Kasus dugaan tindak pidana pemalsuan tanda tangan Santoso Umasugy selaku pemilik lahan lokasi pembangunan alun-alun MTQ tingkat provinsi 2019 dan sebuah SMP di Namlea, Kabupaten Buru, Maluku sudah naik status ke tingkat penyidikan.

"Surat perintah dimulainya penyidikan dari Direktorat Kriminal Umum Polda Maluku telah diserahkan ke Kejaksaan Tinggi Maluku sejak akhir Februari 2019 dan tembusannya sudah disampaikan kepada pihak terlapor," kata kuasa hukum Santoso, Ahmad Belasa, di Ambon, Minggu.

Tanda tangan Santoso diduga dipalsukan oleh oknum tertentu dalam dokumen berita acara pembayaran lahan versi Pemerintah Kabupaten Buru sehingga sangat berbeda jauh dengan tanda tangan asli kliennya.

Menurut dia, polisi melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi dan meningkatkan status penyelidikan menjadi penyidikan dengan menerbitkan SPDP dan menyerahkannya ke Kejati Maluku.

"SPDP tersebut bernomor SP.Sidik/348/. a/II/2019 Ditreskrimum tertanggal 27 Februari 2019," jelas Ahmad.

Ahmad Belasa juga menyampaikan terimakasih kepada Kapolda Maluku Irjen Pol Royke Lumowa dan Direktur Kriminal Umum Polda Maluku yang telah memberikan atensi terhadap persoalan lahan dimaksud.

Penerbitan SPDP oleh Ditkrimum Polda Maluku ini sebagai tindaklanjut laporan polisi nomor LP-B/596/XII/2018/SPKT, taanggal 8 Desember 2018 atas nama pelapor Ahmad Belasa, SH terhadap delapan orang ASN di lingkup Pemkab Buru.

Laporan polisi dibuat pemilik lahan melalui kuasa hukumnya Ahmad Belasa setelah Pemkab Buru tidak menyelesaikan pembayaran lahan seluas dua hektar milik Santoso.

Akibatnya sejak akhir 2018 lalu, proyek pembangunan SMP 45 maupun pembangunan alun-alun MTQ tingkat provinsi tahun 2019 di atas tanah milik Santoso Umasuggy di Kota Namlea disegel.

"Kami terpaksa melakukan penyegelan karena limit waktu pembayaran yang diberikan telah habis," kata Ahmad Belasa.

Penyegelan ini dilakukan dengan memasang baliho bertuliskan "Dilarang mengadakan kegiatan apa pun di lokasi ini selama belum ada izin dari pemilik lahan, dan bagi yang sengaja merusak sebagian atau seluruhnya isi informasi ini dijerat dengan pasal 406 KUHP dengan ancaman pidana penjara selama 2,8 tahun.

Sebab kliennya Santoso Umasuggy punya lahan berdasarkan akte jual beli tahun 1991 sehingga Pemkab Buru mau menggunakan lahan seluas dua hektare tersebut untuk tiga kepentingan di dalamnya.

Yang pertama adalah proyek pembangunan alun-alun MTQ tingkat provinsi, kemudian proyek pembangunan SMP 45, dan pemkab akan menggunakan lahan tersebut sebagai ruang terbuka hijau.

Sejak Agustus 2018, pemkab sudah menggunakan lahan itu setelah menghubungi pemilik lahan dengan memberikan kuasa khusus kepada Ahmad Belasa, SH untuk mengurusi proses penjualan dengan membuat sebuah surat perjanjian perikatan yang menghubungkan pemilik lahan dengan pemda selaku pihak pembeli.

Namun perjanjian ini selama 27 hari tidak ditandatangani Pemkab, dalam hal ini diwakilkan kepada Asisten II, Abas Pellu dan Kabag Pertanahan, Muhammad Rada.

Perjanjian itu sudah dibuat dengan Bupati Ramli Umasugy pada September 2018 dan Bupati menyatakan akan melakukan pembayaran, karena surat perjanjian yang dibuat tanggal 24 September ini harus dibayar lunas oleh Pemkab.

Tetapi Pemkab kemudian tidak mau menandatangani surat perjanjian perikatan antara pemilik lahan dengan pemkab yang diwakilkan oleh Asisten II dan Kabag Pertanahan.

"Akibatnya saya sempat melaporkan mereka ke Polres Buru dengan dasar penyerobotan lahan, sebab aktivitas pembangunan sudah dilakukan dan Polres memediasinya," kata Ahmad Belasa.

Sehingga Pemkab Buru menandatangani surat perjanjian perikatan yang dalam suratnya menyebutkan menunda dan memberikan ruang kepada Pemkab untuk membayar lunas lahan tersebut tanggal 20 Oktober 2018.

Ternyata sampai dengan jatuh tempo, Pemkab Buru tidak mau membayar lahan dengan alasan yang disampaikan Kabag Pertanahan bahwa ada komplain dari pihak lain atas lahan dimaksud.

Pewarta: Daniel Leonard

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2019