Ambon, 7/6 (Antaranews Maluku) - Jaksa penuntut umum Kejaksaan Negeri Maluku Tengah, Hendra Lopulalan menuntut mantan bendahara Panitia Pengawas Pemilihan Maluku Tengah Johny Richard Wattimury, terdakwa dugaan korupsi, 2,5 tahun penjara.

"Meminta majelis hakim menyatakan terdakwa terbukti bersalah melanggar pasal 3 Undang-Undang 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi," katanya di Ambon, Kamis.

Tuntutan jaksa itu disampaikan dalam persidangan dipimpin ketua majelis hakim tipikor, Jimmy Wally didampingi Ronny Felix Wuisan dan Hery Leliantono selaku hakim anggota.

Jaksa juga menuntut terdakwa membayar denda Rp50 juta subsider enam bulan kurungan.

Selain itu uang pengganti senilai Rp588 juta dengan catatan jika tidak membayar paling lambat satu bulan setelah ada putusan hukum tetap maka harta bendanya akan disita jaksa untuk dilelang guna menutupi kerugian keungan negara.

"Dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang cukup untuk membayar uang pengganti maka diganti dengan pidana penjara selama 1,3 tahun," tegas Hendra Lopulalan.

Majelis hakim menunda persidangan hingga Kamis (28/6) dengan agenda mendengarkan pembelaan tim penasihat hukum terdakwa, Hendrik Lusikoy, Noke Pattirajawane dan kawan-kawan.

Dalam tahun anggaran 2016 lalu, Panwaslih Maluku Tengah mendapatkan alokasi dana hibah Rp6 miliar dari pemerintah kabupaten untuk membiayai 17 item kegiatan pilkada bupati/wabup Malteng.

Belasan item dimaksud diantaranya pembayaran honorarium pengawas pemilihan bupati/wabub, pembayaran honorarium kesekretariatan, sewa kendaraan, serta pemeliharaan gedung, musyawarah penyelesaian sengketa, hingga perjalanan dinas dan transportasi.

Kemudian tahun anggaran 2017, Panwaslih Malteng kembali mendapat alokasi dana APBD Rp6,8 miliar.

Sementara dugaan penyimpangan yang diakukan terdakwa selaku bendahara saat itu adalah anggaran rapat sentra Gakumdu seperti dana konsumsi berupa makanan dan snack bagi tim Gakumdu di wilayah Polres Malteng.

Namun dalam persidangan sebelumnya dengan agenda pemeriksaan terdakwa, Johny Richard Wattimury mengakui dirinya selalu diintervensi oleh mantan Ketua Panwaslih, Stenly Maelissa.

"Ada tiga komisioner panwaslih tetapi yang paling sering melakukan intervensi adalah Stenly Maelissa termasuk penyuruh membuat surat perintah perjalanan dinas fiktif," kata saksi menjawab pertanyaan majelis hakim.

Intervensi yang dilakukan Stenly inilah yang membuat bendahara sebelumnya mengundurkan diri dengan alasan hanya merasa tidak bisa bekerja secara maksimal.

Terdakwa juga mengaku pernah membawa uang Rp260 juta lebih ke ruang Stenly dan dibagi-bagi, tetapi yang bersangkutan membantahnya dalam persidangan sebelumnya dengan dalih komisoner hanya fokus dengan program kerja dan tidak mengurusi masalah keuangan.

Sepak terjang Stenly dalam melakukan intervensi pengelolaan dana Panwaslih tahun 2016 dan 2017 yang mencapai Rp10 miliar lebih ini juga telah diungkap saksi lainnya, Clara Soukotta.

Clara mengaku gaji honornya selama enam bulan sebesar Rp17 juta disunat oleh Stenly.

Pewarta: Daniel Leonard

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2018