Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Maluku Utara dan jajaran di bawahnya diminta waspada terhadap tenaga kerja asing (TKA) ikut memilih pada pemilu serentak, 17 April 2019, dengan memanfaatkan surat undangan milik orang lain.
"Sesuai dengan pengalaman pada pelaksanaan pemilu selama ini sering ditemukan ada orang datang memilih ke TPS dengan menggunakan surat undangan memilih milik orang lain dan itu tidak tertutup kemungkinan akan dilakukan pula oleh TKA di Malut," kata pemerhati politik di Malut Sudirman di Ternate, Minggu.
Di Malut ada lebih dari 1.000 TKA yang bekerja pada perusahaan tambang di sejumlah kabupaten/kota, seperti Kabupaten Halmahera Selatan, Kabupaten Halmahera Tengah, dan Kabupaten Halmahera Timur.
Menurut dia, persaingan calon anggota legislatif dan pasangan calon peserta pilpres untuk mendapatkan suara pada Pemilu 2019 sangat ketat. Hal itu mendorong mereka untuk melakukan segala cara guna mendapatkan suara, di antaranya kemungkinan memanfaatkan keberadaan TKA yang banyak di daerah ini.
Para TKA di Malut umumnya dari Tiongkok yang secara fisik memiliki kemiripan dengan warga Indonesia dari etnis Tionghoa. Kalau mereka datang memilih ke TPS dengan menggunakan surat udangan memilih orang lain, berpeluang tidak diketahui.
Sebelumnya, Ketua KPU Provinsi Malut Syahrani Somadayo mengatakan bahwa warga negara Indonesia yang bisa memilih pada Pemilu 2019 harus terdaftar dalam daftar pemilih tetap (DPT) atau menggunakan KTP elektronik.
KPU kabupaten/kota di Malut telah melakukan pengecekan pada DPT di daerah masing-masing dan tidak menemukan adanya warga negara asing (WNA) atau TKA yang terdaftar dalam DPT itu.
WNA sesuai dengan ketentuan, kata dia, bisa memiliki KTP elektronik. Akan tetapi, tidak dapat untuk memilih pada pemilu di Indonesia. Selain itu, KTP elektroniknya tertulis asal negara yang bersangkutan sehingga akan mudah dikenali kalau digunakan untuk memilih.
Meski demikian, seluruh jajaran KPU di Malut, khususnya penyelenggara tingkat bawah, yakni petugas TPS telah diinstruksikan untuk meneliti secara cermat terhadap semua yang datang memilih di TPS.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2019
"Sesuai dengan pengalaman pada pelaksanaan pemilu selama ini sering ditemukan ada orang datang memilih ke TPS dengan menggunakan surat undangan memilih milik orang lain dan itu tidak tertutup kemungkinan akan dilakukan pula oleh TKA di Malut," kata pemerhati politik di Malut Sudirman di Ternate, Minggu.
Di Malut ada lebih dari 1.000 TKA yang bekerja pada perusahaan tambang di sejumlah kabupaten/kota, seperti Kabupaten Halmahera Selatan, Kabupaten Halmahera Tengah, dan Kabupaten Halmahera Timur.
Menurut dia, persaingan calon anggota legislatif dan pasangan calon peserta pilpres untuk mendapatkan suara pada Pemilu 2019 sangat ketat. Hal itu mendorong mereka untuk melakukan segala cara guna mendapatkan suara, di antaranya kemungkinan memanfaatkan keberadaan TKA yang banyak di daerah ini.
Para TKA di Malut umumnya dari Tiongkok yang secara fisik memiliki kemiripan dengan warga Indonesia dari etnis Tionghoa. Kalau mereka datang memilih ke TPS dengan menggunakan surat udangan memilih orang lain, berpeluang tidak diketahui.
Sebelumnya, Ketua KPU Provinsi Malut Syahrani Somadayo mengatakan bahwa warga negara Indonesia yang bisa memilih pada Pemilu 2019 harus terdaftar dalam daftar pemilih tetap (DPT) atau menggunakan KTP elektronik.
KPU kabupaten/kota di Malut telah melakukan pengecekan pada DPT di daerah masing-masing dan tidak menemukan adanya warga negara asing (WNA) atau TKA yang terdaftar dalam DPT itu.
WNA sesuai dengan ketentuan, kata dia, bisa memiliki KTP elektronik. Akan tetapi, tidak dapat untuk memilih pada pemilu di Indonesia. Selain itu, KTP elektroniknya tertulis asal negara yang bersangkutan sehingga akan mudah dikenali kalau digunakan untuk memilih.
Meski demikian, seluruh jajaran KPU di Malut, khususnya penyelenggara tingkat bawah, yakni petugas TPS telah diinstruksikan untuk meneliti secara cermat terhadap semua yang datang memilih di TPS.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2019