Ambon, 17/10 (Antara Maluku) - Ilham Hatapayo, penyidik pembantu pada Polres Buru dihadirkan jaksa penuntut umum Kejati Maluku, Awaludin sebagai saksi verbal guna dikonfrontir dengan bantahan Wardy Marasabessy, terdakwa kepemilikan 16 paket sabu, di Pengadilan Negeri Ambon.

"Dalam pemeriksaan tanggal 12 Maret 2017, terdakwa mengakui uang Rp60 juta yang disita merupakan hasil dari penjualan 24 paket sabu dengan harga Rp2,5 juta per paket, dan selanjutnya pada tanggal 16 Maret terdakwa diperiksa penyidik Diresnarkoba Polda Maluku," kata saksi di Ambon, Senin.

Penjelasan saksi verbal itu disampaikan dalam persidangan dipimpin ketua majelis hakim Jimmy Wally dan didampingi SMO Siahaan serta Samsidar Nawawi selaku hakim anggota.

Menurut Ilham, terdakwa Wardy yang juga merupakan anggota Polres Buru ini sejak awal mengatakan tidak bersedia didampipingi kuasa hukum ketika menjalani proses pemeriksaan sehingga dibuatlah berita acara penolakan pendampingan dari penasihat hukum.

"Terdakwa juga mengaku mendapatkan sabu-sabu dari pamannya bernama Ali Marasabessy yang berstatus DPO dimana 24 paket telah terjual dan 16 paket dijadikan sebagai barang bukti saat menjalani pemeriksaan, sedangkan sisa sembilan paket sabu merupakan bonus dari pamannya kepada terdakwa," kata saksi Ilham.

Barang bukti berupa uang tunai Rp60 juta yang didapatkan terdawa dari hasil penjualan narkoba juga dikonfrontir saksi verbalisem dengan saksi lainnya bernama Gunawan Santoso yang merupakan salah satu anggota Polres Buru.

Dalam proses pembuatan BAP, saksi verbalisem mengaku memanggil saksi Gunawan untuk menanyakan darimana yang bersangkutan mendapatkan sabu-sabu, dan diakui bahwa narkoba tersebut dibeli dari terdakwa.

Penyidik pembantu pada Polres Buru ini dihadirkan sebagai saksi verbalisem karena pada persidangan pekan lalu dengan agenda pemeriksaan terdakwa, Wardy membantah semua keterangan yang ada dalam BAP.

Bantahan pertama mengenai identitas terdakwa dalam BAP disebutkan Wardy adalah lulusan Sekolah Dasaar di Kailolo Kecamatan Haruku, Kabupaten Maluku Tengah tahun 1994, padahal yang bersangkutan lulus sekolah Madrasah Ibdtidayah Negeri tahun 1992.

Kemudian dalam BAP menyebutkan terdakwa lulusan salah satu SMP negeri dan SMA di Makassar (Sulsel), padahal yang benar adalah lulusan salah satu SMP Negeri dan SMA Negeri 11 Galunggung di Kota Ambon.

Terdakwa juga mengaku ketika diperiksa saksi verbalisem belum sampai pada tahap pertanyaan apakah dirinya merupakan pengedar atau penjual dan harus dijerat dengan pasal 114 Undang-Undang nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika, dan dia membantah melakukan paraf dalam BAP.

"Ada tiga BAP yang dibuat untuk perkara saya, sebab BAP pertama yang ditangani saksi verbalisem hanya ada 24 pertanyaan, namun yang dipakai jaksa dalam persidangan justeru BAP lain yang didalamnya terdapat 26 pertanyaan," jelas terdakwa.

Terdakwa juga mempertanyakan saksi kenapa tidak memeriksa 27 nama anggota Polres yang disebutkan sebagai pengguna narkoba.

Majelis hakim mengingatkan saksi verbalisem untuk memasang kamera pengintai (CCTV) dalam ruang pemeriksaan agar bisa menjadi bukti apabila terjadi bantahan atas BAP yang dibuat.

Pewarta: Daniel Leonard

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2017