Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Maluku Fat Basalamah menyatakan Ambon dan Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) sebagai daerah endemis kaki gajah atau filariasis karena terdapat lebih dari satu persen jumlah kasus kronis yang ditemukan. "Kota Ambon dinyatakan sebagai daerah endemis karena ditemukan 26 kasus kronis di Desa Waihaong, Karang panjang dan Toisapu. Begitu juga di SBB karena ada temuan delapan kasus di Taniwel," katanya di Ambon, Senin. Dia mengatakan, berdasarkan jumlah kasus per penduduk, filariasis di Kota Ambon berkisar enam persen, sedangkan di SBB 18 persen. Menurut dia, pengobatan dan pencegahan filariasis telah dilakukan sejak tahun lalu dan akan berlangsung hingga tiga tahun mendatang karena dibutuhkan lima tahun berturut-turut agar dapat menghilangkan penyakit yang disebabkan karena cacing dari tubuh manusia. Sedangkan Dinkes SBB baru akan melaksanakan pengobatan masal baru pada tahun depan. "Obat filariasis diberikan bagi pencegahan dan pengobatan. Jadi orang sehat juga harus minum obat itu untuk mencegah penyakit kaki gajah bersarang di tubuhnya. Obat itu dimunum sekali dalam setahun, berturut-turut selama lima tahun," jelas Fat Basalamah. Obat filariasis yang dibagi-bagi kepada masyarakat berfungsi untuk membunuh segala jenis cacing dari dalam tubuh. Obat tersebut yakni Dietil Carbamazepine (DEC), Albendazol dan Paracetamol yang bisa diperoleh secara gratis di semua puskesmas. "Masyarakat diharapkan datang ke puskesmas terdekat agar diberi obat. Pemberian obat akan dilakukan melalui pemeriksaan lengkap. Untuk pencegahan, akan diberikan kepada yang sehat," katanya. Jadi, tambah Fat Basalamah, yang menderita sakit kuning, lever, asma atau lainnya tidak akan diberikan obat tersebut. Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing filaria yang ditularkan melalui nyamuk. Ciri-cirinya, terjadi benjolan di ketiak dan kelir yang berulang-ulang seperti bisul disusul demam. Seorang penderita filariasis yang mengalami pembengkakan pada kaki atau tangannya atau perempuan yang mengalami pembesaran di payudara, sedangkan laki-laki dibuah pelirnya menandakan penyakit itu sudah kronis. Kepala Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Dinkes dr Th Torry mengatakan, pengobatan yang dilakukan bagi pasien kronis hanya bisa menghilangkan cacing-cacing dari dalam tubuh, tidak dapat mengembalikan keadaan tubuhnya seperti semula. Sedangkan Kabid Penanggulangan dan Pengendalian Bencana Dinkes dr Ritha Tahitu bahwa parahnya tingkat kerusakan atau pembengkakan tubuh tidak tergantung pada berapa lama cacing bersarang di tubuh, melainkan berapa banyak yang masuk ke tubuh penderita. "Pembengkakan itu terjadi bukan karena lamanya seseorang menderita filariasis, melainkan berapa banyak cacing yang ada dalam tubuhnya. Jika jumlah cacingnya banyak, maka kerusakan tubuh atau pembengkakan semakin cepat," kata Ritha Tahitu.

Pewarta:

Editor :


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2010