Ambon, 20/4 (Antara Maluku) - Kantor Ombudsman Perwakilan Provinsi Maluku mencatat sampai triwulan III 2016 telah menerima sebanyak 43 laporan pengaduan masyarakat, terkait pelayanan publik di daerah ini.

"Dari 43 laporan tersebut, sebanyak 37 laporan langsung disampaikan ke kantor ombudsman setempat, tiga laporan melalui media masa dan tiga laporan melalui surat," kata Kepala Kantor Ombudsman Perwakilan Provinsi Maluku, Eli Radianto, di Ambon, Selasa.

Menurut dia, masyarakat lebih senang melaporkan langsung ke kantor Ombudsman, selain melalui media massa dan surat.

Ia menjelaskan, laporan pengaduan masyarakat tertinggi adalah Kota Ambon sebanyak 36 laporan, Kabupaten Maluku Tengah (Malteng) empat laporan, Kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB) satu laporan, Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT) satu laporan dan Kabupaten Buru Selatan (Bursel) satu laporan.

"Jadi, total seluruhnya sebanyak 43 laporan," kata Eli.

Selanjutnya, instansi terlapor atau instansi yang dilaporkan, lebih banyak dari kabupaten/kota, yakni 11 laporan dan pemerintah provinsi enam laporan.

Selain itu, instansi terlapor dari BUMN, di antaranya PT PLN, PT PELNI, PT Jasa Raharja, sebanyak enam laporan dan BUMD satu laporan.

Kemudian instansi terlapor penegak hukum dari Kepolisian Daerah dua laporan dan dan Polsek lima laporan serta Pengadilan Tinggi dua laporan.

"Berdasarkan daerah asal instansi terlapor tersebut, Kota Ambon menempati posisi tertinggi sebanyak 26 laporan, Malteng 10 laporan, MBD dua laporan, Kota Tual satu laporan, Bursel satu laporan, MTB satu laporan, dan SBT satu laporan," jelas Eli.

Ia mengatakan sesuai pengklasifikasian laporan tersebut, ada penyimpangan prosedur, penundaan berlarut dan pungli (pungutan liar).

Lebih lanjut, Eli menjelaskan penundaan berlarut biasanya ada di pihak kepolisian, karena ada beberapa pelapor menyampaikan kepada pihaknya, bahwa ada laporan masyarakat belum tertangani.

"Kami sudah menindaklanjuti laporan tersebut dan pihak kepolisian juga sudah ada yang menyelesaikan," kata Eli.

Sedangkan masalah terkait penyimpangan prosedur, katanya, ada beberapa instansi pemerintah, baik instansi pemerintah kota maupun instansi pemerintah kabupaten, pihaknya juga sudah datang ke daerah tersebut untuk menindaklanjuti laporan masyarakat.

"Kami kumpulkan semua laporan untuk diinvestigasi dan melakukan pertemuan dengan pejabat terkait, baik di pemerintah kota maupun pemerintah kabupaten, seuai dengan materi laporan yang diterima pihaknya," ujar Eli.

Ketika ditanya kendala dalam menangani laporan pengaduan masyarakat, dia menyatakan ada karena bukti-bukti laporan tertulis ada yang belum disampaikan atau belum lengkap, tetapi ada juga dokumen-dokumen berupa surat bukti laporan sudah disampaikan kepada pihaknya.

"Kendala utama di Provinsi Maluku adalah kondisi geografis yang terdiri dari pulau-pulau yang jauh dan transportasi, sehingga membutuhkan anggaran yang cukup besar untuk bisa menjangkau wilayah di pulau-pulau tersebut," tandas Eli.

Menurut Eli, ada 16 laporan sudah diselesaikan dan empat laporan masih menunggu data tambahan karena yang melapor belum melengkapi data.

Ia memberi contoh pungutan liar. Pihaknya membutuhkan bukti berupa kuitansi termasuk bukti diri pelapor berupa KTP (Kartu Tanda Penduduk) atau data pribadi lainnya.

Selanjutnya, menunggu tanggapan terlapor, ada delapan, ini untuk daerah-daerah terjauh dan pihaknya sudah membuat surat untuk meminta klarifikasi. Surat klarifikasi ini, biasanya disampaikan sebanyak tiga kali.

"Kalau surat klarifikasi ketiga tidak ditanggapi, kami akan segera turun ke daerah itu untuk melakukan klarifikasi langsung," kata Eli.

Selain itu, yang masih dalam proses penanganan sebanyak 14 laporan, dan kalau ada laporan yang bukan kewenangan pihaknya, itu dikembalikan. Misalnya masalah pidana, itu diarahkan untuk dilaporkan ke pihak kepolisian.

"Jadi, dari 43 laporan yang masuk sampai triwulan ke tiga 2016, 23 persen laporan sudah diselesaikan dan 20 persen sementara menunggu tanggapan terlapor," ungkap Eli.

Pewarta: Rofinus E. Kumpul

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2016