Ambon, 23/8 (Antara Maluku) - Program normalisasi sungai Anhony, kabupaten Buru tidak menggunakan APBD Maluku tetapi berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK) APBN 2015 senilai Rp1,3 miliar melalui dinas Pekerjaan Umum(PU) setempat dan proyek itu dimenangkan PT. Cita Cipta Pratama (CCP).

"Komisi B DPRD Maluku pernah melakukan peninjauan lokasi penambangan emas tanpa izin di gunung Botak, Kabupaten Buru pada 2015 dan mendapat laporan petugas lapangan PT. CCP bahwa mereka tidak bisa melakukan normalisasi sungai Anhony akibat dilarang," kata anggota Komisi B DPRD setempat, Samson Atapary, di Ambon, Selasa.

Normalisasi sungai ini harus dikerjakan PT. CCP dari hulu sungai sekitar 500 meter panjangnya menuju arah hilir.

Namun, saat itu PT. BPS sudah masuk terlebih dahulu di lokasi tersebut untuk melakukan reklamasi dengan cara mengangkat matrial limbah sedimen mengandung mercuri yang dilakukan ribuan penambangan emas ilegal.

"Jadi PT. CCP sebelum melakukan tugasnya, lokasi itu sudah dikuasai PT. BPS sehingga program normalisasi dari hulu sungai itu justeru dihalangi dan ada informasi didukung oknum aparat keamanan," ujar Samson.

Akibatnya masa kerja normalisasi sungai dalam kontrak selama 21 hari tidak bisa direalisasikan PT. CCP sehingga tidak diketahui pasti apakah anggaran Rp1,3 miliar dari DAK itu sudah dicairkan seluruhnya atau belum, tetapi belakangan perusahaan tersebut ikut melakukan pengangkatan matrial sama seperti PT. BPS.

"Untuk mengangkat sediman itu apakah mereka memakai uang Rp1,3 miliar atau bukan, karena nomenklaturnya bukan mengangkat sedimen tetapi normalisasi. Jadi tinggal dikonfirmasi ke PT. CCP. Jadi kalau memang dananya dipakai, maka itu bertentangan dan merupakan sebuah pelanggaran hukum," tandas Samson.

Tetapi kalau uangnya dikembalikan ke kas daerah lalu PT.CCP mengangkat sedimen menggunakan dana lain bukan soal jadi tinggal jaksa melakukan penelusuran Rp1,3 miliar sesuai kontrak yang sudah diterima atau belum.

Dikatakann, kalau pun PT. CCP menerima seluruh anggarannya, maka itu sudah menyalahi prosedur karena mestinya pencairan termin pertama saja yang diterima 20 persen dan dia membuat laporan perkembangan pekerjaan di lapangan hingga rampung baru sisanya menyusul.

Namun bila dananya sudah dicairkan 100 persen, maka jaksa harus melakukan pengusutan karena tidak ada pekerjaan di lapangan.

Terungkapnya kasus ini berawal dari penyelidikan jaksa terhadap dugaan gratifikasi yang dilakukan PT. BPS ke Pemprov Maluku melalui Kepala Dinas ESDM, Martha Nanlohy guna melakukan reklamasi bekas kawasan penambangan emas tanpa izin di gunung Botak dan sekitarnya.

PT. BPS bertugas melakukan pengangkatan sediman mengandung limbah mercuri, sedangkan PT. CCP seharusnya melakukan normalisasi sungai Anhony setelah memenangkan tender lelang proyek pada Dinas PU Maluku dengan masa kontrak kerja selama 21 hari.

Namun, sampai berakhir masa kontrak kerja, PT. CCP tidak melakukan normalisasi sungai, tetapi ikut mengangkat sedemian yang merupakan limbah berbahaya sehingga tim penyidik Kejaksaan Tinggi Maluku telah memanggil Kadis PU Maluku,Ismail Usemahu dan bendaharanya Ny. Cory S untuk dimintai keterangan sebagai saksi.

Pewarta: Daniel Leonard

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2016