Seorang anak kembali menjadi korban kasus pemerkosaan. Kali ini, seorang siswi Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kabupuaten Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan berusia 13 tahun menjadi korban pemerkosaan yang dilakukan oleh 20 orang pelaku.

Berdasarkan keterangan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinas PPPA) Kabupaten Luwu, korban mengalami pemerkosaan oleh para pelaku pada Juni 2017 dalam waktu yang tidak bersamaan. Pada 11 Oktober 2017 lalu, korban dan keluarganya baru melapor ke Kepolisian Resor Luwu.

Kepolisian Resor Luwu telah mengamankan 14 pelaku yang terdiri dari tujuh orang dewasa dan tujuh orang anak dan masih mengejar 6 pelaku lainnya. Dinas PPPA Kab. Luwu telah mengupayakan pendampingan psikologis untuk korban yang mengalami trauma setelah kejadian pemerkosaan.

Menanggapi kasus tersebut, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Yohana Yembise mengecam perbuatan keji yang dilakukan oleh 20 orang pelaku. “Kami mengapresiasi usaha pihak kepolisian yang telah berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait dan terus berupaya mengejar dan menyelidiki pelaku pemerkosaan,” ujar Menteri Yohana.

Menteri Yohana menjelaskan jika pelaku terbukti bersalah maka pelaku dijerat Pasal 76 D UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yang sanksinya sesuai dengan Pasal 81 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang dengan sanksi pidana penjara 5-15 tahun atau denda paling banyak Rp.5.000.000.000.

Dalam hal korban mengalami luka berat atau terganggu atau kehilangan fungsi reproduksi maka pelaku dapat di pidana penjara paling singkat 10 (sepuluh) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun serta diberikan pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku dan tindakan berupa kebiri kimia serta pemasangan alat pendeteksi elektornik.

Terhadap para pelaku yang masih di bawah umur, sesuai dengan Pasal 79 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, maka pelaku hanya diberikan sanksi 1/2 dari pidana pokok.

Kasus ini tidak dapat dilakukan diversi atau pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana karena sesuai dengan Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak menyatakan bahwa diversi dapat dilaksanakan jika diancam dengan pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun dan bukan merupakan pengulangan tindak pidana.

Untuk meminimalisasi jumlah kekerasan seksual, terutama pada perempuan dan anak, sebelumnya Pemerintah melalui Kemen PPPA telah sepakat membahas Rancangan Undang-undang tentang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) dan telah melalui tahap pembahasan pertama dengan DPR. Kemen PPPA juga akan terus bekerjasama dengan Dinas PPPA Kab. Luwu dan Satuan Tugas Penanganan Masalah Perempuan dan Anak (Satgas PPA) di daerah untuk memantau dan menangani kasus ini.

Menteri Yohana menghimbau agar masyarakat segera dan berani melapor kepada pihak kepolisian atau Satgas PPA apabila terjadi kekerasan seksual, tidak hanya yang dialami anak kita tetapi juga anak-anak di sekitar kita, dan berharap agar dibentuk kelompok peduli anak berbasis masyarakat.

“Sudah terlalu banyak anak-anak yang menjadi korban kekerasan seksual. Saya menghimbau agar masyarakat, khususnya para orang tua meningkatkan kewaspadaan dalam menjaga anak-anak dan berani untuk segera melapor kepada pihak kepolisian atau Satgas PPA jika ada kasus kekerasan seksual yang terjadi pada anak-anak kita sendiri, maupun anak-anak yang ada di sekitar kita agar kasus dapat segera diselesaikan. Selain itu, kelompok peduli anak berbasis masyarakat perlu dibentuk sebagai deteksi dini untuk mengetahui dan meminimalisasi kemungkinan tindakan kejahatan yang dapat dialami oleh anak-anak,” tegas Menteri Yohana.

Pewarta: Siaran Pers

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2017