Wakil Gubernur (Wagub) Maluku, Barnabas Orno mendorong wacana untuk melegalkan minuman tradisional di daerah ini yang biasa disebut sopi dari hasil sadapan pohon enau.

"Saya mendukung melegalkan sopi dan apa yang diperjuangkan DPRD Maluku untuk membuat payung hukum pengelolaan dan peredaran sopi," katanya, di Ambon, Kamis.

Barnabas yang dilantik bersama Gubernur Maluku, Murad Ismael oleh Presiden Joko Widodo di Jakarta pada 24 April 2019 itu mengatakan, sopi sebenarnya sama dengan cap tikus di Manado, Sulawesi Utara sehingga harus ada peraturan daerah (Perda) yang mengatur pengelolaan dan peredaran minuman tradisional tersebut.

Karena itu, Pemkab/Pemkot maupun DPRD yang warganya memproduksi sopi hendaknya mencermati kebutuhan payung hukum berupa Perda agar penegelolaan dan peredaran sopi tertanggung jawab.

"Jujur saya kasihan dengan warga, terutama asal kabupaten Maluku Barat Daya (MBD) yang diproses hukum karena memasok sopi ke Ambon dengan tujuan menjual untuk membiayai kebutuhan pendidikan anak-anak maupun hidup rumah tangga," ujar Wagub.

Padahal, lanjut dia, tidak sedikit pejabat, aparatur sipil negara (ASN), TNI/Polri dan lainnya yang dihidupi dari penjualan sopi oleh masing - masing orang tua.

"Sopi juga merupakan simbol adat yang dilecehkan karena salah dikonsumsi sehingga membuat mabuk dan sering memicu terjadinya tindak kriminal sehingga sebenarnya yang harus diproses hukum adalah para pemabuk dan bukan penjual," tandas Wagub.

Sebelumnya, Ketua Komisi C DPRD Provinsi Maluku, Anos Yeremias mengemukakan, Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang pengelolaan minuman tradisonal sopi yang merupakan Ranperda usulan inisiatif drafnya sudah selesai dibahas.

Namun sayangnya, ketika Ranperda itu difasilitasi ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dari 25 Ranperda yang diusulkan, ternyata dikembalikan.

"Alasan Kemendagri mengembalikan Ranperda tersebut, karena soal kewenangan. Jadi, yang namanya minuman tradisional sopi itu bersentuhan langsung dengan kabupaten/kota, maka Ranperda itu dikembalikan dengan alasan diberikan kewenangan itu kepada kabupaten/kota karena itu pada  2018 Ranperda itu tidak dapat dilanjutkan," kata Anos.

Dia memamdang perlu mendesak DPRD kabupaten/kota di Provinsi Maluku, untuk secepatnya menggagas Ranperda minuman tradisional ini. 

"Kami sudah melakukannya, namun karena kewenangan, maka kami tidak bisa melanjutkan. Perda itu bukan kewenangan Provinsi tetapi kewenangan kabupaten/kota," tegas Anos.

Pewarta: Alex Sariwating

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2019