Ambon, 1/12 (Antara Maluku) - Belasan warga asal negeri Tulehu, kecamatan Salahutu (Pulau Ambon), kabupaten Maluku Tengah selaku pemilik lahan yang dijadikan pembangunan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi(PLTPB) kembali menemui komisi A DPRD Maluku.

"Kami hadir kembali untuk menjelaskan kronologis pembebasan lahan akan dijadikan lokasi pembangunan proyek PLTPB sejak 2014 yang dimulai dengan kegiatan survei lokasi," kata salah satu pemilik lahan, Haris Kotta, di Ambon, Kamis.

Penjelasan Haris disampaikan saat pertemuan antara Komisi A DPRD Maluku dengan warga bersama manajemen PT. (Persero) PLN Maluku-Malut serta Kanwil Badan Pertanahan Nasional Maluku serta Biro Hukum Setda provinsi.

Menurut dia, survei lahan di dusun Talanghaha dilakukan dua tim dan melibatkan warga sekaligus diadakan pendataan nama-nama pemilik lahan oleh pihak BPN provinsi Maluku.

"Dari sinilah diterbitkan daftar nominatif 17 warga pemilik lahan ditambah dua pemilik yang tidak sempat diukur lahannya pada 10 Desember 2014 oleh BPN," ujar Haris.

Daftar nominatif ini kemudian diserahkan ke Camat Salahutu, Raja Negeri Tulehu, serta Raja Negeri Suli dengan tujuan memberikan peluang selama 14 hari kepada para pihak yang merasa keberatan atau mengajukan komplain.

Setelah melewati batas waktu 14 hari ternyata tidak ada keberatan sehingga proses pembebasan lahan tahap pertama berjalan lancar.

Namun, belakangan ada dua warga Negeri Suli atas nama Max Sitanala dan Markus Pattirane mengajukan keberatan ke BPN provinsi.

"Max Sitanala membawa bukti surat keputusan pengadilan yang sebenarnya objek lahan berbeda. Markus Pattirane membawa copian surat register dati tahun 1814 sehingga pembebasan lahan terhambat," katanya.

Pemilik lahan lainnya, Ali Lestaluhu mengatakan, dusun Talanghaha itu sangat luas dan masuk sampai ke lokasi pemandian air panas Tulehu sehingga ada kesan orang lain ingin mencari keuntungan dari masuknya proyek PLTPB dari PLN di kawasan itu.

Warga juga menyangkan sikap BPN provinsi Maluku yang dinilai tidak konsisten dengan kesepakatan awal pascapembuatan daftar nominatif selama 14 hari.

Anggota komisi A DPRD Maluku, Luthfi Sanaky mengatakan, ada dua hal penting yang harus dipertimbangkan dalam persoalan ini yakni menyangkut kepentingan umum dan hak-hak masyarakat.

"Apalagi pihak panitia juga dinilai terlalu cepat mengambil langkah sehingga perlu ada pengusulan solusi sehingga semua kepentingan bisa jalan," ujarnya.

Sementara ketua komisi A, Melkias Frans mengatakan pertemuan saat ini belum bisa dikatakan final karena komisi harus mengundang dua warga dari Negeri Suli guna mendengarkan penjelasan mereka.

Dia menambahkan, persoalan kepemilikan lahan ini juga telah mengakibatkan pihak PLN melalui BPN provinsi Maluku telah menitipkan dana pembebasan lahan senilai Rp4 miliar ke pengadilan.

Pewarta: Daniel Leonard

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2016