Masyarakat di tiga kabupaten di Maluku yakni Pulau Buru, Buru Selatan dan Seram Bagian Barat (SBB) berharap kegiatan ekspedisi kas keliling daerah terdepan, terluar dan tertinggal (3T) yang digelar Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Maluku lebih digencarkan hingga ke pelosok-pelosok.
"Kami berharap ekspedisi kas keliling ini dapat lebih digencarkan agar uang layar edar dapat tersedia dalam jumlah cukup, dan masyarakat lebih mengerti dan menghargai uang sebagai alat pembayaran yang sah," kata Camat Leksula, kabupaten Buru Selatan, Viktor Lesnussa, yang dikonfirmasi, Kamis.
Viktor yang dimintai tanggapannya terkait ekspedisi kas keliling daerah 3T Kantor Perwakilan BI provinsi Maluku, menyatakan apresiasi yang tinggi terhadap kegiatan tersebut, mengingat kebiasaan masyarakat selama ini hanya bisa menyimpan uang mereka dan tidak pernah ditukarkan atau disimpan di bank, disebabkan tidak tersedianya layanan bank di kecamatan tersebut.
"Jangan heran kalau warga datang menukarkan uangnya yang berlubang-lubang, sobek atau benar-benar rusak untuk ditukarkan. masyarakat terbiasa simpan uang di rumah dalam jangka waktu lama karena tidak ada jasa layanan bank," katanya.
Dia menilai, ekspedisi kas keliling daerah 3T yang dilakukan Bank Indonesia provinsi Maluku, sangat membantu meningkatkan pendidikan dan pengetahuan masyarakat tentang cara-cara memperlakukan uang sebagai alat pembayaran yang sah di wilayah NKRI.
"Tetapi kegiatan seperti ini harus lebih diintensifkan, sehingga masyarakat semakin sadar untuk menggunakan dan menyimpan uang dengan cara yang layak dan benar. Tidak dilipat atau remas-remas seperti yang dilakukan saat ini," ujarnya.
Tentang kehadiran kantor bank di kecamatan tersebut Viktor mengaku, Bank Maluku sudah menyewa gedung untuk dijadikan kantor sejak lima tahun lalu, tetapi hingga saat ini belum juga beroperasi.
"Karena itu kami berharap ada salah satu bank yang dapat membuka kantornya di Leksula, mengingat perekonomian masyarakat terus bertumbuh karena ditunjang hasil alam yang melimpah," katanya.
Warga desa Kaiely, kecamatan Teluk Kaiely, kabupaten Pulau Buru Mirna Abdul Rasyid, juga berharap adanya kantor bank dibuka di wilayahnya, mengingat perekonomian daerah terus tumbuh sehubungan dengan aktivitas penambangan emas di Gunung Botak.
"Daya beli masyarakat sangat tinggi disini. Tetapi uang yang digunakan sebagian besar sudah lusuh dan rusak, makanya harus ada bank yang bisa melayani penukaran uang setiap saat," katanya.
Mirna yang merupakan pemilik toko kebutuhan pokok, bahan bangunan serta minyak pelumas tersebut, mengaku memanfaatkan kehadiran tim ekspedisi kas keliling daerah 3T di desanya pada pekan lalu, dengan menukarkan uang lusuh dan sobek hampir mencapai Rp15 juta.
"Uang lusuh sebanyak itu saya kumpulkan dalam sebulan terakhir. Kebanyakan warga datang berbelanja dengan uang yang lusuh dan sobek, tetapi saya tetap menerima, mengingat masyarakat tidak memiliki akses untuk menukarkannya," katanya.
Mirna mengaku, sering mengumpulkan uang lusuh dalam jangka waktu tiga bulan, setelah itu baru ditukarkan ke bank yang ada di Namlea, ibu kota kabupaten Pulau Buru.
"Makanya petugas bank harus sering-sering datang untuk melayani penukaran uang lusuh," ujarnya.
Sedangkan Hader Hitumalla, warga desa Buano Utara, Kecamatan Waisalla, kabupaten Seram Bagian Barat (SBBT), memanfaatkan kunjungan tim ekspedisi kas keliling pada Rabu (18/9) untuk menukarkan uang lusuh dalam satu kantong kresek berukuran sedang, yang berupa pecahan Rp1.000, Rp2.000 dan Rp5.000. Setelah dihitung jumlahnya lebih dari Rp900.000. .
"Saya punya kios kecil dan belum sebulan uang lusuh serta sobek ini saya kumpulkan dari warga yang datang membeli kebutuhan pokok. baru hampir sebulan dikumpulkan (uang lusuh)," katanya.
Sejumlah anak di Desa Buano Utara juga berulang kali mendatangi petugas untuk menukarkan uang yang kondisinya sudah sangat rusak, selain karena sobek, juga berlubang karena dimakan rayap atau sudah terlalu lama disimpan.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2019
"Kami berharap ekspedisi kas keliling ini dapat lebih digencarkan agar uang layar edar dapat tersedia dalam jumlah cukup, dan masyarakat lebih mengerti dan menghargai uang sebagai alat pembayaran yang sah," kata Camat Leksula, kabupaten Buru Selatan, Viktor Lesnussa, yang dikonfirmasi, Kamis.
Viktor yang dimintai tanggapannya terkait ekspedisi kas keliling daerah 3T Kantor Perwakilan BI provinsi Maluku, menyatakan apresiasi yang tinggi terhadap kegiatan tersebut, mengingat kebiasaan masyarakat selama ini hanya bisa menyimpan uang mereka dan tidak pernah ditukarkan atau disimpan di bank, disebabkan tidak tersedianya layanan bank di kecamatan tersebut.
"Jangan heran kalau warga datang menukarkan uangnya yang berlubang-lubang, sobek atau benar-benar rusak untuk ditukarkan. masyarakat terbiasa simpan uang di rumah dalam jangka waktu lama karena tidak ada jasa layanan bank," katanya.
Dia menilai, ekspedisi kas keliling daerah 3T yang dilakukan Bank Indonesia provinsi Maluku, sangat membantu meningkatkan pendidikan dan pengetahuan masyarakat tentang cara-cara memperlakukan uang sebagai alat pembayaran yang sah di wilayah NKRI.
"Tetapi kegiatan seperti ini harus lebih diintensifkan, sehingga masyarakat semakin sadar untuk menggunakan dan menyimpan uang dengan cara yang layak dan benar. Tidak dilipat atau remas-remas seperti yang dilakukan saat ini," ujarnya.
Tentang kehadiran kantor bank di kecamatan tersebut Viktor mengaku, Bank Maluku sudah menyewa gedung untuk dijadikan kantor sejak lima tahun lalu, tetapi hingga saat ini belum juga beroperasi.
"Karena itu kami berharap ada salah satu bank yang dapat membuka kantornya di Leksula, mengingat perekonomian masyarakat terus bertumbuh karena ditunjang hasil alam yang melimpah," katanya.
Warga desa Kaiely, kecamatan Teluk Kaiely, kabupaten Pulau Buru Mirna Abdul Rasyid, juga berharap adanya kantor bank dibuka di wilayahnya, mengingat perekonomian daerah terus tumbuh sehubungan dengan aktivitas penambangan emas di Gunung Botak.
"Daya beli masyarakat sangat tinggi disini. Tetapi uang yang digunakan sebagian besar sudah lusuh dan rusak, makanya harus ada bank yang bisa melayani penukaran uang setiap saat," katanya.
Mirna yang merupakan pemilik toko kebutuhan pokok, bahan bangunan serta minyak pelumas tersebut, mengaku memanfaatkan kehadiran tim ekspedisi kas keliling daerah 3T di desanya pada pekan lalu, dengan menukarkan uang lusuh dan sobek hampir mencapai Rp15 juta.
"Uang lusuh sebanyak itu saya kumpulkan dalam sebulan terakhir. Kebanyakan warga datang berbelanja dengan uang yang lusuh dan sobek, tetapi saya tetap menerima, mengingat masyarakat tidak memiliki akses untuk menukarkannya," katanya.
Mirna mengaku, sering mengumpulkan uang lusuh dalam jangka waktu tiga bulan, setelah itu baru ditukarkan ke bank yang ada di Namlea, ibu kota kabupaten Pulau Buru.
"Makanya petugas bank harus sering-sering datang untuk melayani penukaran uang lusuh," ujarnya.
Sedangkan Hader Hitumalla, warga desa Buano Utara, Kecamatan Waisalla, kabupaten Seram Bagian Barat (SBBT), memanfaatkan kunjungan tim ekspedisi kas keliling pada Rabu (18/9) untuk menukarkan uang lusuh dalam satu kantong kresek berukuran sedang, yang berupa pecahan Rp1.000, Rp2.000 dan Rp5.000. Setelah dihitung jumlahnya lebih dari Rp900.000. .
"Saya punya kios kecil dan belum sebulan uang lusuh serta sobek ini saya kumpulkan dari warga yang datang membeli kebutuhan pokok. baru hampir sebulan dikumpulkan (uang lusuh)," katanya.
Sejumlah anak di Desa Buano Utara juga berulang kali mendatangi petugas untuk menukarkan uang yang kondisinya sudah sangat rusak, selain karena sobek, juga berlubang karena dimakan rayap atau sudah terlalu lama disimpan.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2019