JMP di satu sisi memang mempercepat jarak dan waktu tempuh Pusat Kota Ambon-Bandara Internasional Pattimura. Namun, perlu juga diantisipasi potensi kemacetan arus lalu lintas, khususnya di kawasan Batu Merah yang merupakan daerah "bottleneck" (jalan menyempit) dan menanggung beban terminal bayangan angkutan kota.
Dibukanya JMP tentu memperlancar laju kendaraan menuju Kota Ambon. Akan tetapi, ketika memasuki area "turun-turun" Batumerah, ruas jalan sudah tidak selebar sebelumnya. Kondisi ini jelas berpotensi menimbulkan kendaraan bertumpuk dan kemacetan parah.
Solusi yang mungkin bisa dipertimbangkan adalah menghilangkan terminal bayangan angkutan kota Batumerah dan membuat jembatan penyeberangan bagi pejalan kaki, mengingat di jalan tersebut mobilitas warga menyeberang sangat tinggi, baik untuk aktivitas sehari-hari maupun sembahyang di Masjid Agung An`Nur.
Tambahan lagi, kawasan Batumerah selama ini juga merupakan pusat penjualan panganan kecil dan toko cendera mata khas Maluku, seperti perahu cengkih dan kerang mutiara. Pada hari-hari tertentu, apalagi saat puasa ramadhan, relatif banyak orang beraktivitas di sana.
Semua pihak tentu berharap JMP yang menjadi jawaban bagi para wisatawan dan investor tidak bermuara pada persoalan baru. Oleh karena itu, pemerintah daerah harus cepat memikirkannya agar Ambon yang cantik dan manis memang dapat dipeluk predikatnya.
Satu hal yang pasti, saat ini JMP yang merupakan jembatan terpanjang di Indonesia timur pasti menjadi salah satu hal yang dapat dibanggakan. Ia juga menambah koleksi ikon Kota Ambon setelah Patung Pattimura, Lapangan Merdeka, Gong Perdamaian Dunia, Patung Martha Christina, Patung Johannes Leimena, dan sebagainya.
Saat malam tiba, dari atas jembatan itu siapa saja bisa menikmati keindahan Teluk Ambon dan sebagian wajah Ibu Kota Maluku.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2016