Ambon (ANTARA) - Kepala Kejaksaan Negeri Ambon Ardhyansah mengatakan tim jaksa penyidik sedang mengusut perkara dugaan tindak pidana korupsi dana bantuan operasional sekolah (BOS) pada Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Ambon tahun anggaran 2023–2024.
"Masih dilakukan penyelidikan setelah kami dua kali menerbitkan Surat Perintah Dimulainya Penyelidikan (SPDP)," kata Ardhyansah di Ambon, Maluku, Senin.
Pada penerbitan SPDP yang pertama kali telah dilakukan sejak 24 Februari 2025 disebutkan bahwa dalam materi yang didalami tim jaksa terkait penyelewengan dana BOS, sedangkan SPDP kedua berupa perpanjangan tertanggal 19 Maret 2025.
Dalam proses penyelidikan terkuak fakta dari permintaan keterangan terhadap sejumlah pihak, dalam hal ini kepala sekolah dan para guru serta pihak ketiga (vendor) dan beberapa panitia yang berkaitan dengan kegiatan yang dilakukan MTs Negeri Ambon.
"Sehingga pada Rabu, 9 April 2025, tim jaksa penyidik telah melakukan gelar perkara dan meningkatkan status kasus tersebut dari tahap penyelidikan ke penyidikan," tambahnya.
Langkah ini dilakukan setelah tim jaksa menemukan adanya suatu peristiwa dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan keuangan dana BOS di sekolah itu.
Peningkatan status perkara dari penyelidikan ke penyidikan berdasarkan surat perintah Kepala Kejaksaan Negeri Ambon nomor 03/Q.1.10/Fd.2/04/2025 tanggal 10 April 2025.
Selama proses penyelidikan berlangsung, tim jaksa telah menggali keterangan dari 21 orang yang terkait dalam perkara ini, termasuk Kepala MTsN Ambon serta dewan guru dan pihak lain.
Penanganan perkara ini awalnya dititikberatkan pada penyelidikan penggunaan dana BOS, namun dalam DPA ditemukan beberapa anggaran yang termasuk di dalamnya dana bos yang pertanggungjawabannya diduga tidak benar.
Sehingga tim jaksa penyelidik memeriksa keseluruhan anggaran itu sebagaimana termuat dalam DPA tahun anggaran 2023 dan 2024. Total anggaran yang diterima MTsN Ambon berupa dana BOS maupun anggaran lainnya sebesar Rp3,3 miliar.
Misalnya, kepala sekolah tidak membentuk tim pengelola dana BOS serta tidak melibatkan dewan guru dalam menyusun Rencana Kerja Anggaran Madrasah (RKAM). Selain itu, tidak transparan dalam pengelolaan dana BOS dan adanya dugaan penggelembungan anggaran dalam nota belanja.