Anggota legislatif dari Komisi II dan III DPRD Kota Ambon, Selasa, membahas isu-isu strategis terkait kebijakan yang pro kemiskinan dan responsif gender, agar bisa diterapkan selama periode pemerintahan 2019 - 2025.

Kegiatan diskusi dan pembahasan pelaksanaan tugas anggota parlemen tersebut merupakan bagian dari Program MAMPU (Kemitraan Australia - Indonesia untuk Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan) Fase II yang dilaksanakan oleh Yayasan Arika Mahina dan Yayasan BaKTI.

Sedikitnya ada delapan orang anggota legislatif dari Komisi II dan III dari sejumlah fraksi, di antaranya Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Nasional Demokrat (Nasdem), Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Golongan Karya (Golkar) ikut serta dalam diskusi yang menghadirkan Andi Yudha Yunus, konsultan MAMPU-BaKTI sebagai fasilitator.

Banyak hal yang dibahas oleh para anggota legislatif terkait kebijakan pro kemiskinan dan gender, mulai dari sisi ekonomi, pertanian, perikanan, pendidikan, kesehatan, termasuk penyediaan air bersih hingga sistem pengupahan bagi buruh kecil yang belum sesuai dengan standar Upah Minimum Provinsi (UMP).

Sebagian besar anggota legislatif mengkritisi program terkait pengentasan kemiskinan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Ambon. Mereka menilai program-program bantuan seperti Kelompok Usaha Bersama (KUBE), beras miskin (raskin) dan lainnya tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Hal ini disebabkan karena penerapan program dan penyaluran bantuan sering salah sasaran akibat buruknya sistem koordinasi dan pengawasan, juga lemahnya sistem koordinasi lintas sektor, sehingga perencanaan dan implementasi di lapangan tidak berjalan baik

Anggota Komisi III dari fraksi PKS, Yusuf Wali misalnya. Menurut dia, implementasi program dan kebijakan terkait pengentasan kemiskinan di Kota Ambon selama ini, belum memberikan perubahan yang signifikan bagi masyarakat kecil.

Ia berharap Pemkot bisa mengevaluasi kembali program dan kebijakan yang telah dijalankan, kemudian memperbaiki kelemahan-kelemahan dalam penerapannya di lapangan pada masa mendatang.

"Problematika orang miskin di Kota Ambon, selama ini penerapannya sering salah sasaran akibatnya tidak mengurangi jumlah penduduk miskin. Program KUBE misalnya, tidak disertai dengan peningkatan kapasitas bagi penerima bantuan," ujar Yusuf.

Senada dengan Yusuf Wali, menurut Zeth Pormes dari Komisi II fraksi Partai Golkar, isu kemiskinan dan penerapan kebijakan yang responsif gender masih menjadi "pekerjaan rumah" yang harus diselesaikan oleh pemerintah.

Karena itu, Zeth yang juga sekretaris Komisi II mengatakan perlu ada sinergitas antara Pemkot Ambon dan DPRD setempat terkait penerapan kebijakan dan dan pengawasannya di masyarakat, sehingga perencanaan dan implementasi di lapangan bisa sejalan.

"Perlu ada sinergitas bersama antara Pemkot dengan DPRD, sehingga pelaksanaan dan penerapan kebijakan terkait persoalan di masyarakat bisa berjalan maksimal, juga memberikan dampak yang nyata," ucapnya.

Pewarta: Shariva Alaidrus

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2019