Ambon, 5/4 (Antaranews Maluku) - Kepala Desa Morekai, Kecamatan Seram Utara Timur Kobi di Kabupaten Maluku Tengah, Subejo mengakui tidak semua hasil panen beras para petani daerah itu dijual ke Papua.
"Ada sembilan desa transmigran di kawasan Kobi dengan jumlah hasil panen yang bervariasi, tetapi tidak seluruhnya mereka jual ke Papua dengan memanfaatkan jasa transportasi kapal feri," kata Subejo di Ambon, Kamis.
Selain beras, hasil pertanian lainnya seperti cabai dan aneka jenis sayuran juga dibawa petani ke Papua untuk dijual.
Menurut dia, letak wilayah Kobi di kawasan Seram Utara Timur memang cukup jauh untuk menjangkau Masohi, Ibu Kota Kabupaten Malteng, apalagi kalau sampai di Kota Ambon.
Kondisi ini membuat biaya transportasi yang dikeluarkan petani saat membawa hasil panen mereka ke Masohi sangat tinggi, apalagi kalau dibawa ke Kota Ambon harus melalui perjalanan laut dan darat.
"Sama halnya kalau membawa hasil panen ke Papua, petani dari Kobi harus melalui jalan darat ke Wahai baru naik kapal laut atau kapal feri yang ada di sana," kata Subejo.
Makanya tidak semua hasil panen beras dijual para petani di daerah transmigrasi itu ke Papua, karena ada juga sebagian yang dipasarkan ke Masohi dan Kota Ambon.
Dikatakan, satu hektare sawah di wilayahnya bisa menghasilkan tiga hingga empat ton gabah kering giling (GKG) bila musimnya sangat mendukung dan tidak terserang hama atau penyakit tanaman.
Tetapi terkadang petani juga mengalami gagal panen dan produksi menurun hingga mengalami kerugian antara Rp7 juta hingga Rp10 juta per hektare.
Kerugian ini disebabkan pengeluaran biaya sewa bajak sawah sekitar Rp2,5 juta hingga Rp3 juta, sewa pekerja dan ongkos makan/minum, hingga pengadaan bibit, pupuk, serta obat-obatan.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2018
"Ada sembilan desa transmigran di kawasan Kobi dengan jumlah hasil panen yang bervariasi, tetapi tidak seluruhnya mereka jual ke Papua dengan memanfaatkan jasa transportasi kapal feri," kata Subejo di Ambon, Kamis.
Selain beras, hasil pertanian lainnya seperti cabai dan aneka jenis sayuran juga dibawa petani ke Papua untuk dijual.
Menurut dia, letak wilayah Kobi di kawasan Seram Utara Timur memang cukup jauh untuk menjangkau Masohi, Ibu Kota Kabupaten Malteng, apalagi kalau sampai di Kota Ambon.
Kondisi ini membuat biaya transportasi yang dikeluarkan petani saat membawa hasil panen mereka ke Masohi sangat tinggi, apalagi kalau dibawa ke Kota Ambon harus melalui perjalanan laut dan darat.
"Sama halnya kalau membawa hasil panen ke Papua, petani dari Kobi harus melalui jalan darat ke Wahai baru naik kapal laut atau kapal feri yang ada di sana," kata Subejo.
Makanya tidak semua hasil panen beras dijual para petani di daerah transmigrasi itu ke Papua, karena ada juga sebagian yang dipasarkan ke Masohi dan Kota Ambon.
Dikatakan, satu hektare sawah di wilayahnya bisa menghasilkan tiga hingga empat ton gabah kering giling (GKG) bila musimnya sangat mendukung dan tidak terserang hama atau penyakit tanaman.
Tetapi terkadang petani juga mengalami gagal panen dan produksi menurun hingga mengalami kerugian antara Rp7 juta hingga Rp10 juta per hektare.
Kerugian ini disebabkan pengeluaran biaya sewa bajak sawah sekitar Rp2,5 juta hingga Rp3 juta, sewa pekerja dan ongkos makan/minum, hingga pengadaan bibit, pupuk, serta obat-obatan.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2018