Ambon, 1/4 (Antara Maluku) - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti meminta masyarakat Maluku untuk berpartisipasi mengawasi kemungkinan adanya aktivitas "illegal fishing" atau pencurian ikan di wilayah perairan mereka.
Pernyataan tersebut dinyatakan oleh Menteri Susi yang juga Komandan Satgas 155 usai menenggelamkan 81 kapal ikan pelaku pencurian ikan di 12 daerah di Indonesia secara bersamaan melalui "video conference" dari Desa Morela Kabupaten Maluku Tengah, Pulau Ambon, Sabtu.
"Kita harus bersuara satu dan info yang terbaru harus didapat dari masyarakat, kalau masyarakat tidak peduli kan susah. Kita di Jakarta matanya jauh, masyarakat setempat yang harus mengamati, menganalisa, melaporkan," ucapnya, menegaskan
Ia mengatakan kegiatan pencurian ikan di wilayah perairan teritorial Indonesia, tak terkecuali Maluku, dilakukan secara terorganisir dan tersistematis.
Mafia "illegal fishing" di Indonesia sejak dulu telah melibatkan oknum-oknum dalam negeri, mulai dari tingkat Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) hingga aparat penegak hukum yang bertugas mengawasi langsung di lapangan.
"Illegal fishing itu mafia, mereka merekrut dan bekerja di semua lini pasti ada. Dulu illegal fishing berpuluh tahun hidup di Indonesia bisa jalan karena ada oknum-oknum di kelautan, dinas, kepolisian, TNI AL, Bakamla mereka coba rekrut," tuturnya.
Saat ini, menurut Susi, aktivitas pencurian ikan di Maluku masih terus terjadi, karena itu KKP bekerja sama dengan Pangkalan Utama TNI AL (Lantamal) IX Ambon, Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) di Indonesia timur, Polair dan satuan tugas (Satgas) 155 lainnya untuk mengawasi perairan.
Ia mencontohkan kapal-kapal milik warga Filipina yang masih beroperasi di lautan Seram, beberapa di antaranya telah ditenggelamkan di perairan setempat.
"Masih ada illegal fishing di Maluku. Rumpon-rumpon yang kemarin di tanam di lautan Seram itu milik orang-orang Filipina, dan mereka masih memberikan info kepada kapal-kapal Filipina yang datang mengambil ikan di rumpon-rumpon tersebut," ungkapnya.
Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 44 Tahun 2016 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal, menyatakan aktivitas penangkapan ikan di laut Indonesia hanya boleh dilakukan oleh nelayan Indonesia, sedangkan untuk pengolahan bisa dilakukan pihak asing.
Hal itu, Kata Susi lagi, adalah kesempatan yang baik bagi masyarakat Maluku, khususnya para nelayan untuk meningkatkan perekonomian dan pembangunan dari pemanfaatan potensi sumber daya perikanannya sendiri.
"Tidak boleh lagi lautan menjadi milik orang asing karena Presiden Jokowi sudah membuat Perpres 44 Penangkan Ikan milik dalam negeri, pengolahan ikan kita buka selebar-lebarnya untuk asing masuk, membeli dan mengolah, jadi ini kesempatan bagi orang Maluku," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2017
Pernyataan tersebut dinyatakan oleh Menteri Susi yang juga Komandan Satgas 155 usai menenggelamkan 81 kapal ikan pelaku pencurian ikan di 12 daerah di Indonesia secara bersamaan melalui "video conference" dari Desa Morela Kabupaten Maluku Tengah, Pulau Ambon, Sabtu.
"Kita harus bersuara satu dan info yang terbaru harus didapat dari masyarakat, kalau masyarakat tidak peduli kan susah. Kita di Jakarta matanya jauh, masyarakat setempat yang harus mengamati, menganalisa, melaporkan," ucapnya, menegaskan
Ia mengatakan kegiatan pencurian ikan di wilayah perairan teritorial Indonesia, tak terkecuali Maluku, dilakukan secara terorganisir dan tersistematis.
Mafia "illegal fishing" di Indonesia sejak dulu telah melibatkan oknum-oknum dalam negeri, mulai dari tingkat Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) hingga aparat penegak hukum yang bertugas mengawasi langsung di lapangan.
"Illegal fishing itu mafia, mereka merekrut dan bekerja di semua lini pasti ada. Dulu illegal fishing berpuluh tahun hidup di Indonesia bisa jalan karena ada oknum-oknum di kelautan, dinas, kepolisian, TNI AL, Bakamla mereka coba rekrut," tuturnya.
Saat ini, menurut Susi, aktivitas pencurian ikan di Maluku masih terus terjadi, karena itu KKP bekerja sama dengan Pangkalan Utama TNI AL (Lantamal) IX Ambon, Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) di Indonesia timur, Polair dan satuan tugas (Satgas) 155 lainnya untuk mengawasi perairan.
Ia mencontohkan kapal-kapal milik warga Filipina yang masih beroperasi di lautan Seram, beberapa di antaranya telah ditenggelamkan di perairan setempat.
"Masih ada illegal fishing di Maluku. Rumpon-rumpon yang kemarin di tanam di lautan Seram itu milik orang-orang Filipina, dan mereka masih memberikan info kepada kapal-kapal Filipina yang datang mengambil ikan di rumpon-rumpon tersebut," ungkapnya.
Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 44 Tahun 2016 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal, menyatakan aktivitas penangkapan ikan di laut Indonesia hanya boleh dilakukan oleh nelayan Indonesia, sedangkan untuk pengolahan bisa dilakukan pihak asing.
Hal itu, Kata Susi lagi, adalah kesempatan yang baik bagi masyarakat Maluku, khususnya para nelayan untuk meningkatkan perekonomian dan pembangunan dari pemanfaatan potensi sumber daya perikanannya sendiri.
"Tidak boleh lagi lautan menjadi milik orang asing karena Presiden Jokowi sudah membuat Perpres 44 Penangkan Ikan milik dalam negeri, pengolahan ikan kita buka selebar-lebarnya untuk asing masuk, membeli dan mengolah, jadi ini kesempatan bagi orang Maluku," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2017