Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Ambon mengimbau nelayan Teluk Kayeli, Kabupaten Pulau Buru, Maluku, melindungi hutan mangrove terutama pada musim tangkap kepiting bakau serta telur ikan tuna dan cakalang. "Kondisi hutan mangrove atau bakau di Teluk Kayeli sangat baik dengan tingkat pertumbuhan 90 persen baik dan belum tercemar sedimentasi," ujar peneliti LIPI Ambon Salah Papalia kepada ANTARA di Ambon, Kamis. Dia mengakui, penelitian terhadap perkembangan pertumbuhan bakau di teluk yang terkenal kaya dengan kepiting bakau serta telur ikan tuna dan cakalang itu, telah dilakukan sejak 2007 hingga 2009  dan hasilnya menunjukkan kawasan hutan mangrove itu sangat bagus dan belum tercemar sedimentasi. Keberadaan hutan mangrove di Teluk itu berdampak besar bagi warga yang bermukim di kawasan tersebut, karena areal teluk itu merupakan habitat kepiting bakau maupun menjadi tempat bertelur ikan tuna dan cakalang. "Karena itu nelayan yang bermukim di sekitar Teluk Kayeli harus ikut menjaga dan melestarikan kawasan hutan mangrove sehingga pertumbuhannya tetap terpelihara," katanya. Dia mengakui, kawasan hutan mangrove di Teluk Kayeli terkenal lebat dan menjadi tempat bertelur berbagai jenis ikan maupun perkembangbiakkan kepiting bakau yang sering ditangkap dua minggu sekali. "Bayangkan saja jika tenggang waktu dua minggu kepitingnya sudah bisa ditangkap para nelayan. Itu menunjukkan betapa lebatnya dan cepatnya pertumbuhan mangrove sehingga mendukung percepatan proses berkembangbiak kepiting yang  dijual dengan harga Rp40 ribu per kg," ujarnya. Keberadaan hutan mangrove ini berdampak bagi kesejahteraan nelayan yang bermukim di sekitarnya karena dalam sekali musim tangkap seorang nelayan bisa mendapatkan puluhan kg kepiting untuk dijual di pasar.

Pewarta:

Editor :


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2010