Musisi Oppie Andaresta menceritakan pengalamannya berada di lingkungan pencandu narkoba, baginya narkoba seperti teroris yang merusak, mengancam dan memecah belah bangsa.

"Narkoba seperti teroris, membahayakan mengancam memecah belah kita semua," kata Oppie dalam diskusi tentang Narkoba di Kemang, Jakarta Selatan, Rabu.

Pelantun yang melejit lewat lagu 'Cuma Khayalan' itu berbagi cerita tentang pengalaman hidupnya di lingkungan komunitas pencandu narkoba.



Pada tahun 1990 saat itu putau jadi jenis narkoba yang masuk di kalangan anak-anak era itu.

Ia menyebutkan ada perempuan yang datang mengenalkan narkoba jenis putau tersebut kepada anak-anak gang Potlot.

"Temen-temen saya coba, kalau seniman itu perlu cari sensasi, butuh eksplore lah," kata wanita berdarah Minang ini.

Menurut dia, minimnya informasi mengenai narkoba di eranya menjadi awal mula untuk mencoba-coba. Kondisi ini berbeda dengan anak-anak sekarang karena informasi tersebar di mana-mana tinggal googling sehingga pencegahan narkoba harusnya bisa dilakukan.

Dari coba-coba lanjut Oppie, awalnya satu hingga tiga kali menyebabkan sakau, lalu coba lagi. Badan mulai sakit tidak bisa kerja, begitu sakau pakai lagi, dari tiga hari menjadi sebulan, lalu setahun dan begitu seterusnya hingga puluhan tahun.

"Seperti kata Bimbim (Slank) dalam lagunya : aku tercebur semakin dalam kalau sudah tercebur susah untuk keluar," ucap Oppie melantunkan lirik lagu Bimbim.

Ia mengatakan hampir semua teman-teman yanq di Potlot kecebur semakin dalam susah keluar. Dan parahnya tidak bisa berkarya lagi. Kalau sudah tidak pakai barang tidak bisa mikir tidak bisa karya saling memecah belah.

"Makanya narkoba seperti teroris buat saya," katanya.

Pada tahun 1996, lanjut dia, anak-anak Gang Potlot sudah saling curiga, senggol sedikit bacok, sensitif akibat efek narkoba.

Oppie juga menceritakan pengalaman pacarnya juga mengkonsumsi narkoba. Melihat bagaimana perjuangan untuk sembuh dengan cara rehabilitasi. Sejak saat itu memutuskan keluar dari Potlot.

"Yang bertahan di situ (Potlot) tidak banyak," katanya.



Istri dari Kurt Kaler ini menyimpulkan bahwa minimnya informasi saat ini membuat anak-anak muda era 90 mencoba narkoba. Imbas dari narkoba itu, perlengkapan band yang harganya mahal dijual murah hanya untuk membeli barang terlarang tersebut akibat kecanduan.

Barang yang dibeli jumlahnya makin sedikit sementara yang memakai banyak. Hingga para pengguna bergeser menggunakan narkoba jenis suntik.

Pengguna narkoba jenis suntik dipakai bersama-sama efeknya penularan penyakit. Oppie menyebut ada teman-temannya yang terkena Hepatitis hingga HIV-AIDS.

"Kadang-kadang efeknya itu tidak satu dua tahun tapi panjang," katanya.

Sebagai seorang ibu, Oppie ingin melindungi anak-anaknya dari bahaya penyalahgunaan narkoba.

Banyak cara untuk mengedukasi diri tentang bahaya narkoba dengan mencari lewat situs pencari google. Dengan keterbukaan informasi saat ini, lanjut dia, jika sudah ada yang tau bahaya narkoba tapi masih memakai adalah bentuk kebodohan.

"Sekarang generasi milenial gampang untuk Googling, sudah tau bahaya narkoba tapi masih make, itu bukan keras kepala tapi goblok," kata ibu dari Kai Matari Bejo Kaler.

Diskusi bertajuk Refleksi 74 tahun Indonesia merdeka dalam pemberantasan narkoba diselenggarakan oleh Divisi Humas Polri yang dihadiri sejumlah narasumber. Selain Oppie hadir pula pendiri Gerakan Nasional Anti Narkoba (GRANAT) Henry Yosodiningrat, Kepala BNN, Komjen Pol (Purn) periode 2012-2015, Anang Iskandar, Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri, Brigjen Pol Eko Daniyanto dan Musisi Peduli Narkoba.

Kepala Biro Humas Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan diskusi ini bagian dari upaya pencegahan yang dilakukan Polri dengan memberikan edukasi kepada masyarakat seluas-luasnya.


 

Pewarta: Laily Rahmawaty

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2019