Jakarta (ANTARA) - Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menilai nelayan kecil tradisional tidak pernah memprotes pemasangan Vessel Monitoring System (VMS) atau Sistem Pemantauan Kapal Perikanan (SPKP) karena mereka justru menerima banyak bantuan.
"Nelayan kecil nggak pernah protes soal VMS. Nggak pernah nelayan kecil itu protes VMS, nggak pernah, nggak ada, tapi kalau mereka diajak mungkin," kata dia dalam rapat kerja bersama Komisi IV DPR RI dalam video di akun YouTube Komisi IV DPR di Jakarta, Selasa (22/4).
Menurut Trenggono, nelayan kecil biasanya menggunakan kapal berukuran kecil, tidak mempekerjakan orang lain, dan menerima bantuan seperti alat tangkap, kapal gratis, dan bahan bakar bersubsidi dari pemerintah.
Dia menyebut tudingan bahwa nelayan kecil menolak VMS tidak berdasar, karena menurut dia, tidak ada nelayan tradisional yang menyampaikan penolakan secara langsung atau lewat survei.
"Nah, ini yang saya heran dan saya aneh, mereka bisa keberatan dan itu membahana sedemikian rupa mengatasnamakan nelayan kecil. Nelayan kecil nggak pernah protes soal VMS," ujar Trenggono.
VMS memiliki banyak fungsi seperti melacak posisi kapal saat terjadi kecelakaan laut, dan memantau aktivitas kapal agar tidak melanggar batas wilayah tangkap, kata dia.
Trenggono mengaku heran dengan protes-protes terhadap VMS, yang menurutnya justru datang dari kelompok pengusaha besar yang menggunakan narasi seolah-olah mereka adalah bagian dari nelayan kecil.
Dia menyebut biaya pemasangan VMS hanya sekitar Rp5 juta, jumlah yang seharusnya sangat terjangkau bagi pemilik kapal besar atau pelaku usaha perikanan skala besar.
"Karena VMS ini banyak keuntungannya, dan VMS itu (diwajibkan pemasangannya pada) pengusaha. Jadi, kalau orang bisa bikin kapal, VMS cuma Rp5 juta, harusnya bisa (pasang VMS). Dan juga buat kepentingan si pemilik kapal," tuturnya.
Dalam kesempatan itu, Trenggono mengajak semua pihak untuk turun langsung ke lapangan, mendengar langsung aspirasi nelayan kecil yang selama ini justru mendukung program modernisasi alat tangkap.
"Nelayan ini sebetulnya, kalau yang namanya nelayan itu... benar-benar nelayan daerah, nelayan tradisional. Mereka menggunakan kapal kecil, tidak mempekerjakan orang. Dan kalau disurvei, semuanya tidak ada yang protes," ucapnya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP Pung Nugroho Saksono mengatakan bahwa pemasangan VMS atau SPKP tidak diwajibkan bagi nelayan kecil atau kapal di bawah 5 GT.
"Kapal kecil ini dilihat dari GT kapal. Kalau menurut undang-undang itu berapa GT? Di bawah 5 GT itu dibilang nelayan kecil, maka kapal tersebut tidak wajib izin, tapi pencatatan namanya, daftar kapal perikanannya di Pemda," kata Pung di Jakarta, Rabu (16/4).
Dia menerangkan hal itu dalam paparannya kepada awak media menanggapi pernyataan sejumlah nelayan di berbagai daerah yang menolak kebijakan pemasangan VMS pada kapal-kapal ikan dengan bobot di bawah 30 GT.
Pung menekankan hal itu karena masih beredar informasi yang menyebutkan bahwa seluruh kapal nelayan wajib memasang VMS tanpa pengecualian.
Nelayan kecil yang beroperasi di bawah 12 mil laut dan tidak melakukan migrasi izin ke pusat tidak diwajibkan mengikuti kebijakan pemasangan VMS oleh pemerintah pusat.
Kewajiban pemasangan VMS hanya berlaku bagi kapal yang telah berizin pusat, terutama kapal-kapal yang melakukan aktivitas di wilayah perairan melewati 12 mil laut dengan potensi hasil tangkap tinggi.
Penerapan VMS di Indonesia diatur oleh Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2024 tentang Perikanan, sebagaimana diubah dalam Undang-Undang 45 Tahun 2009 dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Nelayan kecil tak pernah protes soal VMS, kata Menteri Trenggono