Pelajar dan mahasiswa di kota Ambon dan sekitarnya diberikan pemahaman "Bullying dan Body Shaming" kerja sama Clery Cleffy Institute (CCI), Firda Athira Foundation dan yayasan peduli Inayana Maluku.

Pelajar dan mahasiswa dari sejumlah sekolah yakni SMP Kartika XIII, SMP Al Anshor Liang, SMA Negeri 3 Salahutu, SMA Negeri 9 Waiheru dan Universitas Darussalam Ambon (Unidar), Universitas Kristen Indonesia Maluku (UKIM) mendapat pemahaman melalui seminar "Stop body shaming".

Direktur CCI Dwi Prihandini , di Ambon, Senin, menyatakan, seminar ini merupakan rangkaian kegiatan dalam rangka memperingati Hari Anak Nasional tahun 2019.

"Memperingati hari anak nasional kita berupaya memberikan pemahaman tentang apa itu bullying dan body shaming, sehingga bukan hanya dipahami anak-anak di perkotaan tapi juga di pinggiran kota," katanya.

Menurut literatur, terangnya body shaming merupakan tindakan mengomentari bentuk fisik seseorang baik itu disengaja ataupun tidak, sehingga berpengaruh ke masalah mental orang yang dikomentari.

"Body shaming termasuk bullying, dan bullying termasuk kekerasan, karena itu harus dihentikan," ujarnya.

Ia menjelaskan, pihaknya berkonsentrasi pada generasi milenial saat ini, karena di tahun 2020 hingga 2030 generasi muda akan mencapai puncak populasi hingga 70 persen sebagai bonus demokrasi.

"itu artinya jika kita tidak mengolah generasi ini dengan baik dan benar, maka kita akan menerima segala konsekuensinya, kita akan kehilangan generasi yang kita sayangi," tambahnya.

Dwi menyebutkan, melabelkan orang gemuk atau mengomentari bentuk fisik seseorang secara negatif, maka melalui perkataan secara tidak langsung terseret konsekuensi hukum.

Dalam perilaku agresif sosial yang kompleks, sebagian besar terjadi karena proses belajar. Baik dari pengalaman langsung, praktek atau melalui pengamatan pada orang lain.

Pelaku Body Shaming di media sosial dapat dijerat dengan Pasal 27 ayat 3 (jo) Pasal 45 ayat 3 (jo) UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, sebagaimana telah diubah dalam UU No 19 Tahun 2016.

"Hal itu merupakan delik aduan dengan ancaman hukuman penjara paling lama 4 tahun atau denda paling banyak 750 juta," ujarnya.

Ia menambahkan, dengan menghentikan body shaming bukan sekedar karena takut dipenjara, melainkan karena kesadaran untuk menggunakan empati ketika memberikan komentar terhadap kondisi fisik atau tubuh orang lain.

Selain itu ketika menjadi sasaran body shaming, ada beberapa cara praktis yang dapat dilakukan, yaitu memberi respon positif terhadap diri sendiri dengan cara berterima kasih pada tubuh anda.

"Prinsinya jangan beri ruang bagi pelaku body shaming dengan memberikan validasi pada perilaku tersebut," kata Dwi.

Pewarta: Penina Fiolana Mayaut

Editor : Lexy Sariwating


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2019