Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Ternate, Maluku Utara menyatakan, pembahasan terkait Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) senilai Rp40 miliar bersama Banggar DPRD difokuskan pada penerapan kedisiplinan Aparatur Sipil Negera (ASN).
"Intinya, sesuai dengan pembahasan belum tentu penerima TPP mendapatkan sejumlah variabel yang dibahas, karena saat pembayaran akan dilihat lagi, kinerja dan produktivitas mereka, terutama terkait dengan kedisiplinan, jika terlambat 1 menit dipotong 0,5 persen sesuai dengan Kemendagri," kata Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Ternate, Taufik Djauhar di Ternate, Rabu.
Dia mengatakan, banyak variabel dalam penerimaan TPP, karena selain disiplin, belum produktivitasnya, paling tidak dia harus lapor secara tertulis dan kalau terlambat masuk kantor dia tidak dapat, terkecuali tugas di luar daerah.
"Bahkan, menurut BPKAD itu belum cukup, ada 6 variabel yang harus dipenuhi oleh penerima TPP, karena dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri sangat rumit untuk penghitungan angka bagi penerima TPP per bulan, sebab dilihat dari variabel prestasi daerah, tingkat kemahalan daerah, kemahalan konstruksi dan inovasi daerah," ujarnya.
Karena itu, katanya, kalau sudah mendapatkan faryabel tersebut baru disandingkan dengan pemanding Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK RI) Perwakilan Malut, misalnya kelas jabatan Sekretaria Daerah (Sekda) Kota Ternate diterima Rp16 juta berdasarkan variabel yang disandingkan, tetapi yang diterima itu adalah besiknya, baru di lihat beban kerja 40 persen dari besik, sedangkan perstasi kerja 60 persen dari basic.
Selain itu, sudah diakomudir adalah beban kerja, resiko kerja dan untuk tempat kerja, kelangkaan profesi, dan objektif lainnya diberikan sesuai dengan kinerjanya.
Dia menyontohkan, tempat kerja, Camat di Kota Ternate mendapat TPP lebih sedikit dibandingkan Camat di tiga Kecamatan terluar karena dia ada lokasi tempat kerja, lebih jauh tempat kerjanya maka diterima juga lebih besar di bandingkan Kecamatan lainnya. Sedangkan resiko kerja, mereka yang berpotensi berhadapan dengan hukum, seperti Bendahara, sehingga mereka ada penambahan 10 persen dari TPP.
"Kalau prestasinya itu sekitar 60 persen, karena dilihat dari perstasinya, sebab tidak mungkin semua dapat. Untuk kelangkaan profesi dapat minimal 10 pesen dari profesi yang langka seperti Sekda, dr Ahli utama, dan auditor ahli utama, serta golongan IV/d, tetapi yang dapat kemungkinan hanya dua Sekda dan dr Ahli," tuturnya.
Sehingga, beban kerja 40 persen, perstasi 60 persen, kelangkaan 10 pesen, tempat keja 10 persen, dan kelangkaan profesi menimal 10 persen dan tim yang menyusun ini dari Keuangan, BPKAD, Inspektorat, dan bagian Hukum, serta bagian organisasi.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2019
"Intinya, sesuai dengan pembahasan belum tentu penerima TPP mendapatkan sejumlah variabel yang dibahas, karena saat pembayaran akan dilihat lagi, kinerja dan produktivitas mereka, terutama terkait dengan kedisiplinan, jika terlambat 1 menit dipotong 0,5 persen sesuai dengan Kemendagri," kata Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Ternate, Taufik Djauhar di Ternate, Rabu.
Dia mengatakan, banyak variabel dalam penerimaan TPP, karena selain disiplin, belum produktivitasnya, paling tidak dia harus lapor secara tertulis dan kalau terlambat masuk kantor dia tidak dapat, terkecuali tugas di luar daerah.
"Bahkan, menurut BPKAD itu belum cukup, ada 6 variabel yang harus dipenuhi oleh penerima TPP, karena dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri sangat rumit untuk penghitungan angka bagi penerima TPP per bulan, sebab dilihat dari variabel prestasi daerah, tingkat kemahalan daerah, kemahalan konstruksi dan inovasi daerah," ujarnya.
Karena itu, katanya, kalau sudah mendapatkan faryabel tersebut baru disandingkan dengan pemanding Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK RI) Perwakilan Malut, misalnya kelas jabatan Sekretaria Daerah (Sekda) Kota Ternate diterima Rp16 juta berdasarkan variabel yang disandingkan, tetapi yang diterima itu adalah besiknya, baru di lihat beban kerja 40 persen dari besik, sedangkan perstasi kerja 60 persen dari basic.
Selain itu, sudah diakomudir adalah beban kerja, resiko kerja dan untuk tempat kerja, kelangkaan profesi, dan objektif lainnya diberikan sesuai dengan kinerjanya.
Dia menyontohkan, tempat kerja, Camat di Kota Ternate mendapat TPP lebih sedikit dibandingkan Camat di tiga Kecamatan terluar karena dia ada lokasi tempat kerja, lebih jauh tempat kerjanya maka diterima juga lebih besar di bandingkan Kecamatan lainnya. Sedangkan resiko kerja, mereka yang berpotensi berhadapan dengan hukum, seperti Bendahara, sehingga mereka ada penambahan 10 persen dari TPP.
"Kalau prestasinya itu sekitar 60 persen, karena dilihat dari perstasinya, sebab tidak mungkin semua dapat. Untuk kelangkaan profesi dapat minimal 10 pesen dari profesi yang langka seperti Sekda, dr Ahli utama, dan auditor ahli utama, serta golongan IV/d, tetapi yang dapat kemungkinan hanya dua Sekda dan dr Ahli," tuturnya.
Sehingga, beban kerja 40 persen, perstasi 60 persen, kelangkaan 10 pesen, tempat keja 10 persen, dan kelangkaan profesi menimal 10 persen dan tim yang menyusun ini dari Keuangan, BPKAD, Inspektorat, dan bagian Hukum, serta bagian organisasi.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2019