Ambon, 31/12 (Antaranews Maluku) - Kapolda Maluku Irjen Pol Deden Juhara mengatakan, setiap anggota Polri baik perwira maupun bintara selalu wajib mengikuti tes psikologi sebelum diizinkan memegang senjata.

"Baik pamen maupun anggota biasa yang hendak memegang senjata harus diuji secara psikologi dan kalau tidak lulus maka tidak diperkenankan," kata Kapolda di Ambon, Minggu.

Penjelasan Kapolda terkait adanya seorang anggota Polres Aru, Kabupaten Kepulauan Aru pada Jumat, (1/12) lalu diduga mengakhiri hidupnya menggunakan senjata api miliknya.

Anggota Polres Aru bernama Brigpol Marcel diduga mengakhiri hidupnya sekitar pukul 15.00 WIT dan kejadian itu berlangsung di rumah mertuanya Ipda Pol Jacob Leunupun.

Akibat insiden tersebut, Kapolres setempat, AKB Adolf Bormasa mengatakan masih menyelidiki dan mendalami penyebab kematian Brigpol Marchel Tanipa yang diduga mengakhiri hidupnya dengan cara menembaki kepalanya sendiri.

Sebelum insiden itu terjadi, Brigpol Marchel menghampiri isteri dan mertuanya dan langsung mengarahkan senjata api ke bagian kepala, sementara mertua korban sempat berteriak melarangnya.

Menurut Kapolda, kasus seperti ini membuat seleksi bagi para anggota Polri yang dizinkan memegang senjata api semakin selektif.

"Bagi masyarakat yang masih menyimpan senpip atau bahan peledak kita juga imbau silahkan menyerahkannya ke polda atau kodam," ujar Kapolda.

Karena ancaman hukuman dalam Undang-Undang Darurat cukup jelas dan tegas bagi mereka yang membuat, menyimpan, atau membawa senpi dan amunisi atau bahan peledak tanpa izin resmi, tetapi kalau diserahkan secara sukarela maka mereka tidak akan diproses hukum.

Bukti kepemilikan senpi secara ilegal bisa terlihat dari sejumlah terdakwa yang menjalani proses persidangan di Kantor Pengadilan Negeri Ambon.

Mereka diproses hukum akibat tertangkap aparat keamanan atau pun dilaporkan oleh keluarga dekat ke polisi.

Pewarta: Daniel Leonard

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2017