Nelayan tuna sirip kuning yang tergabung dalam kelompok nelayan Fair Trade di pulau Sanana, Kabupaten Sula Kepulauan, Maluku Utara, telah menerima dana premium Rp1,3 miliar dari organisasi pembeli ikan produk Fair Trade di Amerika Serikat.
Direktur Eksekutif Yayasan Masyarakat dan Perikanan Indonesia (MDPI), Saut Tampubolon, dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Rabu, menyatakan, dana premium tersebut hasil dari ekspor sekitar 324 ribu kilogram tuna ke pasar Amerika, untuk periode 2018 hingga Agustus 2019.
"Tiap kelompok nelayan Fair Trade sudah melakukan pertemuan perencanaan penggunaan Dana Premium. Dalam rapat umum 16 Oktober ini rencananya akan dimintakan persetujuan dalam tingkat komite," kata Saut.
Selama ini, Yayasan MDPI didukung oleh Proyek USAID SEA bersama mitra lainnya terus berupaya untuk mendukung dan mewujudkan perikanan tuna skala kecil yang berkelanjutan.
Lebih lanjut Saut mengatakan bahwa di pulau Sanana terdapat tiga kelompok nelayan Fair Trade, yaitu Tuna Bajo, Sang Jaya, dan Berkah Tuna. Ketiganya terbentuk sejak satu tahun lalu dan saat ini total nelayan yang bergabung sebanyak 109 orang.
Dana Premium, papar Saut, merupakan insentif yang diberikan oleh organisasi pembeli ikan produk Fair Trade di Amerika Serikat. Setiap kilogram yang lulus hasil uji laboratorium dan masuk dalam kontainer pengiriman berhak mendapatkan 30 sen dolar atau senilai dengan Rp3.900 per kilogram loin tuna beku.
Dana Premium yang terkumpul tersebut selanjutkan akan ditransfer langsung ke rekening Komite Nelayan Fair Trade, bukan ke individu nelayan. Pemanfaatannya juga harus atas persetujuan anggota kelompok.
"Pemanfaatannya bisa untuk tabungan pendidikan anak, pembangunan infrastruktur, peralatan keselamatan melaut, ataupun hal-hal lain yang diputuskan dalam rapat kelompok," ucap Saut.
Secara terpisah, Ketua Komite Nelayan Fair Trade Sanana Paudino Usman mengaku penggunaan Dana Premium yang dicairkan pada 16 Oktober ini sudah melalui kesepakatan dan rapat dari masing-masing kelompok.
Penggunaannya di antaranya adalah untuk menyumbang pembangunan Masjid di Desa Bajo, pengadaan alat kebutuhan memancing nelayan, GPS, Keker, Pisau loin, Kulkas freezer untuk kebutuhan es, tabungan deposito anak, sedangkan untuk di bagian program lingkungan adalah pembangunan sarana sanitasi keluarga WC dan septik tank, termasuk dana untuk pendataan ikan dan kampanye kebersihan lingkungan mengenai ecobrick untuk mengatasi sampah plastic.
Sebelumnya, Dirjen Perikanan Tangkap KKP Zulficar Mochtar menyatakan bahwa 60 persen tangkapan tuna, cakalang dan tongkol merupakan hasil jerih payah nelayan kecil sehingga sangat penting guna memberdayakan mereka.
Hal itu, ujar dia, berarti bahwa perikanan tuna skala kecil mampu menyumbang, bahkan sebagai andalan kedaulatan pangan nasional, bahkan juga mampu menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat Indonesia.
Dengan demikian, lanjutnya, maka armada skala kecil yang dominan tersebut dinilai juga telah memberikan andil yang cukup besar terhadap produksi beberapa komoditas penting di Nusantara.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2019
Direktur Eksekutif Yayasan Masyarakat dan Perikanan Indonesia (MDPI), Saut Tampubolon, dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Rabu, menyatakan, dana premium tersebut hasil dari ekspor sekitar 324 ribu kilogram tuna ke pasar Amerika, untuk periode 2018 hingga Agustus 2019.
"Tiap kelompok nelayan Fair Trade sudah melakukan pertemuan perencanaan penggunaan Dana Premium. Dalam rapat umum 16 Oktober ini rencananya akan dimintakan persetujuan dalam tingkat komite," kata Saut.
Selama ini, Yayasan MDPI didukung oleh Proyek USAID SEA bersama mitra lainnya terus berupaya untuk mendukung dan mewujudkan perikanan tuna skala kecil yang berkelanjutan.
Lebih lanjut Saut mengatakan bahwa di pulau Sanana terdapat tiga kelompok nelayan Fair Trade, yaitu Tuna Bajo, Sang Jaya, dan Berkah Tuna. Ketiganya terbentuk sejak satu tahun lalu dan saat ini total nelayan yang bergabung sebanyak 109 orang.
Dana Premium, papar Saut, merupakan insentif yang diberikan oleh organisasi pembeli ikan produk Fair Trade di Amerika Serikat. Setiap kilogram yang lulus hasil uji laboratorium dan masuk dalam kontainer pengiriman berhak mendapatkan 30 sen dolar atau senilai dengan Rp3.900 per kilogram loin tuna beku.
Dana Premium yang terkumpul tersebut selanjutkan akan ditransfer langsung ke rekening Komite Nelayan Fair Trade, bukan ke individu nelayan. Pemanfaatannya juga harus atas persetujuan anggota kelompok.
"Pemanfaatannya bisa untuk tabungan pendidikan anak, pembangunan infrastruktur, peralatan keselamatan melaut, ataupun hal-hal lain yang diputuskan dalam rapat kelompok," ucap Saut.
Secara terpisah, Ketua Komite Nelayan Fair Trade Sanana Paudino Usman mengaku penggunaan Dana Premium yang dicairkan pada 16 Oktober ini sudah melalui kesepakatan dan rapat dari masing-masing kelompok.
Penggunaannya di antaranya adalah untuk menyumbang pembangunan Masjid di Desa Bajo, pengadaan alat kebutuhan memancing nelayan, GPS, Keker, Pisau loin, Kulkas freezer untuk kebutuhan es, tabungan deposito anak, sedangkan untuk di bagian program lingkungan adalah pembangunan sarana sanitasi keluarga WC dan septik tank, termasuk dana untuk pendataan ikan dan kampanye kebersihan lingkungan mengenai ecobrick untuk mengatasi sampah plastic.
Sebelumnya, Dirjen Perikanan Tangkap KKP Zulficar Mochtar menyatakan bahwa 60 persen tangkapan tuna, cakalang dan tongkol merupakan hasil jerih payah nelayan kecil sehingga sangat penting guna memberdayakan mereka.
Hal itu, ujar dia, berarti bahwa perikanan tuna skala kecil mampu menyumbang, bahkan sebagai andalan kedaulatan pangan nasional, bahkan juga mampu menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat Indonesia.
Dengan demikian, lanjutnya, maka armada skala kecil yang dominan tersebut dinilai juga telah memberikan andil yang cukup besar terhadap produksi beberapa komoditas penting di Nusantara.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2019